Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer akan diangkat ke layar lebar oleh rumah produksi Falcon Pictures. film ini akan disutradarai Hanung Bramantyo dan naskahnya ditulis Salman Aristo.
Baca: Ini Mawar De Jongh, Lawan Main Iqbaal Ramadhan di Bumi Manusia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Hanung, kesempatan menyutradarai film yang diadaptasi dari novel favoritnya itu terasa seperti mimpi yang jadi kenyataan. Keinginannya untuk menyutradarai film ini pernah dia utarakan langsung ketika dia mengunjungi Pram ke rumahnya. "Pram cuma ketawa," ungkap dia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sastrawan itu menjelaskan pada Hanung bahwa novel tersebut juga menarik minat sutradara Oliver Stone, tapi masih dipertimbangkan oleh Pram.
Setelah mimpinya membuat film Bumi Manusia kandas karena ditolak penulis novelnya, Pramoedya Ananta Toer, peluang Hanung Bramantyo itu datang kembali. Saat itu, Hanung barusan merampungkan film Ayat-ayat Cinta antara 2007-2008. Namun tawaran itu kandas juga sebelum akhirnya benar-benar terealisasi pada 2018 ini.Anak Pram, Astuti Ananta Toer (kiri) menyerahkan novel Bumi Manusia karya ayahnya kepada Produser Falcon Pictures, Frederica di Studio Alam Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Kamis, 24 Mei 2018 malam. TEMPO/Pito Agustin
“Tiba-tiba ada yang nawari saya. Ini ada buku Pak Pram, Bumi Manusia. Mau enggak difilmkan?” kata Hanung menceritakan tawaran dari seorang teman yang tak disebutkan namanya itu di Studio Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Kamis, 24 Mei 2018 malam.
Hanung pun mengaku langsung sujud syukur. Dia langsung menghubungi teman karibnya, Salman Aristo untuk menulis skenario filmnya. Namun Aris menolak. “Saya sendirian bagaimana? Akhirnya enggak jadi,” kata Hanung.
Berbekal dua pengalaman sebelumnya itu, Hanung pun sejak itu mulai menggarap film-film biopik. Sebut saja mulai dari Sang Pencerah, Sukarno, Tjokroaminoto, hingga yang terakhir Kartini.
Tak hanya itu, Berbagai pengalaman didapatkan Hanung yang beberapa kali digugat para sejarawan atas film-film biopic yang dibuatnya itu. Bahkan hingga gugatan dibawa ke pengadilan. “Saya jadi tahu gara-gara film bisa membuat saya harus berhadapan dengan hakim,” kata Hanung.
Penolakan Aris yang didasarkan kehati-hatian ketimbang Hanung yang bermodal nekad itu akhirnya membuahkan hasil. Bahwa 2007-2008 lalu bukan jodoh mereka menggarap film Bumi Manusia, tetapi baru 2018 ini. “Kalau saya bikin film saat itu, hasilnya tidak maksimal karena saya baru belajar. Kalau sekarang sudah saatnya,” kata Hanung.
Salman Aristo pun mempunyai kisah sendiri. Saat penulis scenario film Sang Penari dan Laskar Pelangi itu ditelepon Hanung pertama kali untuk menggarap film itu, tak sampai lima detik dia langsung menolak. “Belum berani. Saya belum mempunyai skill untuk menggarap Bumi Manusia,” jawab Aris saat itu.Bumi Manusia 3: Sutradara Hanung Bramantyo memotong tumpeng untuk pemeran Annelies, Mawar Eva de Jongh menandai akan dimulainya syuting film Bumi Manusia pada Juli mendatang di Studio Alam Gamplong, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Kamis, 24 Mei 2018 malam. (Tempo/Pito Agustin)
Namun sekitar 1,5 tahun lalu ketika Hanung mengajaknya kembali, Aris tak kuasa menolak. “Hanung bilang, sekali ini jangan lagi bilang enggak. Saya jawab, yuk,” kata Aris.
Alasannya, karena Aris yang kuliah di jurnalistik itu mengaku hampir membaca semua buku karya Pram. Dia baanyak belajar dari karya-karya sastrawan besar itu, termasuk nalurinya untuk melawan penindasan.
Hingga akhirnya dia mengetahui paling tidak sudah ada dua orang sutradara yang berusaha membuat film itu tetapi batal. “Saya merasa berutang pada Pram karena belajar dari buku-bukunya,” kata Aris.
Mereka pun berbagi peran. Hanung sebagai sutradara, Aris sebagai penulis scenario. Meskipun dalam proses penulisannya dilakukan bersama.
Film Bumi Manusia menempatkan tiga tokoh utama, yaitu Minke yang diperankan Iqbaal Ramadhan, Nyai Ontosoroh diperankan Sha Ine Febriyanti, dan Annelies oleh artis pendatang berdarah Medan-Belanda, Mawar Eva de Jongh.