Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Tapak Tilas Jejak Laksamana Cheng Ho di Indonesia

Laksamana Cheng Ho pernah mengunjungi Palembang, Cirebon, dan Semarang. Ia telah membawa akulturasi budaya Cina dan ke Nusantara.

16 Februari 2025 | 19.40 WIB

Warga mengenakan kostum Laksamana Cheng Ho dalam kirab Peringatan Kedatangan Laksamana Cheng Ho ke-613 di Kelenteng Sam Poo Kong, Gedung Batu, Semarang, Ahad, 12 Agustus 2018. Acara peringatan yang diikuti ribuan orang tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada laksamana asal Dinasti Ming. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Warga mengenakan kostum Laksamana Cheng Ho dalam kirab Peringatan Kedatangan Laksamana Cheng Ho ke-613 di Kelenteng Sam Poo Kong, Gedung Batu, Semarang, Ahad, 12 Agustus 2018. Acara peringatan yang diikuti ribuan orang tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada laksamana asal Dinasti Ming. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Cheng Ho disebut-sebut sebagai laksamana yang memimpin pelayaran terbesar dalam sejarah umat manusia. Dalam buku Laksamana Cheng Ho: Panglima Islam Penakluk Dunia oleh Baha Zarkhoviche disebutkan bahwa lebih dari 30 negara telah dijelajahinya. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Cheng Ho memimpin lebih dari 200 awal kapal beserta 30.000 orang di dalamnya. Sosok Cheng Ho dikenal dengan diplomat ulung yang mampu membangun hubungan multilateral dengan beberapa kerajaan di dunia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Tak hanya itu, Cheng Ho juga dikenal sebagai penyebar agama Islam. Pengaruhnya dalam menyebarkan Islam telah merambah hingga Asia Tenggara, khususnya dalam menyebarkan budaya dan Islam dari Cina ke Indonesia.

Berikut jejak Laksamana Cheng Ho di Indonesia

1. Palembang

Dikutip dari portal informasi budaya Indonesiakaya.com, dalam Catatan Zheng Ho yang diterjemahkan oleh W.P Groeneveldt dengan judul Nusantara dalam Catatan Tiongkok, Cheng Ho datang ke Palembang pada ekspedisi pertamanya. Ia memburu Chen Zuyi, orang Guangdong, yang menguasai Palembang sebagai perompak. Misinya berhasil dan ia menyerahkan perompak itu pada kaisar.

Tindakan Cheng Ho menumpas bajak laut itu berarti jasa pengamanan bagi kegiatan pelayaran dan perdagangan Palembang. Karena perilakunya yang baik dan membawa kedamaian, Cheng Ho mempunyai banyak pengikut. 

Komunitas Tionghoa-Muslim sudah lama menetap dan berbaur dengan masyarakat Palembang. Sebagai wujud penghormatan atas sosok Cheng Ho sekaligus mempererat persaudaraan antar sesama muslim, dibangunlah Masjid Cheng Ho dengan arsitektur yang memadukan budaya Tiongkok, Islam, dan Palembang.

2. Cirebon

Dikutip dari Arsipweb2016.cirebonka.go.id, jejak Laksamana Cheng Ho di tanah Caruban (Cirebon) yaitu pada  kisaran 1405-1422 Masehi. Kedatangan armada pelayaran Cheng Ho yang berkunjung ke Kerajaan Singhapura dicatat pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari.

Laksamana Cheng Ho berkunjung selama 7 hari 7 malam. Cheng Ho singgah di Pelabuhan Muarajati bersama rombongannya. Alasan Cheng Ho singgah di Muarajati ialah memperbaiki armada kapal-kapal yang terkena badai dalam perjalanan di Karawang, mencari air bersih, grabadan atau rempah rempah, serta menyebarkan ajaran agama Islam. Ini dipercaya menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam di pulau Jawa.

Sisa peninggalan Cheng Ho bisa dilihat salah satunya adalah reruntuhan mercusuar yang berada di puncak bukit Amparanjati atau orang keraton biasa menyebut lemah puser yang sekarang dikeramatkan. Selain itu, terdapat juga pengaruh kesenian Tiongkok pada ornamen piring, keramik, dan masjid seperti yang dapat dijumpai di Masjid Ciptarasa Kasepuhan Cirebon.

3. Semarang

Di Semarang terdapat Klenteng Sam Poo Kong yang dikutip dari Visitjawatengah.jarengprov.go.id, pondasi klenteng tersebut pertama kali dibangun oleh Laksamana Cheng Ho. Setelah beberapa waktu, Cheng Ho kemudian meninggalkan Jawa, tetapi banyak krunya yang memutuskan untuk tetap tinggal dan menetap. Para kru tersebut menikah dengan penduduk setempat sehingga sampai sekarang Simongan banyak dihuni oleh keturunan Tionghoa.

Pada 1704, kuil dan gua yang asli runtuh akibat tanah longsor. Masyarakat setempat membangunnya kembali 20 tahun kemudian di lokasi yang berbeda, lebih dekat ke pusat kota, dan lebih jauh dari daerah-daerah yang rentan mengalami pembusukan oleh unsur-unsur alami. Bangunan tersebut berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat suci menghormati Cheng Ho atas jasanya kepada masyarakat.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus