Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Wajah Baru, Tetap Gaya Srimulat

Bermunculan pelawak baru di layar kaca. Gayanya tidak orisinal tapi mendapat tempat di masyarakat.

1 Februari 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SULE memukul, Azis mengelak. Keduanya terpeleset jatuh, membuat properti panggung berantakan. Sesaat kemudian, mereka akur dan kembali bercanda-canda. Datang tokoh lain, suasana makin riuh. Semua asyik sendiri, alur cerita pun jadi tak penting. Sang dalang gusar sehingga terjun ke panggung menertibkan lakon. Cerita kembali berjalan menurut skenario.

Itulah model Opera van Java, program komedi yang ditayangkan Trans7. Maksudnya bergaya wayang orang dengan alur cerita pokok yang dipegang dalang, tapi aktor tetap bebas berimprovisasi. Pemainnya adalah Sule, Azis, Andre Taulany, Nunung Srimulat, dan bintang tamu yang selalu berganti. Sang dalang adalah Parto Patrio. ”Ini komedi yang tidak ada pakemnya,” kata Yustina Pramita, produser Opera. Konsepnya parodi kisah-kisah yang sudah ada, dari cerita rakyat seperti Bandung Bondowoso, Lutung Kasarung, Tangkuban Perahu, juga cerita dari luar seperti Romeo dan Juliet hingga fenomena kiwari.

Dengan ramuan itu, tayangan komedi yang diluncurkan pada Desember 2008 ini cukup berhasil. ”Peringkat satu program Trans7, peringkat lima program seluruh televisi nasional,” kata Linda Fitriesti dari Divisi Marketing Public Relations Trans7, mengutip data lembaga survei ABG Nielsen Media Research periode 17-23 Januari 2010. Bahkan penontonnya pun—menurut klaim mereka—kebanyakan dari segmen kelas menengah ke atas. Mulai pekan lalu, Opera ditayangkan setiap hari.

Opera memang laku. Namun yang berbeda adalah kemunculan pelawak wajah baru sebagai tokoh sentral, yaitu Sule. Tidak seperti acara komedi di televisi lainnya, yang memunculkan wajah lama dengan kemasan baru, seperti Tukul Arwana di acara Empat Mata (sekarang menjadi Bukan Empat Mata). Laki-laki 33 tahun bernama asli Entis Sutisna ini berpenampilan mencolok: rambut panjang dicat kuning. Namun rambut bagian sisi kiri dan kanan dicukur habis, hingga plontos—rambutnya hanya menjurai dari bagian tengah kepala.

Dia memasuki dunia lawak ”profesional” setelah mengikuti audisi pelawak di Televisi Pendidikan Indonesia lima tahun lalu, dan terpilih menjadi pelawak favorit. Sule adalah seniman jeprut alias tulen. Sejak kecil Sule sudah akrab menggeluti kesenian tradisional seperti kecapi, jaipongan, pentas di daerah asalnya di Bandung, dan memiliki pengetahuan seni tatkala sekolah di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia Bandung. Sule terinspirasi ayahnya, penjual bakso yang suka melucu. Sekarang sang ayah tak lagi berani melawak di depan Sule, karena takut kalah lucu.

Bersama Sule, ada Azis Gagap. Dia sudah merambah dunia lawak sejak kecil dengan ikut pentas lenong tradisional dari kampung ke kampung di seputaran Jakarta dan Bekasi. Serius terjun ke panggung lawak dengan menjadi tokoh pembantu di grup Bagito dan Patrio, dan muncul pada 1995-an di acara Campur Sari di Televisi Republik Indonesia. Di Bagito itulah dia mendapat peran gagap hingga keterusan melekat sampai sekarang. ”Tapi saya gagap kalau hanya ada duitnya, lo,” katanya, tanpa gagap.

Sule dan Azis memang bak pelawak baru. Wajah mereka belum dikenal banyak orang pada 2008. Mereka pun diakui lucu. Banyak yang tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah dan celoteh mereka. Sayangnya, keduanya tak memiliki gaya orisinal dalam berkomedi. Ya, kiblatnya tetap satu: Srimulat—satu-satunya acuan pelawak yang bisa dikatakan tanpa skenario, hingga saat ini. Sule pun mengakui bahwa gurunya adalah kelompok Srimulat.

Pengamat media Veven Sp. Wardana menilai belum ada tren perkembangan yang berarti. Lawakan masih slapstick, menonjolkan kekonyolan fisik. Di Opera, misalnya, terlihat dalam banyaknya adegan Sule jatuh atau Azis yang terus ditindas. Model komedi seperti Bajaj Bajuri atau yang lebih berskenario seperti Extravaganza tidak berkembang. Sehingga jenis dan gaya komedi seluruhnya tidak berkembang. Bilapun ada wajah baru, formula yang dianut tetap trademark kelompok Srimulat.

Harun Mahbub

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus