Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2023 yang menyeret eks Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong terus bergulir. Kasus yang terjadi pada Mei 2015 itu baru diungkap pada Oktober 2024 lalu dan sempat menuai polemik lantaran dinilai sarat bermuatan politik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tom Lembong dianggap keliru mengimpor 105 ribu ton gula. Kejaksaan Agung atau Kejagung menganggap kekeliruan itu merugikan negara Rp 400 miliar. Nilai ini merupakan proyeksi keuntungan yang dinikmati delapan perusahaan importir. Seharusnya, menurut jaksa, keuntungan itu masuk ke kas negara jika pengimpor gula tersebut perusahaan negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah menetapkan Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia atau PPI, Charles Sitorus (CS) sebagai tersangka pada Oktober 2024 lalu, kini Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung kembali menetapkan sembilan tersangka baru.
Tempo merangkum fakta-fakta terbaru kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret Tom Lembong:
1. Kejagung tetapkan tersangka baru
Penyidik Jampidsus Kejagung dalam konferensi pers di Jakarta Selatan pada Senin, 20 Januari 2025 kembali menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama atau Dirut PT Angels Product (AP), TWN; Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF), WN; dan Dirut PT Sentral Usahatama Jaya (SUJ), AS.
Kemudian Dirut PT Medang Sugar Industri (MSI), IS; Direktur PT Makassar Tene (MT), PSEP; Direktur PT Duta Segar Internasional (DSI), HAT; Dirut PT Kebun Tebu Mas (KTM), ASB; Dirut PT Berkah Manis Makmur (BMM), HFH; dan Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU), ES.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan, dikaitkan dengan alat bukti yang kami peroleh selama penyidikan, maka tim penyidik telah mendapatkan bukti permulaan yang cikup untuk menetapkan sembilan orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.
2. Keterlibatan sembilan tersangka
Abdul Qohar menjelaskan sembilan perusahaan swasta tersebut mengimpor gula kristal mentah (GKM) dan mengolahnya menjadi gula kristal putih (GKP). Padahal, perusahaan-perusahaan tersebut hanya memiliki izin sebagai produsen gula rafinasi. Selain itu, yang boleh mengimpor GKP adalah badan usaha milik negara (BUMN).
Dengan adanya penerbitan persetujuan impor GKM menjadi gula GKP oleh Tom Lembong saat itu disebut guna tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai. Perbuatan mereka, kata Abdul Qohar, justru menguntungkan pihak swasta dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Sembilan tersangka itu disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Atas perbuatannya, tujuh tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, serta Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
“Sedangkan dua tersangka lain, HAT dan ES, masih dalam pencarian,” katanya.
3. Rentetan waktu kongkalikong dugaan korupsi impor gula
Kejagung mengungkapkan kerja sama antara bos sembilan perusahaan swasta tersebut dengan petinggi PT PPI dalam kasus korupsi impor gula. Berikut rentetan waktunya:
- 2 Mei 2015: Indonesia surplus gula, tak butuh impor
Berdasarkan rapat kordinasi antarkementerian, disimpulkan Indonesia surplus gula, sehingga tidak membutuhkan impor gula.
- 12 Oktober 2015: Izin impor GKM kepada PT AP
Pada tahun tersebut, tersangka TWN selaku Direktur Utama PT AP, mengajukan permohonan persetujuan impor GKM sebanyak 105.000 ton. Selanjutnya pada 12 Oktober 2015, Tom Lembong memberikan izin persetujuan impor GKM tersebut kepada PT AP untuk dikelola menjadi gula kristal putih.
Padahal sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang boleh mengimpor gula kristal putih BUMN. Selain itu, impor gula kristal mentah tersebut dilakukan tidak melalui rapat koordinasi dengan intasi terkait. Impor ini juga tanpa rekomendasi dari Menteri Pendustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.
- Desember 2015: Indonesia diprediksi kekurangan gula kurun Januari hingga April 2016, tapi tidak diputuskan impor
Pada Desember 2015, dilakukan rapat koordinasi oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Indonesia pada Januari sampai April 2016 diperkirakan kekurangan GKP sebanyak 200 ribu ton. Namun, dalam rapat tersebut tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia memerlukan impor gula kristal putih.
- November hingga Desember 2015: CS hubungi delapan perusahaan swasta
Pada November sampai Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI telah memerintahkan stafnya untuk bertemu dengan delapan perusahaan gula swasta. Yakni, PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT PDSU, PT MT, PT DSI, dan PT BMM. Persamuhan itu dilakukan selama empat kali di Gedung Equality Tower Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan.
“Jadi sebelum ada penandatanganan kontrak, kedelapan perusahaan tersebut sudah diundang lebih dulu, sudah diberitahu, mereka nanti yang akan melakukan pengadaan GKM untuk diolah menjadi GKP, dalam rangka stabilisasi harga pasar dan stok gula nasional,” ungkap Abdul Qohar.
- Januari 2016: Tom Lembong tugaskan PT PPU penuhi stok gula nasional
Kemudian pada Januari 2016, Tom Lembong menandatangani surat kepada PT PPI yang berisi penugasan untuk memenuhi stok gula nasional dan stabilisasi harga gula. Ini dilakukan melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memgimpor dan mengolah GKM menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.
“Jadi penugasannya baru belakangan, setelah mereka dilakukan rapat empat kali untuk ditunjuk sebagai impor,” kata Abdul Qohar.
PT PPI lalu membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Padahal, lanjut dia, seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga gula, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung. Seperti disebutkan sebelumnya, GKP hanya dapat diimpor perusahaan pelat merah.
Selanjutnya, Tom Lembong memerintahkan Karyanto Supri selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) untuk menerbitkan persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada delapan perusahaan swasta yang sudah ditunjuk.
Adapun GKR digunakan untuk memenuhi kebutuhan sektor industri makanan, minuman, dan farmasi, serta tidak dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain. Selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, kenyataannya gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasar atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan mereka.
Gula itu dibanderol Rp 16.000 per kilogram, lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi (HET) saat itu yang sebesar Rp 13.000 per kilogram. Penjualan juga tidak dilakukan melalui operasi pasar, tapi langsung di pasaran dengan harga pasar saat itu. PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola GKM menjadi GKP sebesar Rp 105 per kilogram.
- Maret 2016: TWN ajukan permohonan penjualan impor GKM
Kemudian pada 28 Maret 2016, Tersangka TWN selaku Direktur Utama PT AP mengajukan permohonan penjualan impor GKM sebanyak 105.000 ton. Pada tanggal dan hari yang sama, kata Abdul Qohar, Tom Lembong menyetujuinya. Lagi-lagi, persetujuan tersebut tanpa melalui pembahasan dan persetujuan dengan pihak-pihak terkait.
- Awal April 2016: TWN kembali ajukan permohonan kesetujuan impor GKM
Pada 8 April 2016, TWN mengajukan kembali permohonan kesetujuan impor GKM sebanyak 157.500 ton. Tom Lembong, pada hari dan tanggal yang sama, langsung menerbitkan persetujuan impor tersebut untuk diolah menjadi GKP.
- Penghujung April 2016: Delapan tersangka ajukan permohonan impor GKM
Pada 28 April 2016, delapan tersangka yakni TWN, WN, HS, IS, TSEP, HFH, ES, dan ES mengajukan permohonan impor GKM sebanyak 200 ribu ton. Atas permohonan tersebut, Tom Lembong memerintahkan Karyanto Supri untuk menyetujui impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih kepada delapan perusahaan itu.
- Awal Juni 2016: ASB ajukan permohonan impor GKM
Pada 7 Juni 2016, tersangka ASB selaku Direktur Utama PT KTM mengajukan permohonan pertujuan impor GKM sebanyak 110 ribu ton. Tom Lembong lantas menyetujuinya, tanpa melalui rapat koordinasi bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dan rekomendasi Kementerian Perindustrian.
- Penghujung Juni 2016: HFH ajukan perpohonan persetujuan impor
Terakhir, pada 29 Juni 2016, tersangka HFH selaku Direktur Utama PT BMM memerintahkan Alberti J. Tohubu selaku Direktur PT BMM untuk mengajukan perpohonan persetujuan impor GKM sebanyak 20 ribu ton. Abdul Qohar menyebut, permohonan ini juga disetujui oleh Tom Lembong tanpa pembahasan dan rekomendasi instansi lain.
4. Kerugian negara terkini
Kejagung mengungkapkan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi impor gula yang menyeret Tom Lembong jumlahnya mencapai ratusan miliar. “Berdasarkan hasil perhitungan kerugian negara oleh BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) adalah Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578 miliar),” kata Abdul Qohar.
Angka tersebut lebih banyak dibandingkan perhitungan awal. Mulanya, berdasarkan gelar perkara dengan BPKP, diperoleh kerugian keuangan negara sebesar Rp 400 miliar. Seiring berjalannya waktu dan data yang di-update, kata dia, perhitungan terus dilakukan oleh BPKP. Setelah sembilan perusahaan swasta masuk, kerugiannya lebih dari Rp 400 miliar.
“Ini sudah fix, nyata, riil,” kata Abdul Qohar.
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini.