Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian jelas bukan barang baru bagi Sri Estuningsih. Sebagai pakar patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, perempuan 51 tahun ini sudah puluhan kali melakukan penelitian yang berkaitan dengan bidangnya.
Tapi, berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian yang menemukan adanya sejumlah merek susu yang tercemar bakteri Enterobacter sakazakii membuat geger banyak kalangan. Sejak kasus ini meledak, Sri Estuningsih terkesan menghindar dari wartawan.
Pekan lalu, setelah berkali-kali "mengejar"-nya di kampus IPB, wartawan Tempo Mustafa Silalahi berhasil "menangkap" Sri untuk sebuah wawancara. "Saya mau diwawancarai dengan catatan Anda tidak bertanya tentang putusan Mahkamah Agung dan merek susunya," katanya tegas.
Kapan Anda pertama kali menemukan bakteri sakazakii?
Pada Agustus hingga Oktober 2003, saya meneliti 74 jenis makanan bayi dalam berbagai merek. Saya melakukan penelitian ini di laboratorium Universitas Giessen, Hessen, Jerman. Hasil penelitian itu, 12 jenis tercemar bakteri Enterobacter sakazakii.
Apa tujuan penelitian itu?
Saya hanya ingin meneliti apakah makanan bayi yang beredar di Indonesia mengandung bakteri Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli. Ketiga bakteri ini adalah patogen, penyebab penyakit, khususnya diare. Kala itu diare banyak diderita bayi dan anak balita. Ternyata ketiga bakteri ini tidak ditemukan dalam sampel-sampel makanan bayi itu. Saya malah menemukan bakteri sakazakii.
Lalu mengapa bisa ditemukan pada susu formula?
Begini, komposisi makanan bayi itu hampir semuanya terbuat dari susu. Jadi saya menduga makanan bayi itu awalnya tercemar dari susu. Sementara itu, 90 persen kandungan susu formula berbahan baku susu murni. Dugaan ini juga diperkuat oleh seorang profesor di kampus itu, yang juga pendamping saya. Maka, September hingga November 2004, saya kembali membuat penelitian lanjutan dengan meneliti 46 merek susu formula yang beredar di Indonesia.
Semua sampel telah tercemar Enterobacter sakazakii?
Tidak, saat itu hanya tiga sampel yang terbukti telah tercemar bakteri sakazakii. Sisanya bersih.
Dari mana Anda tahu itu bakteri sakazakii?
Saat penelitian pertama, saya memang tidak tahu. Sebab, bakteri ini belum dikenal di Indonesia. Apalagi bagi kami, para dokter hewan. Jadi reaksi saya pertama kali saat menemukan bakteri itu biasa saja. Awalnya saya malah menganggap tidak penting.
Temuan itu lalu didiamkan saja?
Tidak. Saya terus mencari tahu lewat Internet soal sakazakii. Ternyata hasilnya mengejutkan. Di Amerika Serikat, dan Eropa kala itu, bakteri ini sedang ramai dibicarakan.
Bagaimana Anda memastikan temuan Anda bakteri sakazakii?
Saya mengkonfirmasi temuan itu ke laboratorium Universitas Munich, Jerman, dan Nottingham, Inggris. Mereka menyatakan bakteri yang saya temukan di susu formula itu adalah bakteri sakazakii.
Berapa kali Anda melakukan penelitian susu formula ini?
Pada April-Juni 2006, saya kembali membuat penelitian serupa. Kali ini dengan 22 merek susu formula. Dari penelitian ini, enam merek susu formula tercemar bakteri sakazakii. Lalu, pada 2009, saya kembali meneliti 42 merek susu formula dan makanan bayi. Kali ini semua merek itu tidak satu pun tercemar bakteri. Semuanya sudah bersih.
Siapa yang meminta Anda melakukan penelitian ini?
Pada 2003 itu saya mengajukan proposal dengan judul "Kualitas Mikrobiologi pada Makanan Bayi" ke Deutsch Akademischer Austausch Dienst, atau German Academic Exchange Service. Mereka yang membiayai penelitian saya dan penelitian selanjutnya untuk bakteri sakazakii ini. Semua penelitian ini atas inisiatif saya, bukan pesanan.
Bagaimana Anda memilih sampel susu formula itu?
Saya memilih sampel secara acak. Satu merek, satu sampel. Pilihan ini atas arahan profesor pendamping saya. Sebenarnya ia meminta saya membawa seratus sampel. Tapi jumlah ini tidak mungkin saya penuhi, karena minimnya kapasitas bagasi pesawat. Semua sampel saya bawa ke Jerman dalam keadaan masih tersegel.
Di mana Anda membeli sampel-sampel itu?
Saya memilih membeli di supermarket sekitar Depok dan Bandung. Bukan dibeli di pasar tradisional. Ini untuk meminimalisasi kontaminasi yang mungkin terjadi akibat lingkungan pasar tradisional yang tidak higienis.
Siapa yang pertama kali Anda beri tahu perihal adanya bakteri sakazakii ini?
Badan Pengawas Obat dan Makanan. Mereka sangat mengapresiasi temuan ini. Kemudian saya diminta untuk melakukan presentasi di forum peneliti IPB.
Anda juga melaporkan temuan itu ke produsen yang membuat susu itu?
Saya mengirim e-mail ke perusahaan pembuat makanan bayi dan susu formula yang dinyatakan tercemar. Saya sampaikan produk mereka sudah terkontaminasi. Saya minta mereka meneliti lagi produk mereka.
Reaksi mereka?
Mereka sangat menghargai temuan saya itu, dan berjanji memperketat tahap pembuatan susu serta makanan bayi agar tidak tercemar lagi. Ini sudah terbukti lewat penelitian saya pada 2009, yang hasilnya tak satu pun merek yang tercemar.
Apa sebenarnya yang Anda harapkan dari hasil penelitian ini?
Saat itu negara kita belum concern terhadap bakteri sakazakii. Bahkan di negara lain juga belum ada aturan makanan bayi dan susu formula harus bebas dari bakteri ini. Maka kami berharap temuan ini bisa menginisiasi pemerintah dan BPOM untuk memperketat pengawasan terhadap susu formula dan makanan bayi.
Benarkah Anda mendapat reaksi tak mengenakkan akibat penelitian Anda itu?
Saya dicaci-maki, termasuk oleh teman-teman, dan sesama dosen, bahkan alumni IPB. Di milis kesehatan, dan juga lewat SMS, saya disebut memfitnah. Tapi itu tak apa-apa. Lagi pula proposal saya kan yang menilai para profesor dari kampus yang sangat kredibel. Saya merasa prihatin atas reaksi negatif ini.
Merek-merek yang tercemar saat itu sepengetahuan Anda kini masih ada?
Dari pantauan saya, kini sudah tidak ada lagi di pasaran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo