Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

<font face=arial size=1 color=#FF9900><b>ASURANSI KESEHATAN</b></font><br />Tersinggung Iklan Bu Menteri

Iklan layanan masyarakat Menteri Kesehatan membuat PT Asuransi Kesehatan meradang. Menteri siap jika urusan ini dibawa ke pengadilan.

15 September 2008 | 00.00 WIB

<font face=arial size=1 color=#FF9900><b>ASURANSI KESEHATAN</b></font><br />Tersinggung Iklan Bu Menteri
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

IKLAN selebar hampir setengah halaman itu muncul di dua surat kabar nasional. Menampilkan wajah Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, inilah iklan layanan masyarakat yang, antara lain, menyoroti pentingnya asuransi kesehatan. Di iklan yang muncul pada awal September lalu itu, dalam bentuk tanya-jawab, Siti Fadilah memang menyinggung ihwal asuransi kesehatan untuk kalangan miskin.

Itulah yang membuat masygul Direktur Utama PT Asuransi Kesehatan (Askes), I Gede Subawa. Soalnya, dalam wawancara itu, Siti menyebut PT Askes, selaku pengelola program Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin), rawan korupsi. ”Itu berdampak tak baik pada pemerintah dan seluruh karyawan PT Askes,” kata Subawa. PT Askes langsung bereaksi. Dua hari setelah advertorial itu terbit, Subawa menggelar konferensi pers. Ia perlu meluruskan pernyataan Ibu Menteri dalam iklan yang dibuat Departemen Kesehatan itu.

Menurut Subawa, ia perlu melakukan klarifikasi karena sejak 2007 PT Askes telah dituduh melakukan korupsi pengelolaan Askeskin. Subawa lantas mengeluarkan ancaman. Pihaknya, ujarnya, akan menempuh jalur hukum jika disudutkan Departemen Kesehatan lagi. ”Mohon kami jangan diperlakukan seperti itu,” tutur Subawa.

Kendati Subawa mengancam, Siti Fadilah tak gentar. Menurut Menteri, PT Askes memang tak becus mengelola program Askeskin. Buktinya, ujar Siti, sejak 2005, baru 40 persen dari target 76,4 juta orang miskin di seluruh Indonesia yang baru menjadi peserta Askeskin. Menurut Siti lagi, sebagai badan usaha milik negara, PT Askes memiliki wewenang mengelola, memverifikasi, sekaligus menjadi perantara pembayaran klaim asuransi. ”Saya tidak menuduh korupsi, hanya menyatakan rawan,” ujarnya ketika ditemui di sela-sela acara berbuka puasa di rumahnya, Rabu pekan lalu.

Kerawanan ini ditunjukkan Siti dengan sejumlah bukti. Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan bersama Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan, misalnya, ditemukan selisih Rp 14 miliar dari total klaim Askeskin tahun 2007 yang nilainya Rp 1,145 triliun.

Siti lantas menunjuk penyelewengan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Bau-bau, Sulawesi Tenggara. Di sana pernah ditemukan pasien yang menjalani rawat inap selama satu hari, klaim obatnya mencapai Rp 66 juta. Yang menggelikan, dalam klaim kesehatan itu disebutkan si pasien diinjeksi Gammaras, obat peningkat daya tahan tubuh pascaoperasi besar, sebanyak 22 vial sehari. ”Kalau disuntik injeksi sebanyak ini, pasiennya meninggal,” kata Siti.

Lantaran banyaknya ditemukan keganjilan itulah, pada 17 Januari lalu, Departemen Kesehatan resmi menghentikan kerja sama program Askeskin dengan PT Askes. Gantinya, pemerintah meluncurkan program baru: Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Program yang mulai efektif pada 2008 itu memangkas tugas PT Askes. Untuk program anyar tersebut, PT Askes hanya kebagian order mendata, membuat kartu peserta, plus mendistribusikannya ke daerah.

Peserta program ini adalah masyarakat miskin dan yang mendekati miskin. Jumlahnya, menurut Badan Pusat Statistik, pada 2006 ada 76,4 juta orang. Menurut Subawa, dari jumlah itu, tercatat 72 juta orang sudah mendapat kartu Jamkesmas. Menurut dia, sampai sekarang ada 121 kabupaten yang menyatakan data statistik tidak sesuai dengan kondisi di daerahnya. Provinsi DKI Jakarta, kata Subawa, juga belum menyerahkan data. Faktor itulah yang membuat pembagian kartu Jamkesmas tak sesuai target.

Pemangkasan tugas untuk PT Askes ujung-ujungnya memang berdampak pada fee yang diterima perusahaan tersebut. Semula perusahaan ini mendapat lima persen dari total klaim asuransi. Kini jumlah itu jadi separuhnya. ”Untuk biaya operasional,” kata Subawa.

Di lapangan, Departemen Kesehatan kemudian menggandeng verifikator independen sebagai pengganti PT Askes. Saat ini ada 1.600 verifikator di 800-an rumah sakit di Indonesia. Menurut Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Departemen Kesehatan, Chalik Masulili, para verifikator itu digaji Rp 2 juta per bulan. ”Sumber keuangannya diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,” ujar Chalik. Adapun pembayaran klaim asuransi langsung dilakukan oleh bendahara negara kepada pihak pemberi pelayanan kesehatan, yakni rumah sakit atau puskesmas. ”Pembayaran jadi jauh lebih cepat,” kata Siti.

PT Askes sendiri tak mau dituding ”bermain” dalam program kesehatan yang dananya dari APBN ini. Soal tudingan selisih Rp 14 miliar dalam klaim kesehatan itu, menurut Subawa, bukan karena adanya penggelembungan tagihan dari rumah sakit, tapi kerena kesalahan administrasi. ”Misalnya terdapat double record dan tidak lengkapnya bukti penerapan besaran tarif kesehatan,” katanya.

Adapun keterlambatan penerbitan kartu peserta, menurut Subawa, disebabkan berubah-ubahnya data masyarakat miskin dari tahun ke tahun. Misalnya, tahun 2005 terdata 36,1 juta peserta, tapi kemudian bertambah pada semester kedua tahun 2005 menjadi 60 juta orang. Adapun untuk tahun 2007 menjadi 76,4 juta jiwa. Subawa menegaskan, program Askeskin juga telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan. ”Tidak ditemukan satu pun indikasi korupsi,” kata Subawa.

Subawa sudah mengadukan kasus ”penghinaan” institusinya itu ke Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Sofyan Djalil. Pada Rabu pekan lalu, Subawa bertemu Sofyan. Dalam pertemuan tersebut Subawa membeberkan posisi PT Askes. ”Ini kegiatan sosial, tapi juga komersial,” katanya. Lebih lanjut ia meminta Menteri Sofyan menyetujui bisnis komersial PT Askes dikelola anak perusahaan.

Sejak 1992, PT Askes memang mengeluarkan produk komersial seperti asuransi diamond, platinum, gold, dan silver. Menurut Subawa, bisnis ini kelak diurus anak perusahaan PT Askes, yakni PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia. Langkah ini harus dilakukan, katanya, karena menurut Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, PT Askes adalah badan penyelenggara jaminan sosial. ”Jadi, kami akan mengurus yang sosial saja,” ujarnya.

Kendati belum digugat PT Askes, Menteri Kesehatan Siti Fadilah menyatakan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah dokumen jikapun gugatan itu akhirnya datang. Senjata simpanan Siti, ya, hasil audit selisih tagihan sebesar Rp 14 miliar itu. ”Kami simpan dulu. Nanti kalau dia (Askes) menggugat, baru kami keluarkan,” katanya.

Kasus Siti dan PT Askes ini juga menjadi perbincangan sejumlah wakil rakyat di Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Wakil Ketua Komisi Kesehatan, Max Sopacua, kisruh di dua lembaga itu masalah ”kepentingan” belaka. ”Hanya persoalan bagi-bagi tugas,” ujarnya. Dewan juga belum bisa menentukan mana yang lebih baik, Askeskin atau Jamkesmas. Soalnya, menurut Max, Jamkesmas baru diluncurkan tahun ini. ”Prinsipnya, dua-dua sebenarnya sama saja,” katanya.

Mengenai adanya temuan hasil audit selisih Rp 14 miliar itu, politikus Partai Demokrat tersebut menuding kesalahan ada di Departemen Kesehatan. ”Ini berarti mereka tidak optimal memantau Askeskin,” katanya.

Rini Kustiani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus