Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, apakah pemerintah Megawati ikut bertanggung jawab dalam kasus penjualan gas Tangguh yang sangat murah?
|
||
Ya | ||
80,66% | 784 | |
Tidak | ||
16,87% | 164 | |
Tidak Tahu | ||
2,47% | 24 | |
Total | 100% | 972 |
PADA 2002, pemerintah menjual gas alam cair Tangguh ke Fujian, Cina, seharga US$ 2,4 per million British thermal unit (MMBtu). Ketika itu, harga minyak mentah dipatok cuma US$ 25 per barel. Ini terjadi di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Murah memang. Pilihan yang dimiliki pemerintah ketika itu sangat terbatas: jual murah atau gas tak laku.
Setelah kontrak berakhir, empat tahun kemudian, posisi tawar pemerintah tak juga membaik. Dalam kontrak kedua yang diteken pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Tangguh cuma dihargai US$ 3,35 per MMBtu, flat selama empat tahun. Harga minyak mentah dipatok US$ 38 per barel.
Kini harga minyak di pasar dunia sudah lebih dari US$ 100 per barel. Jika kontrak jual Tangguh tak direvisi, negara akan rugi hingga Rp 700 triliun! Tak aneh, banyak yang marah. Dan yang menjadi sasaran kekesalan bukan cuma pemerintah Yudhoyono. Mayoritas responden Tempo Interaktif dalam jajak pendapat 3-10 September lalu, misalnya, menganggap pemerintah Megawati harus ikut bertanggung jawab.
KOMENTAR
Megawati sebagai presiden pada saat kontrak pertama harus dimintai pertanggungjawaban atas penjualan gas Tangguh yang sangat murah. Sulit diterima akal sehat, kabinet yang diisi oleh profesor dan doktor dapat dengan mudah dikalahkan oleh pembeli dari Cina itu.
(Galumbang C. Sitinjak, Jakarta)
Sangat tidak bertanggung jawab, menyengsarakan rakyat.
(Fitri, Bandung)
Bahan Indikator Pekan Depan Kata ”menyoblos” atau ”mencoblos” terancam punah dari kamus istilah pemilihan umum kita. Soalnya, mulai 2009, pemilih tidak lagi melubangi kartu suara, tapi cuma memberikan tanda atau menconteng. Aturan baru ini ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilihan anggota legislatif. Alat untuk memilih pun akan diganti, bukan lagi paku, melainkan Stabilo atau pulpen. ”Kemungkinan besar kita akan pakai Stabilo. Soalnya, pulpen bisa membuat kertas berlubang,” kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary. Nah, apakah Anda setuju dengan perubahan cara memilih dari mencoblos menjadi menconteng? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo