Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENTERI Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir tidak menutup kemungkinan adanya orang yang mengaku-aku dekat dengan dia dan menjadi "makelar" dalam pemilihan rektor di sejumlah universitas. Namun mantan Rektor Universitas Diponegoro, Semarang, ini mengaku tak tahu ada ulah orang seperti itu. Nasir pun tak bisa mencegah mereka "memperdagangkan pengaruh" kepada calon rektor. "Itu normal, tapi saya tidak mau," kata Nasir ketika menerima tim Tempo untuk wawancara di ruang kerjanya, Kamis dua pekan lalu.
Suara menteri sebesar 35 persen begitu menentukan dalam pemilihan rektor….
Karena perguruan tinggi negeri menggunakan anggaran negara, menteri memilih di antara tiga calon. Kami tidak serta-merta menunjuk seseorang. Rekam jejaknya menjadi sangat penting. Dia harus punya visi dan misi yang jelas pula.
Menjelang pemilihan rektor, di sejumlah universitas ada orang-orang yang mendekati calon dan mencoba "menjual" dukungan Anda….
Saya terus terang tidak pernah menyuruh. Saya juga tidak mau memperhatikan hal itu. Saya memang dekat dengan si A, dekat dengan si B. Semua teman saya. Tapi saya tidak tahu ada yang begitu. Tahunya dari media. Katanya, intervensinya besar sekali. Lha gimana? Saya ketemu calon saja tidak mau.
Di Universitas Jambi, misalnya, ada orang mengaku sebagai anggota staf khusus Anda. Mereka mendekati salah satu calon rektor dan meminta uang Rp 1,5 miliar….
Laporkan ke polisi saja. Saya tidak mau. Saya pada prinsipnya ingin mencari rektor yang baik. Banyak yang mendekati melalui staf saya, katakanlah begitu. Saya ndak mau terima. Saya independen. Saya ini akuntan. Kode etik saya jaga betul.
Di tempat lain, seperti di Lampung, Medan, dan Bandung, mereka yang "bergerilya" mengaku dekat dengan Anda dari jalur Nahdlatul Ulama atau Partai Kebangkitan Bangsa. Anda pernah mendengar hal itu?
Saya, jujur, tidak tahu apa-apa. Saya ini orang independen. Orang dari jalur NU dan PKB, juga dari Muhammadiyah, saya kumpulkan di sini. Barusan juga saya ketemu asosiasi perguruan tinggi Katolik.
Ada juga yang menjanjikan dukungan Anda dan meminta jatah kursi mahasiswa baru atau jabatan wakil rektor….
Itulah yang terjadi. Semua orang mengatakan ada kedekatan ini dan itu. Minta ini dan itu. Pertanyaannya: apakah setelah itu mereka memperoleh sesuatu yang diminta? Ndak bisa, kok.
Bagaimana Anda mencegah orang memanfaatkan nama Anda?
Saya selama ini tidak pernah memperhatikan soal itu. Kalau yang mencoba memanfaatkan nama saya, di luar mungkin banyak. Anda lihatnya hanya dari PKB dan NU. Ada politikus lain yang masuk ke saya, mencoba mengintervensi. Tapi, insya Allah, saya tidak terpengaruh.
Siapa yang mau mengintervensi Anda itu?
Adalah. Satu contoh, di Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo, ada intervensi harus nomor dua yang menang. Enggak mau saya. Jadinya nomor satu yang menang. Yang lain pun diintervensi. Tapi gagal juga.
Beberapa calon yang didekati "makelar" tapi menolak permintaan mereka, faktanya, gagal menjadi rektor….
Itu mungkin kebetulan saja. Yang mereka dekati kebetulan tidak sama dengan pilihan saya. Tapi bisa juga kebetulan sama dengan pilihan saya. Yang jelas, saya tidak pernah menyuruh orang-orang seperti itu. Saya juga tidak pernah mendapatkan manfaat apa pun dari tindakan mereka.
Bagaimana memastikan rektor yang Anda pilih berintegritas?
Sebelum pelantikan, inspektur jenderal mengecek lagi rekam jejak si calon terpilih. Kalau enggak ada masalah, baru dilantik. Tapi bisa saja terjadi, ketika kami cek tidak ada masalah, tiba-tiba ada masyarakat yang mengadu. Ternyata ada masalah. Hasil pemilihan bisa kami batalkan. Di Universitas Manado, misalnya. Ketika calon terpilih akan dilantik, ada masalah. Ada penyelenggaraan pendidikan yang tak sesuai dengan aturan. Ya sudah, saya cabut saja jabatan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo