SIAPA tak kenal lagu Warung Pojok? Lagu Cirebonan itu saking terkenalnya dibajak ramai-ramai oleh 13 perusahaan rekaman dalam berbagai versi dan dibawakan berbagai penyanyi. Pencipta lagu itu, Abdul Adjib, tentu saja gundah. Lewat pengacaranya, pimpinan grup Tarling Putra Sangkala Cirebon ini Jumat pekan lalu melayangkan surat panggilan ke perusahaan rekaman yang dianggapnya telah membajak lagunya. "Saya akan menggugat para pembajak itu ke pengadilan," katanya gregetan. Beberapa produser rekaman, yang mendapat panggilan Adjib, telah membalas surat seniman Cirebon itu. Hampir senada, mereka mengaku membeli master lagu dari pihak lain. "Biarkan saja mereka melempar tanggung jawab. Tapi tak berarti mereka bisa lepas. Mereka yang memperbanyak, maka merekalah yang pertama kali harus berurusan," kata seniman yang sudah menghasilkan 50 lagu ini. Warna dan lirik lagu Warung Pojok, yang diciptakan Adjib pada 1967 itu, sederhana saja. Tapi lagu yang pertama kali dilantunkan istri kedua Adjib, Uun Kurniasih -- dengan iringan Tarling musik khas Cirebon -- ternyata melejit di pasaran kaset rekaman. Keberhasilan lagu itu rupanya mengundang perusahaan-perusahaan rekaman lain untuk nebeng untung. Sebab itu, kini lagu itu bisa didengar lewat suara Lilis Suryani atau Dian Piesesha. Bahkan judul lagu itu pernah diangkat sebagai judul film nasional. Berdasarkan perhitungan, sudah 25 volume kaset yang mencantumkan lagu itu dengan berbagai versi. Para pembajak berasal dari Malang, Semarang, Solo, Klaten, Bandung, dan Jakarta. Kasus pembajakan Warung Pojok ini sekali lagi membuktikan bahwa nasib pencipta masih saja bisa diinjak-injak pembajak. Padahal, Undang-Undang Hak Cipta 1987, telah mengancam pembajak dengan hukuman lebih berat -- pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Di undang-undang itu kejahatan pembajakan bahkan tak lagi masuk delik aduan, namun telah menjadi delik biasa. Artinya, tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan, polisi sudah bisa menindak pembajak. Seorang pakar lagu-lagu Sunda, Nano S., mengakui masalah pembajakan lagu daerah memang lebih sering terjadi. Menurut Ketua Jurusan Karawitan Sunda SMKI Bandung ini, para pencipta lagu-lagu tradisional selain banyak yang tak tahu haknya juga sering diabaikan produser. "Sebab itu, para seniman lagu tradisonal itu perlu diberi pengarahan hukum, misalnya tentang fungsi dan peranan UU Hak Cipta terhadap diri mereka," katanya. Adjib, 47 tahun, juga mengaku baru sadar akan pentingnya perlindungan hukum terhadap ciptaannya itu setelah lagunya dikerubutin pembajak. Sebab itu pula lagu itu baru terdaftar di Direktorat Patent dan Hak Cipta, Depkeh, pada 23 Februari 1989. Dengan senjata inilah ia berniat menggugat para produser rekaman yang telah banyak melanggar haknya. Teddy Djauhari, bos Suara Parahyangan, salah satu produser yang digugat Adjib, mengaku salah. Kini sekitar 1.000 kaset Warung Pojok-nya langsung ditarik dari peredaran. Selain itu, kata Teddy, pihaknya berusaha mengadakan pendekatan dengan Adjib untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Tapi dia sulit diajak musyawarah. Ketika disodorkan uang Rp 300 ribu, malah ditolak. Dia juga tak mau menyebut jumlah uang tuntutannya. Ini kan bertele-tele," kata Teddy, yang mengaku sudah menjual 4.000 kaset Warung Pojok itu. Adjib membenarkan, pada Maret lalu ia pernah dipertemukan dengan Teddy Djauhari di depan Satserse Polwiltabes Bandung. Ia juga mengaku menolak ganti rugi yang ditawarkan Teddy sebesar Rp 300 ribu. "Saya melihat dia tak punya itikad baik," alasan Adjib. Hingga sekarang, Abdul Adjib masih berunding dengan pengacaranya. "Target kami memberi pelajaran, agar mereka mau menghargai seniman. Tanpa pencipta lagu, mereka toh tak dapat mengeruk keuntungan, kan?" tutur Adjib. Gatot T., Hasan S., dan Hedy S. (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini