Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Padang - Dua pengajar salah satu pondok pesantren di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat ditangkap Polresta Bukittinggi. Kedua orang itu diduga melakukan tindak pencabulan kepada anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Korban dari dua pengajar tersebut sebanyak 40 santri tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kapolresta Bukittinggi Kombes Yessy Kurniati mengatakan penangkapan ini berawal dari laporan salah satu wali murid kepada kepolisian pada 21 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah mendapatkan laporan, polisi menangkap pelaku pencabulan berinisial RA, laki-laki usia 29 tahun. “Semuanya berawal dari salah seorang santri menelepon kakaknya. Dia mengatakan bahwa temannya sudah menjadi korban pelecehan oleh pelaku. Karena takut, adiknya ini meminta pertolongan kakaknya untuk membawa temannya yang lain untuk menyelamatkannya dari pesantren,” ucapnya
Kemudian, kakak dari salah seorang santri tersebut mencoba untuk mengkonfirmasi kepada korban terkait kebenaran aksi pencabulan tersebut. Korban mengaku memang dicabuli dan tidak hanya sekali tetapi sudah tiga kali.
Tindakan cabul yang dilakukan pelaku beragam, mulai dari meraba tangan, tubuh, alat kelamin dan beberapa sampai pada tindakan sodom. "Kami masih mendalami dan melakukan pengembangan terhadap kasus ini. Kami juga membuka posko di Polresta Bukittinggi yang siap menerima laporan jika ada korban lain dari kasus ini," ucapnya saat Konferensi Pers di Mapolresta Bukittinggi pada Jumat, 26 Juli 2024.
Yessy menyebutkan hasil pengembangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, secara terpisah tindakan serupa juga dilakukan oleh salah satu guru lainnya dengan inisial AA, laki-laki 23 tahun. "Aksi cabul ini telah dilakukan oleh kedua tersangka sejak 2022 hingga 2024. Korban di sini merupakan siswa laki-laki, dengan jumlah mencapai 40 orang,” katanya
Ia menyebutkan RA mencabuli 30 siswa, sedangkan AA mencabuli 10 siswa. Korban merupakan peserta didik tingkat SMP dari berapa tingkatan kelas," ujar Yessy.
Yessy menjelaskan modus yang dilakukan pelaku dengan memanggil siswa untuk memijat dan saat itulah pelaku melakukan aksi cabulnya. Jika para siswa menolak, pelaku mengancam akan memberikan hukuman berupa siswa tersebut tidak naik kelas.
Kepolisian juga menemukan fakta kedua tersangka ini pernah melakukan hubungan sesama jenis kelamin. "Mereka bukan pasangan ya, bukan seperti pacaran atau pasangan sejenis, tapi mereka pernah melakukan hubungan sejenis. Pelaku RA telah memiliki istri. Untuk AA masih belum menikah," ujarnya.
Saat ini pihak kepolisian juga tengah memeriksa kesehatan tersangka, untuk menekan kemungkinan penyebaran penyakit alat kelamin menular dan berbahaya. Kedua tersangka dijerat dengan pasal 83 ayat 2 juncto 76 UU tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Sementara itu, kondisi korban sebagian masih berada di asrama dan sebagian lagi bersama orang tua. "Sebagian korban mengalami trauma. Kami tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak mulai dari Dinas Perlindungan Anak dan Dinas Sosial terkait hal ini," ujarnya.
Pilihan Editor: PPATK Sebut Bandar Judi Online sebagai Ultimate Master