MESKI badannya gemuk, Abdullah bin Andah tampak ringkih. Entah makhluk seperti apa yang pernah menyiksa dia. Bekas siksaan itu bahkan masih meninggalkan jejak belasan tahun kemudian. Matanya sayu dan rabun karena "sering dijepret karet" ketika diinterogasi. Pendengarannya tak lagi sempurna karena "gendang telinga pecah". Bicara tergagap-gagap, sesekali dia memegang rusuk di dadanya yang pernah patah. "Saya masih merasakan sakitnya," katanya dalam logat Aceh yang kental.
Di Penjara Tanjung Gusta, Medan, Abdullah kini mendekam dalam sel tahanan Blok E Kamar 12 yang padat berisikan 18 penghuni. Didampingi seorang petugas, TEMPO mewawancarainya di ruang besuk penjara itu dua pekan lalu. Berikut petikannya.
Bagaimana kisahnya hingga Anda masuk ke sini?
Saya sudah tidak ingat persis peristiwa 13 tahun yang lalu itu. Saya hanya ingat ketika ditangkap empat polisi pada pukul dua dini hari, lalu disiksa selama 24 jam. Saya disiksa polisi dan petugas penjara di Aceh. Tapi sampai mati pun saya tetap tak kan mengakui terlibat perbuatan pembunuhan itu.
Tapi, lebih sakit lagi, saya dituduh membunuh. Apalagi menjalani hukuman untuk tindakan yang tak pernah saya perbuat. Sudah 13 tahun berlalu, saya tak bisa lagi mengingat secara rinci peristiwa itu. Jangankan mengingat, untuk salat pun saya selalu lupa.
Bukankah Syaiful bilang Anda terlibat?
Saya sempat terkejut ketika di pengadilan Syaiful menunjuk saya dan mengatakan saya terlibat. Saya berteriak, "Jangan kau libatkan aku! Kau lihat anak dan istriku!" (Abdullah menitikkan air mata ketika menceritakan ini). Tapi, benar saja, belakangan Syaiful mengakui pembunuhan itu bersama Syukri yang lari ke Malaysia, bukan saya.
Apa perasaan Anda saat divonis?
Saya terhenyak ketika mendengar vonis seumur hidup itu. Saya terkejut karena tak melakukan perbuatan kok dihukum. Apa hakim itu makan uang, makanya saya dihukum? Demi Allah, saya tak melakukannya. Sejak ditahan, saya tidak bisa tidur setiap malam. Hanya tidur satu jam setiap malam.
Lalu apa yang akan Anda lakukan kini?
Proses hukum sudah mentok. Kini saya hanya pasrah dan menjalani saja hukuman untuk perkara yang tak saya perbuat ini. Saya menjalani kehidupan di sini, berbuat baik dan tak melanggar aturan. Saya minta Pak Timzar Zubil (bekas tahanan politik yang mendekam 22 tahun di penjara) mengurus kasus saya ini. Pak Timzarlah yang mendengar sendiri pengakuan Syaiful bahwa saya tak terlibat. Saya tinggal menunggu keajaiban dari tangan Allah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini