Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam tindak represif aparat kepada peserta aksi penolak revisi UU Pilkada di kawasan Kantor DPRD Jawa Tengah pada Kamis, 22 Agustus 2024. AJI mencatat ada 18 korban atas represi yang dilakukan aparat keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua AJI Semarang, Aris Mulayawan, mengatakan para korban harus dirawat di rumah sakit. Dari jumlah itu 15 korban dirawat di rumah sakit Roemani, 1 korban di rumah sakit Pandanaran, 1 di rumah sakit umum pemerintah Kariadi, dan 1 korban di rumah sakit Telogorejo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam kejadian demo tadi, ada anggota kami dan persma yang menjadi korban pada saat peliputan sehingga harus dirawat ke rumah sakit," kata Aris dalam keterangan tertulisnya pada Kamis, 22 Agustus kemarin.
AJI mendorong awak media untuk mendukung masyarakat yang mengawal dan berdemonstrasi menolak revisi UU Pilkada oleh Baleg DPR. Dia menyebut langkah baleg ini akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi.
"Jurnalis harus jaga demokrasi. Demokrasi di negeri ini terancam. Hal itu ditunjukkan oleh penguasa yang terus merongrong konstitusi untuk kekuasaan oligarki," ujarnya. "Berkali-kali penguasa melakukan penyimpangan kekuasaan dalam proses legislasi, terakhir berupaya menganulir putusan MK terkait Pilkada."
Selain itu, Aris mengatakan media massa mesti mendorong pemberitaan yang menegakkan demokrasi. Dia menilai pers dan jurnalis tak boleh melunak pada kehendak kekuasaan yang melumpuhkan demokrasi.
“Bila Putusan MK bisa mereka anulir dalam waktu sekejap, bukan tidak mungkin undang-undang yang menjamin kebebasan pers, berpendapat dan berekspresi, pelan-pelan dilucuti dengan mudah sampai kita menuju era kegelapan," kata dia.
Atas kondisi itu, Aris mengatakan AJI Semarang menyatakan sikap sebagai berikut.
1. Menuntut media dan jurnalis tetap independen dan profesional dalam memberitakan kebenaran serta tidak takut menyajikan informasi yang akurat, kritis, dan terverifikasi dan tidak mudah diintervensi.
2. Menuntut pemerintah untuk menjamin perlindungan media dan jurnalis dalam menjalankan kerja jurnalistik melaporkan informasi kepada publik
3. Menuntut pemerintah menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara dengan tidak merepresi pendapat dan kritik di berbagai kanal, termasuk ruang digital.