Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak beberapa bulan lalu, Gagoek memang gencar menuntut kasus korupsi Rp 137 miliar yang melibatkan Nurdin Halid. Gempuran Gagoek mungkin terlalu keras, sehingga akhirnya ia harus dihentikan alias dicopot dari jabatannya. Berita tak sedap itu disampaikan sendiri oleh Gagoek kepada bawahannya dan kalangan pers di Ujungpandang, Sabtu pekan lalu. Ia diberhentikan secara hormat oleh Jaksa Agung Andi M. Ghalib. Aneh bin janggal, serah terima jabatan kepada penggantinya, Fachri Nasution--sebelumnya bertugas di Aceh--tidak diadakan di Ujungpandang, tapi di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa pekan ini. Dan upacara itu hanya terpaut satu hari dengan persidangan perdana Nurdin di Ujungpandang.
Ada apa di balik fenomena yang sangat tidak seirama dengan derap reformasi ini? Beberapa waktu lalu, mungkin karena geram menghadapi ulah Nurdin Halid, dari mulut Gagoek tercetus kata-kata bahwa sebaiknya ia pensiun dini. Jadwal pensiun Gagoek, yang hanya beberapa hari sebelum Nurdin disidangkan, seakan mengisyaratkan bahwa dua tokoh yang pernah menghebohkan Ujungpandang itu sama-sama mendapat "ganjaran". Gagoek dilengserkan dari Kantor Kejaksaan Ujungpandang. Sedangkan Nurdin, yang anggota DPR dari Fraksi Karya Pembangunan, Direktur Utama Pusat Koperasi Unit Desa (Puskud) di Ujungpandang, pengusaha, Direktur Utama Pusat Perkulakan Goro, sekaligus Ketua Koperasi Distribusi Indonesia, kini resmi sebagai tersangka. Nurdin selama ini lebih dikenal sebagai the Untouchable Man yang mampu menghitamkan yang putih dan memutihkan yang hitam.
Dana Rp 137 miliar yang dituduhkan dikorupsi oleh Nurdin diduga berasal dari manipulasi harga cengkeh, simpanan wajib khusus petani cengkeh, modal kerja tata niaga cengkeh, dan dana penyertaan Puskud pada beberapa bisnis. Namun, selama masa jabatan dua Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sebelum Gagoek, Nurdin luput dari jaring hukum lantaran penyidikan kasusnya dihentikan.
Ketika Gagoek ditugasi di Ujungpandang, pengusutan kasus Nurdin tak henti-hentinya didera kontroversi. Ada unjuk rasa yang meminta Nurdin diadili, ada juga demonstrasi yang justru menuntut agar Gagoek dicopot. Aksi teror dan bentrok antara Gagoek dan Nurdin sudah tak terhitung lagi. Gagoek dituduh beberapa kali meminta dana dari Nurdin. Sebaliknya, Gagoek menuding Nurdin pernah mencoba menyuapnya Rp 1 miliar.
Akibatnya, Gagoek jarang masuk kantor. Pria asal Jawa Timur itu lebih sering bekerja di rumah dinasnya. Belakangan, Gagoek, yang pernah menangani kasus korupsi Dicky Iskandar Di Nata di Bank Duta dan korupsi Bupati Maros Nasrun Amrullah, mengajukan permohonan pensiun dini.
Namun, hantaman yang menimpa Gagoek tak juga surut. Enam anak buahnya nyelonong melaporkan kasus Nurdin ke Kejaksaan Agung. Kesimpulan laporan mereka--dan ini membuat Gagoek berang--ialah kasus Nurdin tak layak diajukan ke pengadilan karena dianggap tidak merugikan keuangan negara. Selain itu, Gagoek dilaporkan Nurdin Halid ke Markas Besar Kepolisian di Jakarta. Menurut Nurdin, cerita Gagoek tentang percobaan suap terhitung fitnah. Pengacara Nurdin, Ali Abbas, malah menyinyalir adanya rekayasa politik--tak disebutkan oleh siapa--untuk menggiring Nurdin ke pengadilan. "Targetnya bukan bersalah atau tidak, tapi pokoknya Nurdin ke pengadilan," ujarnya.
Sampai di sini, cerita belum selesai karena vonis terhadap Nurdin belum jatuh. Tapi "vonis" terhadap Gagoek jatuh lebih dulu: ia diberhentikan dari jabatannya, meski masa pensiuannya bermula pada 1 Maret 1999. Tak urung Gagoek merasa sangat terpukul. Padahal, "Saya sangat berkeinginan mengikuti persidangan Nurdin, setidaknya empat kali sidang saja," kata Gagoek.
Bawahan Gagoek, Abdul Rasyid, yang menjabat kepala hubungan masyarakat, ikut terkena "imbas" dan dimutasikan ke Irianjaya. "Apa pun risikonya, saya tidak mau pindah," demikian tekad Abdul Rasyid. Anak buah Gagoek yang lain, Mustafa Cani, juga akan dipindahkan ke luar Sulawesi Selatan. Sementara itu, kuat dugaan, peradilan terhadap Nurdin Halid hanya basa-basi dan kasusnya akan dilupakan.
Adapun peruntungan Gagoek hampir mirip nasib Hakim Agung Adi Andojo pada masa Orde Baru. Pada 1995, Adi Andojo bersikukuh mempersoalkan kolusi di Mahkamah Agung, yakni dalam kasus vonis bebas atas Ram Gulumal. Memang, Adi Andojo baru dipensiunkan pada usia 65 tahun. Namun, sampai akhir masa jabatannya, ia tetap tak diberi tugas dan wewenang.
Hp. S., Tomi Lebang (Ujungpandang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo