Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Buldoser Mengguncang Kota Mandiri

Lahan 2,5 hektare di kawasan BSD dieksekusi pengadilan. Lahan itu dulu oleh pemiliknya dijual kepada Rusli, tapi ahli waris pemilik menjualnya kepada pihak BSD.

14 Desember 1998 | 00.00 WIB

Buldoser Mengguncang Kota Mandiri
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PULUHAN penghuni perumahan mewah Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, dirundung resah. Sabtu dua pekan lalu, sekitar 300 orang datang dengan truk dan memaksa masuk ke Kota Mandiri BSD, yang selama ini dikenal aman, nyaman, dan mapan. Para tamu tak diundang itu dikawal puluhan tentara dan polisi serta petugas dari Pengadilan Negeri Tangerang. Tiga buldoser tampak mengiringi mereka.

Upaya warga dan segenap petugas satuan pengamanan (satpam) BSD untuk menghadang rombongan pendatang sia-sia. Tembok gapura BSD rusak diterjang buldoser. Iring-iringan itu terus bergerak ke sektor I-7 Griya Loka dan sektor III-2 Puspita Loka di BSD. Sekitar tujuh kilometer jalan, yang tadinya mulus, rusak dilindas buldoser. Ternyata, "serangan hari Sabtu" itu dimaksudkan untuk merintis eksekusi awal atas lahan seluas 2,5 hektare di area BSD. Eksekusi itu, menurut petugas pengadilan, berdasarkan permohonan Rusli Wahyudi, yang tinggal di Jakarta Selatan. Dan Rusli juga hadir di situ, didampingi pengacaranya, I Wayan Sudirta.

Pihak BSD tentu keberatan. Soalnya, batas-batas tanah yang hendak dieksekusi tak jelas--tanah yang dikatakan sebagai milik Rusli hanya disebutkan di Kampung Jombang Lengkong Gudang (sekarang berada di kawasan BSD). Reaksi para penghuni tak kurang tegas. Mereka sudah lama tinggal di situ dan bahkan sudah pula mengantongi sertifikat tanah. Perang mulut pun terjadi. Ternyata gerak maju rombongan eksekutor tak tertahankan. Mereka mematoki persil-persil tanah yang dianggap milik Rusli. Tanpa kecuali, pohon, rumput, taman, dan trotoar pun diobrak-abrik buldoser.

Suasana memanas. Beberapa satpam BSD naik ke buldoser, berusaha keras menghentikan eksekusi. Sementara itu, meluncur masuk beberapa truk yang mengangkut anak-anak muda yang mengacung-acungkan bambu runcing. Dengan dalih "kampung mereka diserbu", mereka bergabung membantu warga dan satpam BSD. Seorang polisi berpakaian preman sempat dipukuli oleh satpam perumahan itu.

Setelah empat jam para eksekutor beroperasi, sekitar 7.000 meter persegi persil tanah bisa dipatoki. Bersamaan dengan teriakan histeris massa, pihak BSD tak henti-hentinya meminta agar eksekusi dibatalkan. Ternyata, pada Rabu, Kamis, dan Jumat pekan lalu, eksekusi dilanjutkan. Paling sedikit tanah milik 79 penghuni tak luput dari pemancangan patok-patok bercat merah.

Setelah itu, sebagian pengeksekusi pergi, tapi sebagian lagi tetap di lokasi. Rusli Wahyudi termasuk yang bertahan di lokasi. Ia mendirikan tenda dan memasang papan bertuliskan "Tanah Milik Rusli Wahyudi". Di sekeliling tenda Rusli, puluhan tentara ketat berjaga-jaga. Namun, tak jauh dari situ, di sekitar gardu jaga satpam BSD, puluhan tentara juga menunggu dalam sikap siaga.

Ada rencana, eksekusi berlanjut pekan ini, dengan didampingi petugas dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tangerang. Rentetan aksi massa itu niscaya semakin meresahkan penghuni BSD. Memang, pihak BSD, sebagaimana dikatakan kepala biro hubungan masyarakatnya, Dhony Rahajoe, memberikan jaminan tertulis kepada para penghuni bahwa mereka akan diberi ganti rugi bila rumahnya sampai tereksekusi.

Namun, BSD tetap menuntut agar eksekusi ditangguhkan. "Jangan dipaksakan eksekusinya. Kalau ternyata keliru dan menurut vonis Mahkamah Agung nanti BSD dinyatakan sebagai pemilik sah tanah itu, kan repot mengembalikan tanah yang sudah diratakan," ujar Dhony dan pengacara BSD, Thomas Tampubolon.

Rusli Wahyudi, 50 tahun, bersikukuh bahwa dirinyalah pemilik sah lahan seluas 2,5 hektare yang berlokasi di Kampung Mandiri BSD. Pengusaha bengkel dan dealer mobil di Jakarta dan Bekasi ini membeli tanah itu dari The Kim Tin pada 1991. Dengan harga waktu itu Rp 1.500 semeter persegi, Rusli membayar sekitar Rp 38 juta.

Kendati ia sudah mengantongi kuitansi pembayaran dari Kim Tin dan surat keterangan penerimaan girik dari lurah setempat, Rusli mengaku bahwa Kim Tin tak kunjung mau diajak membuat akta jual beli, bahkan sampai dia meninggal, pada 1992. Belakangan, jual beli itu tak diakui oleh istri dan anak-anak Kim Tin. Akibatnya, pada 1993, Rusli menggugat mereka ke pengadilan.

Namun, belum ada kata putus dari pengadilan, pada tahun itu juga para ahli waris Kim Tin menjual tanah tadi kepada PT Supra Veritas dan PT Simas Tunggal Centre--keduanya pemegang saham BSD. Dari situlah BSD milik Grup Ciputra itu kemudian membangun permukiman kota buatan di atas lahan seluas 6.000 hektare.

Ternyata, di pengadilan tingkat pertama dan banding, pada 1995, Rusli memenangi perkara. Tak jelas kenapa para ahli waris saat itu tak mengajukan kasasi. Yang pasti, empat bulan kemudian baru BSD mengetahui kemenangan Rusli. BSD langsung mengajukan bantahan dan gugatan terhadap Rusli. Di tingkat pertama, BSD menang, tapi kalah di tingkat banding. Kini gugatan BSD masih diproses kasasi oleh Mahkamah Agung.

Menurut Dhony Rahajoe, mestinya kedudukan hukum BSD lebih kuat ketimbang Rusli. Sebab, BSD telah membeli tanah itu dan kemudian memperoleh sertifikatnya sesuai dengan prosedur dan berdasarkan hukum. Lagi pula jual beli antara Rusli dan mendiang Kim Tin hanya berlangsung secara lisan. Artinya, tidak dibuat secara tertulis dan di hadapan para pejabat pembuat akta tanah.

Nasib tanah BSD masih belum jelas. Namun, perkara itu semakin menyingkap keburukan administrasi pertanahan. Mestinya, sewaktu perizinan lokasi dan pemberian sertifikat tanah untuk BSD sedang diproses, data riwayat jual beli antara Rusli dan Kim Tin di tingkat kelurahan ataupun kecamatan harus bisa dideteksi oleh BPN. Akibatnya, sekarang, kepastian hukum hak BSD menjadi goyang. Apalagi bila kelak rumah penghuni--sebagai pembeli beriktikad baik--sampai diratakan dengan tanah untuk kemudian diserahkan kepada Rusli.

Hp. S., Mustafa Ismail

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus