Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ali Said, Si Wartawan

Muh. said yang mengaku wartawan tempo yang bernama ali said berhasil menggaet sejumlah uang dari para bupati di irian jaya. akhirnya ditangkap & dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan 3 minggu. (krim)

4 Maret 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIA mengaku sebagai wartawan free-lance. Jadi ia juga merasa tak perlu terikat sebagai anggota PWI segala. Lalu Hakim bertanya: Apakah setiap orang yang menulis di suratkabar atau majalah dapat menamakan dirinya seorang wartawan ? Terdakwa menjawab: "Dapat. Karena wartawan tugasnya memberitakan sesuatu peristiwa.... " Yang menjawab pertanyaan di atas, terdakwa Muh. Said. Ia mengaku sebagai wartawan Majalah TEMPO dengan nama Ali Said. Tapi ternyata ia tak pernah membuat berita apa-apa. Dan lagi, dengan mengaku-aku sebagai wartawan, ternyata terdakwa telah menggaet sejumlah uang dari putra bupati di Irian Jaya pada awal 1976. Maka pengadilan Jayapura, yang dipimpin oleh Hakim M.Y. Pello SH, 13 Pebruari lalu. Menghukum Muh. Said dengan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan dan 3 minggu potong masa dalam tahanan. Tuduhan Jaksa Mangellai SmHk, bahwa terdakwa telah menggunakan predikat atau martabat palsu, sebagai wartawan dari majalah yang punya mutu dan reputasi baik di Indonesia" untuk membujuk beberapa orang menyerahkan uang dari fasilitas, telah terbukti. Yang terbujuk oleh Ali alias Muh. Said, tak hanya para bupati Irja dan pengusaha setempat. Bahkan Gubernur Soetran kena tipu juga. Muh. Said, 29 tahun berasal dari Ternate dan telah lama tinggal di Tanjungpriok, Jakarta. Ia ayah dari 3 orang anak. Pertama kali berkenalan dengan Gubernur Irja, Soetral di Hotel Sabang - Jakarta, awal 1976. Tanpa menunjukkan selembar kartu wartawan pun, Muh. Said dapat meyakinkan Soetram. Setelah wawancara ini dan itu, terutama tentang hal yang menarik bagi Pak Guh yaitu soal percengkehan di Irian, dengan mengaku bernama Ali Said, ia berjanji akan membuat wawancara hari itu di Majalah TEMPO. Soetran senang. Ia berjanji akan memuat wawancaranya. Pun, Soetran, menyediakan tiket pesawat terbang Jakarta-Jayapura p.p. agar si Ali Said dapat mengenal Irian Jaya lebih jauh - dengan mewawancarai para bupati di sana. Di Jayapura Muh Said alias Ali Said ini berperan cukup menyakinkan. Sehingga Soetran sekali lagi menyelipkan uang Rp 300 ribu di kantongnya. Dan masih ditambah sebuah radio beralat perekam Nivico. Itu belum termasuk akomodasi yang dijanjikan. Disiksa Selama di Irian Jaya. Ali Said ditemsni siang dan malam oleh gadis EZ. Mula-mula Bupati Jayapura Thonce Meset, digarap. Dari sini Ali Said memperoleh uang saku Rp 100 ribu - ditambah uang tiket pesawat ke Jakarta lagi. Dari Jayapura ia terbang ke Wamena. Setelah meninjau ke mana-mana, Bupati Karma menyelipkan uang saku Rp 100 ribu. Dari Wamena terus ke Marauke. Di sana pengusaha Willy Antonius telunjuk dan menyerahkan uang Rp 113 ribu. Dari Bupati Biak di Teluk Cendrawasih, Hendrik Wiradinata, wartawan gadungan ini berhasil menggaet Rp 200 ribu. Lalu Bupati Serui, Penilai dan Manokwan, masing-masing kena Rp 150 ribu, Rp 200 ribu dan Rp 300 ribu. Dengan beberapa yang lain, termasuk biaya akomodasi dan macam-macam lagi, para penjabat di Irian Jaya telah membiayai Ali Said lebih dari Rp 2,8 juta. Sebagian dari uang saku saja, Ali Said telah mengirim Rp 900 ribu kepada isterinya di Jakarta. Cara kerja wartawan yang satu ini membuat Sekretaris pribadi dan Ajudan Gubernur, Yopie Blei dan Kambuaya, curiga. Pengusutan dilakukan. Termasuk pengecekan ke kantor Majalah TEMPO di Jakarta. Ketahuanlah siapa si Ali Said itu. Ia bukan wartawan TEMPO. Juga bukan wartawan dari koran atau majalah manapun juga. Ia ditangkap oleh petugas dari Korem 172 Cendrawasih, 28 Maret 1976 ketika melakukan perpisahan dengan gadis EZ di Lapangan-terbang Sentani. Ia ditahan di Markas Korem sampai 1 tahun 8 bulan--tanpa surat penahanan. Juga ada keluhan lain selama berurusan dengan tentara. Katanya, kepada TEMPO ia diperlakukan tidak baik selama dalam tahanan Korem. Pokoknya ia merasa kenyang disiksa. Dan juga pernah dipaksa menandatangani surat pernyataan "diperlakukan baik-baik selama dalam tahahan" - dan itu tetap ditolaknya. Keluhan Ali Said ini memang belum tentu kebenarannya. Hanya pasal penahanan yang tak kenal itu telah dimaklumi oleh pengadilan. Makanya, masa hukumannya diperkenankan hakim untuk dipotong saja dengan masa penahanan di Korem. Jadi beberapa hari setelah vonis. Ali Said sudah boleh bebas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus