Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Hilangnya anak titipan

Yunita hadiastuti kehilangan bayinya, ditha paramita, yang dititipkan di rb sarbini dewi, yogya. ternyata ditha telah diberikan pada andi nurahman yang mengaku saudara ayah ditha.

8 Juni 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebuah rumah bersalin dengan gampang memberikan bayi kepada orang lain. Alasan: empat bulan bayinya tak ditengok. SUDAH empat bulan ibu muda itu tak bertemu bayinya. Ia merasa aman saja karena bayi itu secara resmi dititipkannya di Rumah Bersalin (RB) Sarbini Dewi, Yogya. Toh rasa kangen ibu tersebut sudah tak tertahankan. Pagi-pagi benar, Sabtu dua pekan lalu, Yunita Hadiastuti, 21 tahun, datang ke penitipan itu untuk menengok anaknya. "Rencananya, hari itu, selain tilik anak, saya juga akan mencicil tunggakan biaya perawatan," tutur Yunita, yang mengaku telah enam bulan menunggak. Begitu masuk rumah sakit itu, Yunita, yang punya panggilan Tutik, terkesiap karena boks tempat anaknya biasa dibaringkan telah kosong. Napasnya bagai tercekik, begitu ia mendapat jawaban dari seorang perawat bahwa anaknya, Ditha Paramita, sekarang ada di Surabaya. Menurut pemilik RB Sarbini Dewi, Ny. Dunuk Mujiasri, bayi Ditha diambil oleh orang yang mengaku bernama Drs. Andi Nurahman. Tutik pun menangis sejadi-jadinya. Delapan bulan lalu, Tutik menitipkan anaknya, Ditha, yang ketika itu baru berusia 53 hari, pada RB Sarbini Dewi, sebuah klinik bersalin di Kampung Tegalrejo, Yogya. Maklum, cewek bertubuh sedang ini punya pekerjaan sebagai wanita penghibur di Semarang. Ia setuju membayar biaya perawatan Rp 70.000 per bulan. "Tidak ada syarat lain, baik lisan maupun tertulis," ujar Tutik kepada TEMPO. Tapi, menurut Dunuk, waktu itu ada kesepakatan, kalau lewat tiga bulan tidak diambil, RB Sarbini Dewi tak bertanggung jawab atas anak itu. Selama anak itu dititipkan, Tutik mengaku baru membayar Rp 140.000. Selama empat bulan pertama, wanita jebolan kelas 3 SMP yang sering mondar-mandir Semarang-Yogya ini kadang-kadang masih sempat melihat bayinya. Tapi pada empat bulan terakhir ia tidak pernah lagi menjenguk anaknya, karena tak punya uang untuk menambah biaya perawatan. "Saya mau membayar tapi saya lagi tak punya uang," katanya. Begitulah, pada April lalu, menurut Dunuk, ada orang bernama Andi Nurahman yang mengaku saudara "ayah" si anak. Ia datang untuk mengambil dan merawat Ditha. Dunuk langsung menyerahkan anak itu. "Karena ada orang yang merawat, ya alhamdulillah," ujar Dunuk, yang juga bidan itu. Bayi itu memang diakui Tutik sebagai hasil hubungannya dengan seorang mahasiswa sebuah universitas swasta di Yogya. Pada 1989, Tutik, yang mengaku sudah terjun ke dunia gelap itu, kenal dengan pemuda tersebut. "Saya sangat mencintai dia, dan dia mau menikahi saya, kalau saya hamil," kata Tutik, yang berkulit sawo matang ini. Dari hubungan gelap itu lahir bayi mungil, Ditha. Namun, setelah itu Tutik ditinggal pergi sang Arjuna. Tapi, "Saya tidak menuntut dinikahi dan tidak dendam," ujar Tutik. Persoalannya, segampang itukah rumah penitipan anak menyerahkan anak orang kepada orang lain. Melalui LBH Yogya, Tutik telah melaporkan kasus itu ke Polresta Yogya. Pemilik RB Sarbini Dewi, menurut Direktur LBH Yogyakarta, Nur Ismanto, dapat dituduh melakukan kejahatan menggelapkan kedudukan warga. Sebab, klinik itu dengan gampang menyerahkan anak tersebut, tanpa diketahui ibunya, yang menitipkan bayi itu. Padahal, "Saya sudah pernah berpesan, siapa pun yang datang mau mengambil anak itu, kalau bukan saya jangan diberikan," tutur Tutik, sambil menyeka air matanya. Nyonya Dunuk mengaku salah karena tidak mencatat identitas lengkap Andi Nurahman. Tapi, katanya, ia berani menyerahkan Ditha ke orang tak dikenal itu karena Tutik sudah lama tidak datang. Sebelumnya, ia mengaku sudah berusaha mencari Tutik ke alamat yang diberikan wanita itu, baik di Semarang maupun di Yogya, tapi tak pernah ketemu. "Bagaimanapun juga, saya siap menghadapi tuntutan Tutik. Saya bertanggung jawab mengenai hal itu," ujar Dunuk, yang mengaku sudah 13 tahun bekerja di bidang itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus