HAKIM dan jaksa di Bandung dipecundangi terdakwa. Yo Toeng Moy, terdakwa kasus penipuan, kabur. Pemalsu surat kendaraan bermotor ini, dua pekan lalu menghilang dari rumahnya di kawasan Bandung Barat. Persis ketika hakim Ny. Tirafiah yang mengadili Moy di Pengadilan Negeri Bandung siap membacakan vonis. Maka, "Untuk sementara vonis ditangguhkan sambil memberi kesempatan jaksa menghadirkan terdakwa," ujar Ny. Tirafiah. Yo Toeng Moy diseret ke meja hijau dengan tuduhan melakukan penipuan terhadap Teddy Haryadi, teman sepermainannya. Ceritanya, Februari 1990, Moy menjual sedan BMW 520i yang diakui miliknya kepada Teddy. Harga disepakati Rp 120 juta dan Teddy boleh membayar separuhnya. Baru tiga hari dipakai, mobil mewah itu disita polisi. Belakangan Teddy tahu, itu mobil kreditan yang dibeli Moy dari perusahaan jual beli mobil, PT Altamira. Karena beberapa bulan Moy tak mengangsur cicilan, Altamira menyita BMW itu. Jadi surat kendaraan (BPKB) asli masih disimpan Altamira. Setelah diusut baru ketahuan, surat kendaraan itu dipalsukan Moy. Jaksa menuntut Moy dua tahun penjara. Sampai menjelang sidang, Moy berada dalam tahanan kejaksaan. Tapi setelah disidangkan, Moy, sebagai tahanan yang berada di bawah pengadilan, mengajukan permohonan tahanan luar kepada hakim. Berdasarkan Pasal 23 KUHAP, hakim, dengan pertimbangan tertentu punya wewenang mengubah status tahanan seorang terdakwa. Dasar pertimbangan hakim mengabulkan permohonan Moy, terdakwa sakitsakitan di tahanan. "Lagi pula istri terdakwa menjamin suaminya tak akan kabur," kata Ny. Tirafiah kalem. Yang kini menjadi persoalan, si istri sebagai penjamin ternyata juga ikut kabur. Maka, siapa yang bisa diminta untuk bertanggung jawab? Hakim tampaknya cuci tangan. Kejaksaan menyalahkan hakim yang telah mengubah status tahanan terdakwa. "Karena hakim yang menetapkan terdakwa ditahan luar, jadi hakim dong yang harus bertanggung jawab," ujar Kepala Humas Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Barman Zahir. Pada Maret 1989, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga pernah mengalami kasus serupa. Si "raja komputer" Yusuf Randy tersangka pemalsuan paspor dan kartu tanda penduduk raib dari Indonesia. Padahal, ia dalam status tahanan luar atas jaminan pengacaranya, Hindarsih. Siapa bertanggung jawab? Ahli hukum pidana, Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Muladi, menyatakan bahwa dalam kasus terdakwa kabur yang bertanggung jawab adalah penjamin. "Para penjamin itu bisa digugat secara perdata untuk membayar uang jaminan," katanya kepada Nanik Ismiani dari TEMPO. Dalam praktek, gugatan itu belum pernah dilaksanakan. Dalam kasus Yusuf Randy, sang pengacara yang memberi jaminan tertulis tak pernah menerima sanksi apa pun. Hakim pun tak bisa menjatuhkan vonis in absentia karena hanya perkara tindak pidana khusus saja yang bisa disidang secara in absentia. Menurut Hakim Agung Yahya Harahap dalam kapasitasnya sebagai pengamat hukum KUHAP memang belum mengatur kewajiban apa pun bagi para penjamin bila tahanan kabur. "Si penjamin praktis cuma bisa dituntut tanggung jawab moralnya saja, tak bisa dikenai sanksi hukuman," ujar Yahya. Untuk memperkecil risiko tahanan kabur, Yahya punya saran, hendaknya para penjamin dikenai wajib setor uang jaminan dalam jumlah besar. Jika orang yang menjadi tanggungannya kabur, uang jaminan itu menjadi milik negara. Lubanglubang KUHAP ini harus segera ditambal jika tak ingin diakali para pesakitan. Aries Margono, Taufik Alwie (Jakarta), dan Ahmad Taufik (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini