Sekretaris Desa dituduh menyebadani istri orang, atau membagi uang ganti rugi tanah yang tidak memuaskan. MAGRIB baru usai, Selasa pekan silam. Arfan Tajudin, 42 tahun, diajak Sarim, tetangga dan keponakan istrinya, menjaga kebun durian milik orangtua mereka. Di Desa Lubukpendam itu sekarang musim durian. Kebun tadi dijaga, maklumlah, karena hampir tiap malam selalu muncul pencuri memanen durian. Wati, istri Arfan, minta suaminya makan malam dulu. "Nanti mamang-mu menyusul ke rumah," katanya kepada Sarim. Kemudian, Arfan mengurungkan niat menjaga kebun durian milik keluarganya itu. "Saya memberi tahu Sarim, malam ini saya tidak ikut jaga kebun," kata ayah tiga anak ini pada Wati. Ia keluar rumah. Di tengah perjalanan serombongan penduduk menghadang Arfan. Tanpa tanya ba-bi-hu, mereka langsung menyergap. Arfan tidak berdaya menghadapi bulan-bulanan pengeroyok. Walau ia mengerang minta ampun, pengeroyokan terhadap dirinya terus menggebu. Tindakan itu baru berhenti ketika ada cahaya senter menyorot. Korban terhuyung-huyung menghampiri sumber cahaya. Namun, baru beberapa langkah, ia rohoh, tak berkutik lagi. Sekujur tubuhnya penuh luka bacokan. Perutnya terburai. Penyorot senter itu Munandar. Bocah berusia 10 tahun ini anak kedua Arfan. Malam itu ia menyusul ayahnya ke rumah Sarim untuk turut menjaga kebun. Baru beberapa puluh meter dari rumahnya ia mendengar ada keributan. Senter disorotkan ke arah keributan itu. Astaga, melihat ayahnya sedang dikeroyok, serta-merta si cilik ini berteriak, "Toloong. Ayah dikeroyok." Mendengar teriakan membahana, pengeroyok berhamburan menghilang dalam gelap malam. Dibantu sorot senternya, Munandar sempat mengenali pengeroyok ayahnya. "Cuma dua di antaranya yang saya hafal. Mereka itu Radial dan Alim. Saya tidak tahu berapa yang mengeroyok Ayah," kata Munandar kepada polisi. Radial, 25 tahun, dan Alim, 35 tahun, memang bukan orang asing bagi Munandar. Mereka bertetangga dekat dan berfamili. Berdasar petunjuk anak ini, keduanya kini sudah ditangkap polisi. Radial terus terang mengakui kepada pemeriksanya sebagai otak pengeroyokan. la dendam. "Saya memergoki Arfan memperkosa istri saya," ujarnya. Di pemandian umum di desa itu, istrinya, Yunani, 20 tahun, yang baru tujuh bulan dinikahinya, katanya, pernah disebadani Arfan. "Karena itu, biar saya sendiri yang bertanggung jawab," tambah pemuda bertubuh tegap itu. Polisi menyangsikan pengakuannya. "Tidak masuk akal. Kalau benar Arfan memperkosa istrinya, kenapa ia tidak melapor kepada polisi," ucap seorang pemeriksanya. "Arfan adalah korban main hakim sendiri," sela Letnan Kolonel B.P. Aritonang, Kadispen Polda Sumatera Bagian Selatan. Ia belum memastikan motif pembunuhan tersebut karena sedang dalam penyidikan. Walau demikian, berdasarkan keterangan dari pelbagai pihak, polisi menduga pembunuhan Arfan berlatar ganti rugi pembebasan tanah untuk perkebunan cokelat PT Kultindo Rejeki. Uang ganti rugi yang diberikan setahun lalu itu kabarnya tidak memuaskan penerima. Penduduk sulit berkutik. Arfan, selain Sekretaris Desa Lubukpendam di Kabupaten Bengkulu Utara itu, ternyata merangkap petugas keamanan, serta calo tanah kebun cokelat tadi. "Suami saya memang dipercayai membagikan uang ganti rugi tanah untuk penduduk yang tanahnya terkena proyek," begitu Wati mengakui kepada TEMPO. Sebaliknya, Radial dan Alim membantah pembunuhan yang mereka lakukan berlatar ganti rugi tanah. Radial bersikeras, "Tak ada kaitannya dengan tanah. Kami membunuh karena perkosaan terhadap istri saya."Hasan Syukur, Marlis Lubis, Aina R. Aziz (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini