"Teman Papa yang berjenggot itu tubuhnya tinggi." Dan baru sekop yang ditemukan. TERBONGKARNYA pembunuhan ibu bersama anak itu gara-gara lagu Naik-Naik ke Puncak Gunung. Sebetulnya peristiwa yang terjadi belum lama ini di Kampung Ambon, Cengkareng, yang tidak jauh dari Jakarta, sudah menyulut curiga sejak siang itu. Selain lagu tadi berulang terdengar, ditambah lagi ada bocah menangis di lantai dua rumah itu. Nyonya Non Nitalessy, ketua RT di sana, siang itu juga menyuruh warga mencari Nancy Sutono ke sekitar kompleks. Sebab Nancy, 31 tahun, bila pergi suka meninggalkan anaknya dalam keadaan pintu rumahnya dikunci. Karena tangis belum reda, Non menyuruh beberapa anak lelaki melongok dengan memanjati tembok untuk mencari suara. Sehabis itu, dari jendela mereka lihat Mimi, 1 tahun, menangis sesenggukan di sebelah kakaknya yang terbujur dengan hidung berdarah. "Seperti sedang tidur," kisah Non kepada TEMPO pekan silam. Tetangga kesulitan menolong karena pintu terkunci. Tiba malam, Non mencium lagi yang tak beres pada saat ia dilapori tetangga bahwa air kamar mandi luber di rumah Nancy. Kerannya tidak ditutup. Bahkan, suara tangis dan lagu tadi masih terdengar berselang-seling. Non bergegas minta bantuan ke Polsek Cengkareng. Ketika polisi datang, beberapa warga yang berkerumun di rumah itu, malam itu, berusaha menolong dengan mendobrak jendela. Dari arah dapur para ibu yang datang menjerit begitu melihat Nancy dari jendela yang tertelungkup dekat kulkas. Polisi mendobrak pintu dapur. Nancy, yang hanya bercelana pendek, ditemukan tewas. Lehernya dicekik, kuat-kuat diikat dengan tali rafia. Untuk membuka tali itu polisi menggunakan pisau. Seluruh wajah Nancy biru lebam. Mulutnya disumpal. Anita Yapi, 6 tahun, anak sulungnya, di lantai atas nasibnya sama. Lehernya dijerat tali, tangannya patah. Rupanya, sebelum dihabisi tangan bocah SD ini dipelintir. Suami korban, Herman Japutra, 37 tahun, ketika kejadian sedang di Jepang. Lelaki itu pernah menjadi salesman mobil Toyota. Kemudian, kakak Nancy menawarinya kerja kasar di Jepang. Pada tetangga, Herman mengatakan bekerja sebagai tukang potong rumput. Perkawinan Herman dan Nancy, menurut orangtua korban, sudah -lama tidak harmonis. Herman temperamental. Bila bertengkar, ia sering memukul. "Tubuh Nancy sampai biru-biru," ujar Lestari Sutono, ibunda Nancy. Mereka sempat pisah ranjang delapan bulan, setelah Nancy bersama kedua anaknya mengungsi ke rumah ibunya. Namun, Herman terus-menerus menelepon anak-anaknya. Nancy mengalah. Mereka akur lagi setelah Nancy pulang ke Cengkareng. Pada siang sebelum kejadian, memang ada yang melihat Nancy menerima dua tamu lelaki. Mereka itu tentu sudah dikenalnya. Nancy yang ramah itu sebenarnya tidak gampang membuka pintu. Kalau ada tamu, ia mengintip dari balik gorden. Kalau tamu itu dikenalnya, barulah pintu dibukanya. "Jika tidak, ia diam saja berdiri di pintu pagar," kata Alloysius Lindia, tetangganya. Herman, yang muncul sehari setelah kejadian, kelihatan terpukul. Ia rajin menyambangi paranormal, berusaha mencari si pembunuh. Apalagi didengarnya pembantu rumahnya pernah kemasukan roh Nancy dan Anita. Pada saat ia kesurupan, pembantu yang baru seminggu kerja dan belum akrab dengan Nancy itu memperagakan cara pembunuhan dilakukan. Ketika roh Anita masuk ke tubuh pembantu itu, ia menyebutkan ciri-ciri pelaku. Katanya, "Teman Papa yang berjenggot itu tubuhnya tinggi." Pembantu tadi sudah berhenti setelah dua kali ia kesurupan. Menurut polisi, motif pembunuhan Nancy bukan perampokan. Semua perhiasan di lemari yang tak terkunci itu utuh. Dugaan polisi, pelakunya lebih dari seorang. Sri Pudyastuti R. dan Ivan Haris
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini