Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Umpan di Kamar 104

Anak korban pemerkosaan di Lampung Timur diduga pernah dijual pelindungnya kepada seorang pegawai rumah sakit. Salah satu kasusnya pernah kandas di kantor polisi.

18 Juli 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kamar 104 (kanan) di Hotel Yestoya, Way Jepara, Lampung Timur, tempat korban diperkosa, 16 Juli 2020. Foto: M. Yoga Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dian Ansori diduga menjual perempuan 13 tahun kepada seorang pegawai rumah sakit.

  • Dian diklaim sebagai tokoh lembaga swadaya masyarakat dan pernah menjadi pengurus partai politik.

  • Polisi diduga pernah mendamaikan laporan pemerkosaan dan memberikan duit kepada korban.

PENYIDIK Kepolisian Daerah Lampung mendatangi salah satu hotel di Jalan Lintas Pantai Timur Sumatera, Way Jepara, Lampung Timur, Senin, 13 Juli lalu. Nina—bukan nama sebenarnya—menuntun mereka. Perempuan 13 tahun itu memandu para penyidik ke sebuah kamar di lantai dasar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Langkah mereka berhenti di kamar nomor 104. Kamar itu berukuran sekitar 4 x 6 meter. Di bagian teras teronggok dua kursi rotan. Nina meyakini pernah mendatangi kamar itu bersama seorang pria dewasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mengalami peristiwa kekerasan seksual di sana. “Polisi sedang mempelajari dugaan trafficking,” ujar Anugerah Prima, pengacara Nina dari Lembaga Bantuan Hukum Lampung, pada Jumat, 17 Juli lalu.

Nina, kata Prima, tak ingat pasti tanggal kedatangannya ke hotel. Menurut dia, peristiwa itu terjadi di tengah proses pendampingan dirinya sebagai korban kekerasan seksual periode Januari-Juni.

Nina sebelumnya berada di bawah perlindungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lampung Timur. Namun petugas P2TP2A yang seharusnya melindungi Nina, Dian Ansori, 51 tahun, diduga memerkosanya berkali-kali.

Olah tempat kejadian perkara di kamar 104 di hotel itu merupakan kelanjutan penyidikan terhadap Dian. Selain memerkosa, Dian diduga menjual Nina kepada seorang teman lamanya. Nina mengaku masih mengingat dengan jelas wajah pria yang ditemuinya di hotel tersebut.

Pria berinisial B itu pegawai salah satu rumah sakit di Lampung Timur. Namanya muncul saat penyidik memeriksa Nina. Kepada penyidik, Nina mengenal B dari Dian. Perkenalan berlanjut lewat telepon.

Suatu hari, Nina mengaku sakit perut. B mengajak Nina ke kawasan kota untuk diobati. “Nyatanya malah diajak ke hotel,” ucap Prima.

Nina mengaku dipaksa melayani B di kamar hotel. Setelah melampiaskan nafsunya, B menyerahkan uang Rp 700 ribu kepada Nina. Ia juga meminta Nina menyerahkan Rp 200 ribu dari uang itu kepada Dian.

Pengacara Dian Ansori, Panca Kusuma, membenarkan kabar bahwa penyidik pernah menanyakan nama B kepada kliennya. Menurut dia, B adalah petugas rumah sakit yang memiliki hubungan baik dengan P2TP2A.

Namun Panca membantah tuduhan perdagangan manusia dalam kasus ini. Ia mengatakan Dian mempertemukan B lantaran Nina mengeluh sakit perut. “B lalu membawa korban ke salah satu klinik di kawasan Sukadana, Lampung Timur,” ucapnya.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad membenarkan penyelidikan dugaan perdagangan manusia yang dialami Nina. Polisi juga mendalami dugaan pelanggaran lain yang dilakukan Dian dan orang-orang yang mungkin terlibat. “Tapi fokus kami tetap pada kekerasan seksual. Berkas ini yang harus dipercepat penyelesaiannya,” tutur Zahwani.

Hingga saat ini, kata dia, polisi sudah memeriksa 12 saksi. “Tersangka memang masih berkelit atas tuduhan pemerkosaan. Tapi penyidik punya keyakinan lain karena dukungan alat bukti,” ujarnya.

Eko Wahyudi, sahabat Sugiyanto, ayah Nina, meminta polisi tak berhenti pada peristiwa kekerasan seksual dan perdagangan manusia. Dian juga, kata dia, diduga memeras orang lain dengan menggunakan Nina sebagai umpan.

Dalam kejahatan ini, Dian diduga melibatkan petugas P2TP2A lain, seorang kepala dusun, polisi, dan tentara. “Modusnya menawarkan penyelesaian damai,” ucapnya. Dian, kata Eko, ditengarai menjadi otak pemerasan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Pol­da Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad. Antara/Damiri

Salah satu kasus pemerasan sempat berlanjut ke kantor Kepolisian Resor Lampung Timur, pertengahan April lalu. Waktu itu, Dian memerintahkan Nina menghubungi mantan pacarnya berinisial AAP, 21 tahun. AAP mendatangi rumah Nina di Desa Labuhan Ratu 7, Lampung Timur.

Warga sekitar kemudian menggerebek AAP di rumah Nina. Ada seorang polisi dan tentara saat itu. Keduanya menekan AAP dan Nina untuk mengakui hubungan badan di luar nikah. Mereka diduga memeras AAP jika tak mau kasus itu dilaporkan ke polisi.

Pemerasan dengan modus perdamaian itu menemui jalan buntu karena keluarga Nina yang merasa ternodai tak mau berdamai. Kasus ini berujung pada pelaporan dugaan pencabulan anak di bawah umur oleh AAP ke Polres Lampung Timur.

Laporan Nina mentok di tengah jalan. Alih-alih melanjutkan penyelidikan, seorang penyidik di Polres Lampung Timur menawarkan jalan damai kepada Sugiyanto, 51 tahun. “Penyidik menyarankan agar diuangkan saja. Nanti Nina dapat bagian sekian juta,” ucap Eko.

Sugiyanto, kata Eko, menerima uang damai Rp 5 juta yang diserahkan oleh seorang polisi. Tapi Sugiyanto merasa tak enak hati. Tanpa curiga, ia menghubungi Dian Ansori. Ia menyerahkan duit Rp 3 juta untuk membantu pelayanan P2TP2A kepada Dian.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Lampung Timur Ajun Komisaris Faria Arista membenarkan kabar bahwa penggerebekan itu dilaporkan ke polisi. Awalnya, menurut dia, mereka melapor ke Kepolisian Sektor Labuhan Ratu.

Petugas piket meneruskan laporan itu ke Polres Lampung Timur karena Polsek Labuhan Ratu tak memiliki polisi wanita untuk menangani korban anak perempuan. Faria juga membenarkan ada upaya perdamaian agar kasus tak dilanjutkan. Tapi, kata dia, inisiatif itu berasal dari aparat desa. “Tapi tidak ada pembagian uang,” tutur Faria.

Nina makin yakin Dian Ansori memiliki jaringan yang kuat di kepolisian. Dalam berbagai kesempatan, selain melakukan penganiayaan, Dian mengancam akan memenjarakan Nina dan ayahnya jika berbicara soal pemerkosaan. “Dian menakut-nakuti korban bahwa selalu diawasi polisi,” ujar Eko.

Panca Kusuma membantah jika kliennya disebut terlibat pemerasan. Ia mengklaim Dian adalah tokoh di Lampung Timur dengan rekam jejak baik. Sebelum bertugas di P2TP2A, Dian memimpin lembaga swadaya masyarakat anak dan pengurus partai politik. “Justru aparat desa setempat yang meminta klien saya memberikan pendapat untuk kasus tertentu,” ucapnya.

Dengan rekam jejak itu, Panca sangsi kliennya terlibat kekerasan seksual terhadap anak. Apalagi, kata dia, Dian banyak membantu anak-anak bermasalah selama ini. Ia mengklaim Sugiyanto sendiri yang meminta bantuan Dian untuk mendampingi Nina. “Dia bahkan membantu akan menyekolahkan korban ke SMP,” ujarnya.

Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad memahami kondisi psikologis Nina. Ia berjanji polisi akan menuntaskan kasus ini. Itu sebabnya, penyidik bergerak cepat dengan memeriksa delapan saksi secara paralel pada 7 Juli lalu.

Penyidik juga sudah melakukan gelar perkara. Zahwani meyakini Dian Ansori tak akan lolos dari jeratan hukum. “Hukuman kepada tersangka bahkan bisa bertambah karena dia seharusnya orang yang mengayomi anak-anak,” katanya.

RIKY FEDIANTO, HENDRY SIHALOHO (LAMPUNG TIMUR)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus