Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Hakim agung Sudrajad Dimyati menerima jatah suap Rp 800 juta.
KPK turut menggeledah ruang hakim agung lain.
Komisi Yudisial menyiapkan sidang kode etik yang berujung sanksi pemecatan.
EMPAT penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi rumah Desy Yustria di Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis dinihari, 22 September lalu. Anggota staf kepaniteraan Mahkamah Agung itu tak berkutik ketika personel komisi antirasuah menyodorkan surat perintah penggeledahan. Desy menjadi target operasi tangkap tangan (OTT) setelah KPK menangkap dua tersangka pemberi suap hakim agung Sudrajad Dimyati.
Penggeledahan yang berakhir menjelang pagi itu menemukan bukti penting berupa uang sebesar Sin$ 205 ribu atau sekitar Rp 2,15 miliar. Tim penyidik menemukannya dalam sebuah kotak penyimpanan, sekilas menyerupai kamus setebal tujuh sentimeter.
Tapi itu hanya kamuflase. “Luar biasa ini, the new English dictionary. Buku tapi di dalamnya ada uang,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri ketika menyampaikan keterangan pers tentang suap hakim agung pada Kamis malam, 22 September lalu.
Uang tersebut diperoleh Desy dari Eko Suparno, pengacara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di sebuah hotel di Bekasi, sehari sebelumnya. Eko ditangkap bersama rekannya, Yosep Parera, pada Rabu, 21 September lalu, tak lama setelah pulang ke Semarang, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPK Firli Bahuri bersama anggota penyidik menunjukkan barang bukti kotak penyimpan uang berbentuk kamus bahasa Inggris di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 23 September 2022/TEMPO/Imam Sukamto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim penyidik juga menciduk lima orang lain secara terpisah. Dari kesaksian delapan orang itu, Firli menjelaskan, KPK menetapkan status tersangka terhadap sepuluh orang. KPK turut menyita uang Rp 50 juta lain dari para tersangka sehingga total uang menjadi Rp 2,2 miliar.
Selain Desy, Eko, dan Yosep, KPK menetapkan status tersangka kepada tiga anggota staf Mahkamah Agung, yakni Muhajir Habibie, Nurmanto Akmal, dan Albasri. Uang suap itu disebut akan dibagikan kepada hakim agung Sudrajad Dimyati dan seorang hakim yustisial, Elly Tri Pangestu. KPK menahan keduanya sehari kemudian, Kamis, 22 September lalu.
Selain Eko dan Yosep, KPK menetapkan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto sebagai tersangka pemberi suap. Keduanya adalah debitor KSP Intidana sekaligus klien Eko dan Yosep.
Suap yang berasal dari Tanaka dan Ivan diduga sebagai uang “terima kasih” untuk perkara yang berkaitan dengan KSP Intidana di Mahkamah Agung. Tanaka dan Ivan tengah bersengketa dengan KSP Intidana. Mereka melaporkan sejumlah perkara, di antaranya pemailitan KSP Intidana, ke pengadilan.
Kasasi kasus pemailitan sudah diputus Mahkamah Agung pada 31 Mei lalu. Sudrajad Dimyati adalah ketua majelis hakim kasasi tersebut. Putusan itu mengabulkan gugatan pailit Tanaka dan Ivan. Saat ini kasus tersebut memasuki proses peninjauan kembali.
Tanaka dan Ivan meminta Yosep dan Eko mengurus penanganan perkara itu di Mahkamah Agung. Keduanya bertemu dengan Desy di Mahkamah Agung. Desy mengajak Muhajir Habibie dan Elly Tri Pangestu menjadi penghubung kepada majelis kasasi. “Desy merupakan representasi Dimyati,” tutur Firli.
Dimyati tak langsung ditahan saat KPK menggelar OTT. Ia menyerahkan diri pada Jumat, 23 September lalu, seusai berkonsultasi dengan koleganya. “Sebelum mendatangi KPK, beliau sempat mendatangi gedung MA menanyakan respons dan restu dari rekan-rekan sesama hakim,” ujar juru bicara Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro.
Andi Samsan enggan mengomentari perkara yang tengah membelit Dimyati dan lima anggota staf MA lain. Ia menjamin Mahkamah Agung bakal kooperatif dan membantu penyidikan kasus suap tersebut.
Selepas menerima restu pimpinan Mahkamah Agung, KPK menggeledah beberapa ruangan pada Jumat, 23 September lalu. Di antaranya ruang kerja Dimyati, ruangan hakim agung Takdir Rahmadi, dan ruangan anggota staf Gazalba Saleh, yang juga hakim agung. Penggeledahan berlanjut pada Senin dan Selasa, 26 dan 27 September lalu, termasuk di rumah Dimyati.
Gazalba adalah hakim kasasi yang menghukum Ketua KSP Intidana Budiman Gandi Suparman lima tahun penjara dalam kasus pemalsuan akta autentik. Sementara itu, Takdir adalah hakim yang ditunjuk menangani peninjauan kembali putusan kasasi yang memailitkan KSP Intidana. Berdasarkan register perkara, penunjukan Takdir terjadi pada 21 September lalu atau persis pada hari penangkapan pengacara KSP Intidana.
Kuasa hukum Yosep Parera dan Eko Suparman, Luhut Sagala, menyatakan kliennya mengaku bersalah dan siap dihukum seberat-beratnya. Yosep dan Eko mengklaim tak pernah mengenal Dimyati atau hakim agung lain yang menangani perkara Intidana.
Selama pengurusan kasus itu, Luhut menambahkan, keduanya hanya menjalin komunikasi dengan Desy, anggota staf Mahkamah Agung. “Desy akrab disebut orang kepercayaan sejumlah hakim agung,” ucap Luhut.
Lewat keterangan tertulis, Yosep menyatakan kasus yang menjeratnya adalah momentum menyuarakan kritik terhadap penegakan hukum. Selama ini, menurut dia, masyarakat kecil banyak yang sulit mendapat akses keadilan.
Mereka kerap berhadapan dengan tembok tebal. Ia berharap kasus ini bisa membuka mata, telinga, dan hati para penegak hukum. “Peristiwa ini bukan malapetaka bagi saya,” katanya.
Dimyati merupakan hakim agung yang pertama kali terjerat operasi tangkap tangan. Ia bergabung dalam jajaran hakim bertoga kuning sejak 2014. Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilihnya bersama Amran Suadi dan Puwosusilo untuk mengisi kekosongan kursi hakim kamar perdata. Setahun sebelumnya, ia ikut mencalonkan diri, tapi kandas akibat skandal suap.
Dugaan suap menyeruak ketika Dimyati bertemu anggota Komisi III dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Bahruddin Nashori, di toilet gedung DPR. Seorang jurnalis melihatnya memberikan amplop kepada Bahruddin di sela-sela proses uji kepatutan dan kelayakan. Kasus itu sempat ditelisik Komisi Yudisial, meski kandas akibat minimya alat bukti.
Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro usai menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait penetapan tersangka kasus suap pada Hakim Agung Sudrajad Dimyati di Gedung MA, Jakarta, 23 September 2022/ANTARA /Aditya Pradana Putra
Kini, di tengah penyidikan KPK, Komisi Yudisial kembali bergerak. Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan pihaknya tengah menyiapkan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik Dimyati. Penyelidikan kasus itu ditangani bersama Mahkamah Agung.
Jika ditemukan cukup unsur untuk menjatuhkan sanksi pemecatan tidak dengan hormat, menurut Mukti, Komisi Yudisial bakal mengajak Mahkamah Agung menggelar sidang Majelis Kehormatan Dewan. “Kasus ini mencederai kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” ujarnya.
Penangkapan Dimyati menambah panjang daftar kasus suap yang menyeret “wakil Tuhan”. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sedikitnya ada 26 hakim terseret kasus pidana suap sejak 2012.
Praktik itu umumnya melibatkan anggota staf sebagai penghubung. “Penyelesaian bawah tangan terkadang banyak tak terendus. Apalagi jika itu dilakukan di luar negeri. Sulit bagi KPK melakukan OTT,” ujar peneliti ICW, Lalola Ester.
•••
KASUS yang menyeret hakim agung Sudrajad Dimyati berawal dari permohonan pembatalan akta perdamaian (homologasi) yang diajukan sepuluh deposan Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Mereka meminta hakim kasasi menganulir putusan pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang yang menolak permohonan gugatan karena dianggap prematur. Gugatan yang diajukan pada Januari lalu itu dianggap menyalahi akta homologasi yang dibuat pada 7 Desember 2015.
Direktori putusan Nomor 1/Pdt.Sus-Pembatalan Perdamaian/2022/PN Niaga Smg tertanggal 22 Maret 2022 menyebutkan akta perdamaian itu masih berlaku. Hakim Suwanto yang memimpin sidang menolak permohonan pailit karena Intidana dianggap masih memiliki iktikad baik untuk mengembalikan dana para anggota. Pengembalian hak para deposan pemilik dana di atas Rp 50 juta dilakukan sejak 2021 selama lima tahun.
Putusan itu dianulir majelis hakim kasasi yang dipimpin Dimyati. Rapat musyawarah hakim kasasi tertanggal 31 Mei 2022 mengabulkan permohonan untuk membatalkan akta perdamaian (homologasi) dan menyatakan Intidana pailit.
Dalam putusan perkara nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022, seluruh aset Intidana berada dalam penguasaan tim kurator. Tanaka dan Ivan adalah dua dari sepuluh deposan yang mengajukan gugatan ini.
Belakangan, terungkap putusan itu adalah pesanan. Tanaka dan Ivan membujuk para hakim dengan iming-iming Sin$ 202 ribu. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan pembagian itu disepakati Rp 250 juta untuk Desy.
Muhajir Habibie menerima jatah sebesar Rp 850 juta dan Elly Rp 100 juta. Elly juga menerima sekitar Rp 800 juta untuk diserahkan kepada Dimyati. Hingga awal Oktober lalu, Dimyati belum menunjuk pengacara.
Polemik yang menyeret KSP Intidana punya riwayat panjang sejak 2015. Ketika itu kondisi keuangan KSP Intidana sempat oleng akibat penarikan uang dalam jumlah besar. Puluhan ribu deposan berbondong-bondong menarik simpanan setelah mengetahui skandal penggelapan uang Rp 5 miliar oleh salah seorang pengurus KSP Intidana Wonokromo, Surabaya. “Sempat terjadi rush,” ujar pengacara KSP Intidana, Wahyu Rudy Indarto.
Intidana awalnya sebuah koperasi sehat yang mengelola dana sekitar Rp 900 miliar. Total anggotanya mencapai 44 ribu orang. Penarikan uang itu membuat Intidana limbung dan sempat berada dalam pengawasan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Wahyu mengklaim kewajiban pengembalian dana masih berjalan setelah berjalannya skema kesepakatan homologasi. “Skema 1-3 sudah kami bayarkan semua. Skema 4 masih berjalan,” tuturnya.
Di tengah sengkarut itu, Ketua KSP Intidana Handoko berhasil meyakinkan pengusaha Heryanto Tanaka untuk menanamkan uangnya. Total uang yang ia setor sebesar Rp 45 miliar. Tanaka tertarik akan skema keuntungan deposito berjangka.
Namun, ketika jatuh tempo, cek yang diserahkan Intidana tak bisa dicairkan. Setiap cek tertanggal 1 Juli 2022 bernilai Rp 11 miliar dan cek tertanggal 6 Juli 2022 bernilai Rp 16 miliar.
Kuasa hukum Tanaka, Petrus Selestinus, menyebutkan kliennya merasa ditipu karena baru menyadari persoalan keuangan Intidana di kemudian hari. Ia sempat bernegosiasi dengan Handoko yang berujung penyerahan 40 sertifikat tanah dan bangunan, aset KSP Intidana. Sertifikat itu dijadikan jaminan. Namun ketidakjelasan pengembalian dana mendorong Tanaka melaporkan Handoko ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Di tengah proses penyidikan, Petrus menambahkan, sejumlah anggota melayangkan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang melalui pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang. Namun gugatan itu dicabut lantaran pengurus KSP Intidana menjalin akta perdamaian dengan para anggotanya. Perjanjian tertanggal 7 Desember 2015 itu menyepakati skema pengembalian dana dalam jangka waktu lima tahun tanpa bunga.
Dalam akta disebutkan pengembalian dana pada tahun pertama (2016-2017) dialokasikan bagi anggota yang memiliki simpanan Rp 5 juta, 2017-2018 untuk pemilik dana Rp 5-10 juta, 2018-2019 untuk pemilik dana Rp 10-25 juta, dan 2019-2020 bagi pemilik dana Rp 25 juta-Rp 50 juta. Ada juga untuk tahun terakhir (2020-2021) bagi pemilik simpanan Rp 50 juta ke atas. Dalam akta juga disebutkan Handoko tetap mengurus KSP hingga Januari 2021.
Anggota KSP Intidana menunjukkan surat pernyataan dukungan agar koperasi itu tidak dipailitkan Pengadilan Niaga Semarang, 2 Juli 2020/ANTARA/ I.C.Senjaya
Ketika itu Handoko baru saja dijatuhi vonis dua tahun enam bulan penjara. Hukumannya diperberat di tingkat kasasi menjadi empat tahun penjara. Di tengah hukuman itu, Budiman Gandi Suparman menggelar rapat umum luar biasa pada 27 Februari 2016.
Budiman diangkat sebagai Ketua KSP Intidana menggantikan Handoko. Tapi Tanaka menolak putusan itu. “Akta homologasi menetapkan Handoko sebagai ketua hingga 2021,” ujar Petrus.
Kisruh kepengurusan ganda membuat Tanaka melaporkan Budiman ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI atas tuduhan pemalsuan akta. Putusan yang berlanjut hingga kasasi itu berujung sanksi bui selama lima tahun untuk Budiman. “Putusan itu sudah kami jalankan. Budiman menyerahkan diri pada 8 September 2022 dan langsung kami eksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Kedungpane, Semarang,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Semarang Emy Munfarida.
Emy menyampaikan Kejaksaan sudah menemui Budiman untuk membicarakan penguasaan 40 sertifikat yang tengah berada dalam penyitaan jaksa. Sebab, putusan berkas perkara 326 K/Pid/2022 menyatakan barang bukti itu harus dikembalikan kepada KSP Intidana melalui Budiman. “Barang bukti itu akan kami kembalikan dengan disaksikan pihak koperasi. Demi prinsip kehati-hatian,” katanya.
SYAFWAN THAARIQ, ROSSENO AJI, JAMAL ABDUN NASHR (SEMARANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo