Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tewas Sebelum Bersaksi

Pembunuhan PNS Semarang terjadi sehari sebelum ia bersaksi peristiwa korupsi. Tubuhnya dibakar dan dimutilasi.

2 Oktober 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PNS Kota Semarang, Iwan Budi Paulus, ditemukan tewas terbakar dan dimutilasi di kawasan Pantai Marina.

  • Meninggal sehari sebelum menjadi saksi kasus korupsi di Kepolisian Daerah Jawa Tengah.

  • Polisi tak kunjung menemukan pembunuh dan motif pelaku.

MENERIMA permohonan perlindungan dari tiga saksi pembunuhan pegawai negeri sipil (PNS) di Semarang, Jawa Tengah, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun ke Kota Semarang pada Kamis-Jumat, 29-30 September lalu. Mereka menggali sejumlah kejanggalan pembunuhan pegawai Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang, Iwan Budi Paulus, 51 tahun, tersebut.

Jasad Iwan ditemukan terbakar dan tak utuh di kawasan Pantai Marina, Semarang, pada Kamis, 8 September lalu. Sepeda motornya ikut terbakar. Ia diperkirakan dibunuh dan dimutilasi saat dinyatakan hilang pada Rabu, 24 Agustus lalu. Hingga awal Oktober lalu, Kepolisian Resor Kota Semarang belum berhasil mengungkap motif dan pembunuh Iwan.

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu meminta polisi tak hanya berfokus menggali motif pembunuhan Iwan. Informasi yang diperoleh timnya menyebutkan penyidik tak kunjung menemukan alasan Iwan dibunuh. “Ada baiknya penyidik tidak usah memaksakan motif kalau memang tidak ada titik terang,” kata Edwin saat dihubungi pada Jumat, 30 September lalu.

Edwin menyarankan penyidik merunut rute berkendara Iwan pada hari ia dinyatakan hilang dan sehari sebelumnya atau pada Selasa, 23 Agustus lalu. Pada hari dinyatakan hilang, kamera pengawas atau CCTV merekam Iwan tengah berkendara sendirian dengan sepeda motor memasuki kawasan Pantai Marina.

Rekaman itu menunjukkan Iwan terlihat membawa tas berkelir biru atau hijau. Padahal ia tidak membawa tas saat berangkat dari rumah. “Dari mana dia mendapatkan itu? Apa isinya? Ini perlu dicek,” ujar Edwin.

Kematian Iwan makin mencurigakan karena ia berstatus saksi korupsi hibah tanah PT Karya Deka Alam Lestari kepada Pemerintah Kota Semarang pada 2010 yang sedang ditangani Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Ia sudah beberapa kali secara informal berkomunikasi dengan penyidik. Iwan menghilang persis satu hari sebelum penyidik meminta keterangannya untuk dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iwan Budi Paulus, semasa hidup/Istimewa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penemuan jenazah Iwan bermula saat Selamet Mujianto, 36 tahun, bekerja di Pantai Marina pada Kamis sekitar pukul 11.00 WIB, 8 September lalu. Ia sedang membersihkan semak dan ilalang di sekitar pantai menggunakan buldoser. Saat itu, ia melihat sepeda motor yang sudah hangus terbakar. “Saya bekerja membuka rumput, ada bangkai sepeda motor,” ucapnya.

Awalnya ia mengira itu hanya bangkai sepeda motor biasa yang ditinggalkan orang. Selamet tetap melanjutkan pekerjaan tanpa turun mengecek temuannya tersebut. Dia meninggalkan sepeda motor itu begitu saja. ‘Saya tidak sempat turun. Tidak tahu kalau ada mayatnya,” tuturnya.

Selamet melaporkan temuan sepeda motor kepada mandornya pada sore hari sebelum pulang. Saat dicek ulang, ditemukan mayat yang sudah hangus dan tanpa kepala di sepeda motor. Selamet mengaku tak mencium asap dan melihat api. Temuan mayat itu kemudian dilaporkan ke Polresta Semarang.

Keluarga ternyata sudah menunggu kabar Iwan selama berhari-hari. Duka menyelimuti istri Iwan, Onee Anggarawati, dan keluarganya saat polisi memastikan jenazah tersebut adalah suaminya.

Onee tak menemukan kejanggalan saat Iwan pamit berangkat kerja pada Rabu pagi, 24 Agustus lalu. Iwan dijadwalkan menjadi narasumber sosialisasi sebuah program di salah satu hotel.

Iwan sempat meminta ganti seragam yang disiapkan istrinya. “Mengingatkan seragamnya salah, saya gosok ulang,” kata Onee. Iwan juga memberikan uang kepada anaknya untuk memperbaiki kamar kos. Keluarga tersebut memiliki usaha indekos di samping rumah mereka.

Iwan meninggalkan rumah mengendarai sepeda motor tanpa buru-buru. Biasanya, dia berangkat kerja menggunakan mobil. Namun, sejak dua pekan terakhir, ia beralih mengendarai sepeda motor lantaran lalu lintas jalan di sekitar tempat tinggal mereka sering macet.
 
Kamera pengawas di dekat gerbang kompleks rumah merekam Iwan mengendarai sepeda motor matik berkelir merah dan bernomor polisi H-9799-RA, mengenakan helm hitam, jaket hitam, dan masker, pada pukul 06.45 WIB. Ia juga terekam melintasi Jalan Madukoro yang mengarah ke wilayah Marina pada pukul 07.11 WIB.

Dari rekaman CCTV di menara Pantai Marina pada pukul 07.24 WIB, Iwan terlihat melintas dengan tambahan tas yang ditaruh di antara jok dan kemudi. Tas ini masih menjadi misteri dan belum ditemukan. Pada pukul 07.30 WIB, berdasarkan pengecekan cell tower dump, telepon seluler Iwan sudah tidak aktif.

Iwan seharusnya mengisi daftar presensi di kantor pada pukul 08.00. Jarak dari Pantai Marina ke kantor Iwan memang tidak jauh, bisa ditempuh sekitar 15 menit menggunakan sepeda motor. Tim LPSK menduga Iwan menyanggupi bertemu dengan seseorang di Pantai Marina karena berada di dekat kantor sehingga tak terlambat mengisi presensi. “Mungkin ia menduga pertemuan itu singkat sehingga bisa langsung ke kantor,” tutur Edwin Partogi.

Absen pada daftar presensi dihindari pegawai negeri karena mengurangi insentif. Sehari sebelumnya, atau pada Selasa sekitar pukul 17.00 WIB, 23 Agustus lalu, Iwan meninggalkan kantor tanpa mengisi presensi. LPSK sudah mewawancarai teman sekantor Iwan. Temannya menganggap perilaku Iwan tak lazim.

Edwin Partogi menengarai Iwan tak dibunuh di Pantai Marina. Sebab, tak ditemukan jejak darah. Padahal di jasad Iwan yang hangus itu ditemukan dugaan luka senjata tajam. “Di tempat kejadian perkara juga ada pisau. Hasil autopsi, dia dibunuh dulu baru dibakar,” ujarnya.

Jaket, helm, dan sepatu Iwan pun belum ditemukan. Sementara itu, kaus dalam dan kemeja yang dikenakan Iwan masih melekat dan ikut terbakar. Jam tangan yang dipakai Iwan masih menyala. “Artinya jaket dan sepatu sempat dicopot. Dia dibunuh di mana? Jangan dibatasi TKP-nya. Di sana bisa jadi hanya tempat dia dibakar,” ucap Edwin.

Jasad PNS Pemkot Semarang Iwan Budi Paulus yang ditemukan tewas terbakar di kawasan Marina Semarang diserahkan ke pihak keluarga di kamar jenazah RS Dokter Kariadi Semarang, 21 September 2022/ANTARA/ I.C.Senjaya

Untuk mencari pelaku, Edwin berharap polisi menyisir kendaraan yang lalu lalang di sekitar Pantai Marina sejak Rabu pagi, 24 Agustus lalu. Lokasi tersebut sepi dan dekat dengan salah satu sekolah swasta. Kendaraan yang melintas umumnya untuk mengantar atau menjemput anak sekolah saja.

Edwin menyatakan kasus korupsi yang dihadapi Iwan tak terlalu ganjil. Iwan juga tercatat pegawai senior yang sudah terbiasa menjadi saksi. “Dia kenal dengan banyak penyidik. Kasusnya juga masih penyelidikan,” ujarnya.

Iwan akan menjadi saksi korupsi hibah tanah PT Karya Deka Alam Lestari kepada Pemerintah Kota Semarang pada 2010. Dari biaya sertifikasi Rp 3 miliar, hanya Rp 400 juta yang dipakai untuk honor tim, rapat, dan lainnya. Sisa biaya itu sudah dikembalikan ke kas negara.

Kepala Polresta Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan penyidiknya masih menelusuri pembunuhan Iwan. Belum ada satu pun pihak yang dicurigai. Sejauh ini polisi baru merilis rekaman kamera yang memperlihatkan aktivitas Iwan sebelum dinyatakan hilang. “Masih penyelidikan, 26 saksi sudah diperiksa,” tuturnya.

Dalam kasus dugaan korupsi hibah lahan yang tengah diusut, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Iqbal Alqudusy mengatakan tak ada perkembangan yang signifikan. “Kami masih mendalami pengumpulan bahan keterangan,” katanya.

JAMAL ABDUN NASRH (SEMARANG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus