Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PLN meneken kesepakatan produksi kendaraan listrik dengan Hyundai Kefico.
Pada tahap awal, PLN dan Hyundai akan membuat 100 sepeda motor listrik.
IBC dan Mind ID juga menjajal produksi kendaraan listrik.
ADA rencana besar yang bakal digarap PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN. Pada 19 Juli lalu, perusahaan setrum pelat merah ini meneken nota kesepahaman dengan Hyundai Kefico & Consortiums. Isinya adalah kerja sama produksi kendaraan listrik roda dua. “Kami akan membangun pabrik sepeda motor listrik beserta infrastruktur dan operasi stasiun penukaran baterai,” kata Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo kepada Tempo, Sabtu, 1 Oktober lalu.
Produksi sepeda motor jelas bukan lini bisnis utama PLN. Namun sektor tersebut bisa menjadi industri masa depan yang digarap PLN. Menurut Hartanto, pada tahap awal PLN dan Hyundai Kefico merancang model bisnis untuk mengakselerasi ketersediaan infrastruktur dan komponen kendaraan listrik roda dua.
Target awal kerja sama itu adalah produksi 100 unit sepeda motor listrik dan 1.000 sepeda motor listrik hasil konversi sepeda motor berbahan bakar minyak. Proyek tersebut bakal berlangsung selama 14 bulan ke depan. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo optimistis kerja sama ini akan menguntungkan perseroan ataupun mitra bisnisnya.
Sebelum bekerja sama dengan Hyundai Kefico, PLN terlibat dalam ekosistem industri kendaraan listrik nasional. PLN bersama tiga perusahaan pelat merah lain, yaitu Mind ID, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Pertamina (Persero), mendirikan Indonesia Battery Corporation (IBC). Setiap BUMN itu memegang 25 persen saham IBC, yang digadang-gadang bakal menjadi produsen baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara.
Dalam rencana awal, perusahaan ini didirikan hanya sebagai produsen baterai kendaraan listrik dan ekosistem pendukungnya. Pertimbangannya adalah potensi produksi nikel—bahan baku baterai kendaraan listrik—nasional yang menjadi garapan PT Aneka Tambang Tbk dan Mind ID. Sedangkan PLN dan Pertamina bermain di sisi hilir sebagai penyedia energi listrik dan fasilitas penukaran baterai serta stasiun pengisian energi listrik.
Kini agaknya IBC bakal bermain lebih jauh dengan memproduksi kendaraan listrik. Setelah gagal mengakuisisi Street Scooter—produsen pikap listrik asal Jerman—pada awal tahun ini, IBC membidik Gesits, produsen sepeda motor listrik hasil patungan PT Gesits Technologies Indo dan PT Wijaya Karya Industri dan Manufaktur (WIMA). IBC telah menandatangani perjanjian pengikatan jual-beli dan pengambilan saham bersyarat atau conditional share purchase and subscription agreement dengan WIMA pada 31 Maret lalu.
Walhasil, IBC dan PLN selaku pemegang sahamnya bisa jadi bersaing dalam bisnis sepeda motor listrik.
•••
DALAM skema restrukturisasi bisnis Perusahaan Listrik Negara yang dirancang Kementerian Badan Usaha Milik Negara, IBC berada di bawah holding alias perusahaan induk grup PLN setidaknya sampai akhir tahun ini. Pada 2023, PLN akan menempatkan Indonesia Battery Corporation di bawah subholding Beyond kWh. Perusahaan ini adalah induk bagi anak dan cucu usaha PLN yang berbisnis di luar penjualan listrik dan pengadaan sumber energi pembangkit listrik.
Beyond kWh bakal menjalankan fungsi strategis karena lini bisnisnya sangat luas, dari jaringan Internet, jasa kontraktor, telekomunikasi, hingga kendaraan listrik. “Bisa saja nanti PLN dan Hyundai membentuk perusahaan patungan dan ditempatkan pada subholding Beyond kWh,” ucap Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa.
Dengan langkah semacam ini, PLN bakal agresif bermain di sektor bisnis kendaraan listrik dan ekosistem pendukungnya, seperti produksi baterai dan pendirian stasiun pengisian listrik. Namun prospek pasar industri ini belum terlalu besar.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin, 19 September lalu, Direktur Utama IBC Toto Nugroho mengatakan sampai saat ini pertumbuhan pasar kendaraan listrik masih minim. Produksi sepeda motor listrik saja, dia mencontohkan, baru 14 ribu unit sepanjang tahun lalu. “Ini harus bisa kita tingkatkan. Di Cina sudah ada 30 juta sepeda motor listrik,” ujarnya.
Sejumlah produsen otomotif, antara lain Wuling dan Hyundai, memang mulai membuat mobil listrik di Indonesia. Pasarnya pun diperkirakan cerah, ditandai dengan tingkat pemesanan atau inden yang cukup tinggi, khususnya untuk mobil listrik dengan harga di kisaran Rp 200-300 juta. Apalagi Presiden Joko Widodo sudah merilis instruksi bagi kementerian, lembaga negara, dan pemerintah daerah untuk mengganti kendaraan dinas mereka dengan mobil dan sepeda motor listrik.
Namun Toto tetap khawatir penjualan kendaraan listrik tak cukup untuk menutup skala produksi baterai IBC yang berjalan besar-besaran. Apalagi IBC kini menggarap dua pabrik besar. Bersama LG Energy Solution, raksasa baterai asal Korea Selatan, IBC menggarap proyek Titan yang bakal menghasilkan baterai hingga 10 gigawatt per tahun. Ada pula Proyek Dragon yang digarap IBC bersama Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co Ltd dari Cina. Proyek ini berlangsung di Halmahera Timur dan Kalimantan Utara.
Belum lagi produksi baterai berjalan penuh, IBC malah mencoba bisnis pembuatan kendaraan listrik. Sejumlah sumber yang ditemui Tempo menyebutkan keinginan IBC masuk ke bisnis kendaraan listrik melalui Gesits sempat menaikkan tensi para pemegang saham. Inilah salah satu alasan yang ditengarai menjadi penyebab gagalnya IBC mengakuisisi Street Scooter dari Jerman. Kabar akuisisi terhadap Gesits, yang valuasinya ditaksir mencapai Rp 250 miliar, juga sudah berlalu tanpa kejelasan selama tujuh bulan.
Saat dimintai tanggapan tentang hal ini, Toto Nugroho belum memberikan jawaban. “Corporate Secretary yang akan beri brief,” katanya pada Sabtu, 1 Oktober lalu. Namun, hingga tulisan ini diturunkan, Corporate Secretary IBC Muhammad Sabik juga tak memberikan jawaban.
Di tengah mengambangnya rencana ini, PLN muncul dengan proyek bersama Hyundai. PLN juga sudah memulai penyediaan stasiun pengisian listrik untuk kendaraan, yang jumlahnya mencapai 139 unit di 48 kota hingga Juni lalu. Hingga akhir tahun ini, PLN menargetkan penambahan 110 stasiun lagi. Kerja sama produksi dengan Hyundai menjadi salah satu upaya PLN untuk menciptakan ceruk pasar stasiun pengisian listrik.
Ada pula rencana lain. Pada Sabtu, 1 Oktober lalu, Menteri BUMN Erick Thohir mengunggah foto pertemuannya dengan Arrival, perusahaan pembuat kendaraan listrik asal London, Inggris. Di akun Instagram-nya, Erick mengatakan Mind ID dan Arrival akan bekerja sama mengembangkan pabrik mikro untuk kendaraan listrik di Indonesia dan Asia Tenggara. BUMN pun bakal berpacu untuk memproduksi kendaraan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo