Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Santri Pesantren Gontor meninggal hanya karena menghilangkan delapan pasak tenda.
Pihak pesantren sempat menutupi penyebab kematian santri.
Kekerasan di pesantren Gontor diduga sudah lama berlangsung.
TANGIS Siti Soimah pecah saat menyambut kedatangan ambulans yang membawa jasad anak sulungnya, Albar Mahdi, 17 tahun, pada Selasa, 23 Agustus lalu. Warga Kelurahan Sei Selayur, Kecamatan Kalidoni, Palembang, Sumatera Selatan, itu meminta petugas membuka peti. Ia ingin memeriksa jasad Albar yang telah menempuh perjalanan darat dari Pesantren Gontor Kampus Pusat, Ponorogo, Jawa Timur.
Kegundahan Soimah, 45 tahun, dan suaminya, Rusdi, 48 tahun, makin berkecamuk ketika melihat sejumlah kejanggalan pada jasad santri Gontor itu. Di bagian dada dan kedua kaki Albar terlihat luka lebam. Ada luka lecet dan darah yang mengalir dari mulut.
Soimah sempat menanyakan penyebab kematian anaknya kepada Agus Mulyana, wakil Pesantren Gontor yang diutus mengantarkan jasad Albar. “Awalnya disebut meninggal karena terjatuh di dapur,” ujar Soimah.
Soimah mengaku ragu atas penjelasan Agus. Penjelasan Agus makin terasa ganjil setelah keluarga menerima surat keterangan kematian yang diterbitkan dokter Rumah Sakit Yasyfin Darussalam—rumah sakit milik Gontor—yang pertama kali memvisum jasad Albar.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo