Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Aliran Dana Bersandi Unta

Perkara korupsi di Badan Keamanan Laut merembet ke sejumlah politikus Partai Golkar. Mereka dituding menerima aliran dana.

27 Mei 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

POLITIKUS Golkar, Fayakhun Andriadi, mulai menyeret sejumlah koleganya dalam pusaran kasus korupsi pengadaan monitor satelit dan pesawat pemantau tanpa awak di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Fayakhun sebagai tersangka kasus ini pada Februari 2018. Beberapa pekan terakhir ini, KPK memeriksa sejumlah petinggi Partai Golkar terkait dengan suap proyek senilai Rp 1,2 triliun itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertengahan Mei lalu, KPK memeriksa Wakil Koordinator Bidang Kajian Strategis Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Yorrys Raweyai karena disebut telah menerima uang dari Fayakhun. "Dia (Fayakhun) menyebut saya menerima uang Rp 1 miliar," ujar Yorrys seusai pemeriksaan. "Katanya untuk pemenangan dia sebagai Ketua Golkar Jakarta."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK menetapkan Fayakhun karena ia diduga menerima uang suap sebesar US$ 300 ribu dari Direktur Utama PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, yang merupakan pemenang tender. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah memvonis Fahmi 2 tahun 8 bulan penjara.

Duit yang diduga diterima Fayakhun merupakan bagian dari komitmen fee 1 persen atau setara dengan US$ 900 ribu dari nilai proyek Rp 1,2 triliun. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menduga Fayakhun menerima fulus itu karena mengawal dan meloloskan proyek tersebut di Senayan agar bisa masuk anggaran perubahan 2016. Ketika itu, Fayakhun duduk sebagai anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebulan setelah penetapan tersangka, KPK menahan Fayakhun di Rumah Tahanan Kelas I A Jakarta Timur cabang KPK.

Pada awal Mei lalu, Fayakhun kemudian mengajukan permohonan justice collaborator kepada KPK. Menurut seorang aparat penegak hukum yang mengetahui permohonan itu, Fayakhun mulai menyinggung keterlibatan beberapa koleganya di Partai Golkar. Salah satunya Yorrys Raweyai.

Yorrys mengatakan penyidik KPK mencecar dia dengan 14 pertanyaan seputar aliran dana tersebut. Yorrys mengatakan tudingan tersebut tidak beralasan karena ia tidak memiliki kaitan dengan pemilihan Golkar Jakarta. "Saya juga tidak dekat dengan dia," kata Yorrys.

Selain itu, menurut Yorrys, Fayakhun tidak bisa mendetailkan bagaimana uang tersebut bisa sampai ke tangannya. "Katanya lewat sopir saya, tapi yang mana. Saya malah menawarkan ke KPK sekalian semua sopir saya diperiksa."

Tudingan juga mengarah ke Menteri Sosial Idrus Marham. Senin pekan lalu, meski tidak ada jadwal pemeriksaan, Idrus mendatangi KPK. "Saya perlu klarifikasi karena nama saya disebut," ujarnya. "Saya sudah bukan anggota Dewan ketika proyek ini disahkan."

Selain memeriksa dua nama tersebut, KPK memeriksa Ketua DPD Golkar Jakarta Utara Olsu Babay; kader Golkar, Bukhori; dan mantan Ketua Badan Anggaran Kahar Muzakir. Mereka membantah menerima suap.

Seorang aparat penegak hukum lainnya mengatakan KPK sebenarnya berharap Fayakhun akan buka-bukaan soal koleganya. "Tapi informasinya belum signifikan," kata sumber ini. Bahkan Fayakhun juga belum mau mengakui perbuatannya yang diduga mengatur dan mengawal anggaran proyek tersebut di DPR. Makanya KPK mengabaikan permohonan dia sebagai kolaborator.

Ketika dimintai konfirmasi soal ini, Febri Diansyah mengakui Fayakhun memang mengajukan permohonan sebagai kolaborator. Namun ia belum bisa berkomentar soal status permintaan itu. "Yang jelas, jangan setengah-setengah. Kalau setengah-setengah pasti kami tolak dan dia juga harus mengakui perbuatannya," ujar Febri.

Cerita soal uang ke Golkar pertama kali mencuat ketika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menggelar sidang dengan terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut Nofel Hasan, medio Januari lalu. Dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum dari KPK, Kiki Ahmad Yani, mencecar Managing Director PT Rohde and Schwarz, Erwin Arif, soal aliran US$ 300 ribu tersebut. PT Rohde and Schwarz adalah pemegang hak penjualan untuk satelit monitor dan drone.

Kiki menunjukkan percakapan antara Fayakhun dan Erwin pada 4 Mei 2016. Dari percakapan itu, Fayakhun menghubungi Erwin untuk meminta pembayaran 1 persen. Fayakhun juga menyebut jatah komitmen miliknya akan digunakan untuk kepentingan Musyawarah Nasional Partai Golkar. Tahun itu, Golkar menggelar musyawarah nasional di Bali pada pertengahan Mei.

Fayakhun meminta pembayaran jatah tersebut dibagi dalam dua termin. US$ 300 ribu diserahkan dalam bentuk uang tunai, sedangkan sisanya ditransfer ke rekening. Tanpa menyebut nama, menurut Fayakhun, uang tunai tersebut akan diserahkan untuk para petinggi di Munas Golkar. "Yang buat umat belakangan saja, ini petinggi dulu," kata Kiki membacakan percakapan itu.

Jaksa mengungkapkan, Fayakhun disinyalir bersekongkol dengan seseorang bersandi "Unta" untuk memuluskan proyek-proyek tersebut di Bakamla. Orang itu juga diduga menerima cipratan uang dari korupsi tersebut. Ditanya jaksa soal ini, Fayakhun tak membuka siapa orang di balik sandi itu. "Saya tak tahu," ujarnya di persidangan.

Fayakhun ditengarai memiliki peran penting dalam perkara suap Badan Keamanan Laut. Seorang politikus di Senayan mengatakan sudah jamak menjadi pengetahuan bahwa Fayakhun semacam "koordinator" proyek Bakamla. Dia disebut bertugas "mengawal" anggaran Bakamla. Ketika itu Bakamla meminta kenaikan anggaran dari Rp 334 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. Namun belakangan hanya disetujui Rp 1,5 triliun.

Sejak awal Fayakhun memang dijanjikan mendapat komitmen fee sebesar 1 persen dari nilai proyek Rp 1,2 triliun. Sumber lain yang merupakan aparat penegak hukum mengatakan uang inilah yang kemudian ditagih oleh Fayakhun untuk musyawarah nasional meski anggaran perubahan belum disahkan. "Sebab, dia menghitungnya nilai proyek, bukan total anggaran Bakamla," kata sumber ini. "Jadi ijon di depan."

Erwin Arif belum membalas surat permintaan wawancara yang dikirimkan Tempo ke kantor Rohde and Schwarz di pusat perkantoran Cibis Nine, Cilandak, Jakarta Selatan. Namun, dalam persidangan itu, Erwin membenarkan permintaan Fayakhun. Menurut dia, uang tersebut kemudian dikirim lewat seorang perantara.

Ketika diperiksa KPK pada pertengahan April lalu, Fayakhun tidak banyak berkomentar. "Nanti lihat di persidangan saja," ujarnya. Namun, dalam beberapa kesempatan di persidangan, Fayakhun membantah menerima uang dari proyek tersebut. Fayakhun juga menyangkal percakapan antara dia dan Erwin soal Munas Golkar. "Tidak pernah ada percakapan itu. Ada yang meretas telepon saya dan menggunakan nama saya untuk memeras," katanya dalam persidangan Januari lalu.

Aparat penegak hukum lainnya mengatakan satu-satunya petunjuk untuk mengusut aliran duit dari Fayakhun ke petinggi partai itu adalah lewat Irvanto Hendra Pambudi, keponakan Setya Novanto, mantan Ketua DPR. Irvanto adalah salah satu tersangka dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik, yang juga menjerat Setya. "Ada uang yang mengalir ke Irvan dari Fayakhun," ujarnya. Irvan membantah terlibat dalam perkara Badan Keamanan Laut ini.

KPK telah memeriksa Irvanto dalam perkara Bakamla. Febri Diansyah mengatakan tidak bisa menjelaskan isi pemeriksaan. "Yang jelas untuk kelengkapan berkas tersangka FA (Fayakhun)," kata Febri.

Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan KPK akan mengusut aliran dana Bakamla tidak hanya di Fayakhun. "Kami akan follow the money," ucapnya. "Mereka yang menikmati suap proyek ini akan kami kejar."

Syailendra Persada, Taufiq Siddiq, M. Rosseno Aji, Puspa Maya


Mengalir Sampai Beringin

SETELAH menetapkan politikus Golkar, Fayakhun Andriadi, sebagai tersangka dugaan suap pengadaan satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla), Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sejumlah petunjuk baru. Dari pengakuan Fayakhun dan tersangka lain kasus itu, komisi antikorupsi mendapat informasi adanya aliran dana ke sejumlah nama dan berbagai keperluan. Beberapa di antaranya diduga mengalir ke politikus Partai Golkar dan anggota Dewan Perwakilan rakyat serta untuk pendanaan penyelenggaraan musyawarah nasional partai beringin pada Mei 2016.

Mereka yang Terlibat

Swasta:

1. Fahmi Darmawansyah
» Direktur Utama PT Merial dan Komisaris Utama PT Melati Technofo
» Peran: Pemenang lelang dan penyedia suap
» Jumlah uang suap: Rp 54 miliar
» Vonis: 2 tahun 8 bulan

"Benar," kata Fahmi dalam persidangan ketika jaksa KPK menyebut nama-nama yang diduga menerima uang.

2. Muhammad Adami Okta
» Anggota staf PT Merial dan PT Melati
» Peran: Membawa uang dari Fahmi Darmawansyah untuk Fahmi Al-Habsyi dan pejabat Bakamla
» Vonis: 1 tahun 6 bulan

3. Hardy Stefanus
» Anggota staf PT Merial dan PT Melati
» Peran: Membawa uang dari Fahmi untuk Al-Habsyi dan pejabat Bakamla
» Vonis: 1 tahun 6 bulan

4. Ali Fahmi alias Fahmi Al-Habsyi
» Narasumber Bakamla bidang perencanaan dan anggaran
» Peran: Menawarkan proyek kepada Fahmi Darmawansyah, mengurus anggaran di DPR, mengurus lelang, membawa Hardy Stefanus ke Bakamla untuk mempermudah dokumen lelang
» Status: Tidak diketahui

Badan Keamanan Laut:

1. Eko Hadi Susilo
» Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla
» Menerima US$ 10 ribu, 10 ribu euro, Sin$ 100 ribu, dan US$ 78.500
» Vonis: 4 tahun 3 bulan

2. Bambang Udoyo
» Direktur Data dan Informasi Bakamla
» Menerima Rp 1 miliar
» Vonis: 4 tahun 6 bulan

3. Nofel Hasan
» Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla
» Menerima Rp 1 miliar
» Vonis: 4 tahun

Diduga Mengalir ke Mana-mana

1. Fayakhun Andriadi
» Anggota Komisi Pertahanan DPR
» Peran: Diduga mengawal dan meloloskan anggaran proyek Bakamla
» Diduga menerima US$ 300 ribu.
» Status tersangka di KPK per Februari 2018.

"Nanti lihat di proses hukumnya saja, aku no comment."

2. Dua anggota Komisi XI, Bertu Merlas dari Partai Kebangkitan Bangsa dan politikus NasDem, Donny Imam Priambodo
» Diduga ikut memudahkan urusan penganggaran.
» Disebut dalam persidangan Fahmi diduga ikut menerima bagian uang Rp 54 miliar lewat Al-Habsyi.
» Keduanya membantah.

3. Musyawarah Nasional Golkar 17 Mei 2016
» Diduga ada aliran US$ 300 ribu dari Fayakhun.

"Bro, kirim dulu US$ 300 ribu untuk munaslub. Ini buat pemimpin, sisanya yang umat belakangan saja," kata Fayakhun kepada Managing Director PT Rohde and Schwarz, distributor monitor satelit, Erwin Arif, seperti ditirukan oleh jaksa di persidangan.
» Fayakhun membantah percakapan ini.

4. Irvanto Hendra Pambudi, keponakan Setya Novanto
» Diduga menjadi perantara ke Golkar.
» Menolak berkomentar setelah diperiksa KPK.

5. Yorrys Raweyai, Wakil Koordinator Bidang Kajian Strategis Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar
» Disebut Fayakhun menerima Rp 1 miliar.

"Saya tidak pernah ada urusan dengan Bakamla dan pemenangan Fayakhun sebagai Ketua DPD Golkar, apalagi dia menyebut uang itu diberikan lewat sopir saya. Sopir yang mana."

6. Idrus Marham, Menteri Sosial
» Disebut Fayakhun menerima Rp 1 miliar.
» Idrus membantah menerima uang dari Fayakhun.

"Saya tidak pernah menerima uang dari Fayakhun."

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus