Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bebas dengan tambahan hukuman

Wee ah goh, penyelundup 14 batang emas, dari singapura ke indonesia. dibebaskan dari hukuman berdasarkan sk menteri keuangan, yang merubah ppn impor emas menjadi nol%. keputusan hakim menguntungkan. (hk)

10 September 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jikalau undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya. (Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). DIKATAKAN bernasib baik, tersangka Wee Ah Goh agaknya memang begitu. Ia, terdakwa penyelundup 14 batang emas, tak disangka-sangka dibebaskan dari segala tuntutan hukum oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara Timur pertengahan Agustus lalu. Sebenarnya ia memang terbukti berbuat (kejahatan pelanggaran) seperti tuduhan jaksa: Membawa masuk 14 lempeng emaske Indonesia dari Singapura dengan caragelap. Ia tidak memberikan keterangan, dalam daftar isian yang sudah disediakan. untuk memberitahukan barang bawaannya. Maksudnya memang hendak mengelabui petugas pabean lapangan terbang Halim PK dengan tujuan menghindari kewajiban membayar bea masuk dan pajak lainnya. Tapi ketika berada dalam tahanan selama 20 bulan, sambil menunggu perkaranya dibereskan pengadilan, di luar terjadi perubahan ketentuan yang menguntungkan bagi perkaranya. Menteri Keuangan, 24 Mei lalu, memutuskan: bea masuk dan PPn impor bagi emas menjadi nol%. Berdasarkan SK Menteri Keuangan itulah, yang dianggap telah.merubah undang-undanD yang dilanggar Wee Ah Goh, Hakim lismar Siregar SH membuat keputusan yang menguntungkan terdakwa. Bebas. Pesawat Garuda GA 989, Desember 1975, mendarat di Halim PK jam 19.15 dari Singapura. Wee Ah Coh, 28, tinggal di Chuan Guan Str (Singapura) turun dari pesawat bersama penumpang lain. Ia mengaku hanya sebagai pelayan toko. Turun dari pesawat, menuju tempat pemeriksaan pabean, ia menjinjing 2 koper berwarna coklat. Koper yang tak terkunci itu, oleh petugas anti penyelundupan dibuka dan diperiksa secara teliti. Ternyata di dalamnya terdapat 14 lempeng emas bercap Matthey London 9999. Di antaranya 8 batang (litemukan dalam koper di antara tumpukan pakaian. Lainnya terbungkus kain, rapi, dalam koper satunya lagi. Barang bawaan Ah Goh ini jelas selundupan. Sebab pembawanya tak mencantumkannya dalam formulir pemberitahuan barang yang sudah disediakan. Jika barang itu lolos dari mata petugas, berarti negara akan dirugikan pemasukan pajak dan bea masuknya sekitar Rp 20 juta lebih. Dalam pemeriksaan di pengadilan, Ah Goh yang bisa berbahasa Cina -- karena itu di sampingnya duduk seorang penterjemah di bawah sumpah -- mengakui segala perbuatannya. Ia, katanya, hanya orang suruhan saja. Yang menyuruhnya membawa emas adalah seorang yang bernama Mr Lee (nama yang biasa dipakai oleh penyelundup barang maupun imigran gelap baik dari Singapura maupuIl dari Hongkong). Siapa yang bakal menerima emas itu di Indonesia Ah Goh juga menyatakan tak kenai orangnya. Ia hanya diperintahkan oleh Mr Lee untuk menemui tukang tadahnya di sebuah hotel. Dan untuk pekerjaannya itu Ah Goh menerima upah 700 dolar. Ia berdiri di pengadilan tanpa pembela. Kepada hakim, dalam pembelaannya, hanya minta hukuman yang seenteng-entengnya. Dan hakimpun memenuhi permintaannya. Ia dibebaskan, walaupun kejahatannya terbukti, karena diselamatkan oleh SK Menkeu. Tapi semua emas bawaannya dinyatakan disita untuk negara. Alasan Bismar, antara lain, toh barang itu tak diakui sebagai milik Ah Goh sendiri. Dan Mr Lee sendiri juga tak dikenal siapa dan di mana alamatnya. Menurut Bismar berdasarkan undang-undang tindak pidana ekonomi -- dalam kasus semacam itu - tindakan ini dibenarkan. Tambahan lagi, menurut penilaian hakim, "tidak ternyata ada itikad baik dari Mr Lee." Barang Berbahaya Bagi Bismar, yang sudah kerap kali membuat keputusan menarik, diakuinya "memang baru sekali ini menghadapi kasus yang demikian." Lalu tepatkah keputusannya terhadap Ah Goh? Itu masih harus menunggu keputusan resmi dari Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung. Apa lagi jaksa penuntut umum, Sudibyo Saleh SH yang menuntut hukuman 4 tahun penjara potong tahanan dan tambah denda Rp 20 juta serta barang bukti harus dirampas untuk negara, menyatakan naik banding. Secara umumpun, seperti biasanya, dari para Hakim Tinggi bahkan :lakim Agung, sulit diharapkan penjelasan spontan mengenai persoalan hukum. Semuanya harus serba resmi dan menunggu sampai perkara memperoleh keputusan. Namun dari kalangan tak resmi sudah ada komentar bagi keputusan Bismar. Pertama-tama, memang harus dipertanyakan lebih dulu: "Adakah orang yang bebas dari hukuman pokok, yang berarti jelas sudah dinyatakan perbuatannya itu tak dapat dihukum, dapat dikenai hukuman tambahan saja?" Begitu seperti yang dipertanyakan oleh M. Assegaf pembela dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Lalu adakah SK Menteri dapat merubah undang-undang? Seperti diketahui "perubahan undang-undang, apalagi yang menyangkut penerapan pasal KUHP, harus melalui Presiden dan DPR." Lalu penyitaan barang, bukan sebagai hukuman tambahan karena hukuman pokoknya tak dikenakan mungkin ditetapkan oleh hakim. Tapi hanya mengenai barang-barang yang berbahaya jika dikembalikan kepada pemiliknya. "Misalnya saja barang bukti itu berupa senjata api," kata Sudiryo SH dari Bagian Pidana Mahkamah Agung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus