"POKOKNYA perbuatan dilakukan oIeh tertuduh dalam keadaan waras
dan tidak bila." Begitu kata Muchtarum SH, Kepala Kejaksaan
Tinggi Kalimantan Selatan, di Banjarmasin. Itulah sebabnya,
walaupun tertuduh drs. K eks Kepala Tata Usaha merangkap
Bendaharawan Kantor Telepon Banjarmasin -- kelihatannya sakit
jiwa dan perlu dirawat di RS Jiwa perkaranya akan jalan terus.
Paling tidak sampai terdakwa duduk di muka hakim.
Jaksa dalam sidang ke-26, sampai pada acara penuntutan. Ia minta
agar hakim menghukum drs. K dengan hukuman penjara 6 tahun
potong tahanan. Di samping itu juga dituntut agar terdakwa
membayar denda Rp 3 juta (subsider 6 bulan kurungan). Jaksa John
Wahanie berpendapat, terdakwa cukup terbukti bersalah, "telah
melakukan kejahatan korupsi."
Dalam kedudukan dan jabatannya menurut jaksa, sekitar bulan
Oktober 1974 s/d Juli 1975 terdakwa telah menggelapkan uang
negara lebih dari Rp 33 juta. Seharusnya uang sekian itu
distorkan kc BNI. Tapi dengan mempennainkan pembukuan, terdakwa
berhasil mengantonginya sendiri. Atasannya, Kepala Daerah Telkom
IX, terkecoh. Kejahatan drs. K ini baru terbongkar, Oktober
1975, setelah ketidakberesan pembukuannya dicium oleh petugas
kantor pusat di Bandung.
Sumbangan
Mula-mula persoalan K ini akan diselesaikan secara kekeluargaan.
Apalagi seperti kata terdakwa uang itu tidak dimakannya
sendirian. Sebagian ada yang disumbangkannya untuk keperluan
orang lain. Misalnya: Untuk membiayai pertandingan bridge dan
pekan olah raga Telkom." Biasa membagi-bagikan hasil korupsi
untuk dana ini dan sumbangan itu. Tapi setelah K ternyata tak
dapat mengembalikan uang yang pernah dikeduknya perkara lalu
diteruskan ke kejaksaan dan pengadilan.
Mendengar tuntutan jaksa kelihatannya terdakwa K jadi senewen.
Orang yang gagah ini, berkumis dan berjanggut tebal dan biasa
duduk tegak di kursinya, tiba-tiba menjadi sakit. Sakitnya,
menurut beberapa perawat di RS Jiwa, memang berhubungan dengan
syarafnya. Dr. Alfred Sarajar tidak menjelaskan persis keadaan
terdakwa. Dokter ini hanya menyarankan agar K istirahat sebentar
dari acara pengadilan. Hakim kini yang harus sabar menunggu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini