Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PARA pemakai jasa wartel yang berhasrat memakai sambungan langsung internasional lewat saluran 001 dan 008 kini perlu bersabar dulu. Meski Mahkamah Agung sudah mengetukkan palu menyatakan PT Telkom harus mencabut pemblokiran dua saluran itu, putusan itu ternyata belum sampai ke kantor pusat Telkom di Bandung. ”Kami belum menerima putusan itu,” kata juru bicara PT Telkom, Eddy Kurnia.
Mahkamah Agung, pertengahan Januari lalu, mengeluarkan putusan penting bagi konsumen wartel alias warung telekomunikasi. Mahkamah menyatakan, Telkom melanggar Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni memonopoli jalur internasional lewat saluran 017. Akibatnya, hanya saluran itu yang tersedia di bilik-bilik wartel.
Putusan Mahkamah itu memperkuat putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebelumnya, komisi yang menangani kasus monopoli Telkom itu telah memerintahkan Telkom menghapus pemblokiran saluran internasional 001 dan 008 karena dinilai melanggar Undang-Undang Antimonopoli.
Kasus yang menyeret Telkom ini bermula dari laporan pemblokiran saluran internasional 001 dan 008 milik Indosat oleh sejumlah wartel. ”Laporan datang dari wartel-wartel di daerah yang banyak didatangi wisatawan asing, seperti Batam dan Bali,” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Wartel Indonesia, Sriyanto.
Mereka, kata Sriyanto, ada yang mengadu tak bisa memakai lagi 001 dan 008 untuk ke luar negeri. Yang lain menyebut saluran itu bisa dipakai, tapi dipindahkan ke 017. Yang terakhir ini adalah saluran internasional milik Telkom yang menggunakan teknologi VOIP (voice over internet protocol). Sayangnya, saluran itu kurang jernih. ”Banyak konsumen komplain karena saluran 017 tidak bagus,” kata Sriyanto.
KPPU yang mendengar kasus ini lalu turun tangan. Pada Februari 2004 Komisi mulai menangani kasus ini. Tujuh bulan kemudian, tepatnya pada Agustus 2004, Komisi menjatuhkan putusan: Telkom terbukti melakukan praktek monopoli. Perusahaan ini diperintahkan mencabut ketentuan yang menyatakan wartel hanya boleh menjual produk Telkom.
Telkom tak terima atas putusan itu dan membawa masalah ini ke Pengadilan Negeri Bandung. Hasilnya, melegakan Telkom. Menurut pengadilan, putusan Komisi cacat hukum karena tidak memakai hukum acara dengan semestinya. Alasannya, selain saksi Telkom tidak disumpah, anggota Komisi pun tidak lengkap saat memeriksa kasus itu. Putusan yang diketuk pada November 2005 tersebut menuding KPPU mengabaikan adanya hak eksklusif Telkom untuk layanan domestik.
Giliran KPPU yang mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut. Mahkamah Agung ternyata mendukung putusan Komisi. Pada 15 Januari lalu, majelis hakim kasasi yang dipimpin Marianna Sutadi membatalkan putusan pengadilan. Menurut Mahkamah, KPPU sudah tepat menggunakan hukum acara Undang-Undang Larangan Monopoli untuk kasus ini. Soal substansi perkara, Mahkamah sependapat dengan KPPU. ”Hak eksklusif tidak terus melekat walaupun kompensasi belum dibayarkan,” demikian bunyi putusan majelis hakim agung.
Menurut Mahkamah, Telkom dan Indosat memang diberi hak eksklusif oleh pemerintah. Telkom untuk saluran domestik, Indosat di saluran internasional. Tapi, setelah munculnya Undang-Undang Telekomunikasi pada 1999, hak istimewa itu dihentikan. Menteri Perhubungan pada 2004 juga mengeluarkan surat keputusan untuk penghentian hak eksklusif tersebut.
Ketua KPPU, Mohammad Iqbal, menyebutkan, dalam pemeriksaan Telkom mengatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah membayar ganti rugi atas hilangnya hak eksklusif itu. Ganti rugi itu belum diberikan. Dengan alasan belum ada ganti rugi itulah Telkom lantas melarang ada produk lain di wartel. Namun, Mahkamah Agung berpendapat, alasan seperti itu tak bisa dipakai untuk melakukan monopoli. ”Soal ganti rugi belum dibayar, itu urusan Telkom dengan pemerintah,” kata Iqbal. Saat ditanya tentang ganti rugi itu juru bicara PT Telkom Eddy Kurnia tak mau berkomentar. ”Masalah kompensasi sudah selesai,” ujarnya. Jumlahnya? ”Saya tak ingat,” kata Eddy.
Berbeda dengan KPPU, Telkom hing-ga kini belum menerima putusan Mahkamah Agung. Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, dari pembacaan putusan sampai pengiriman salinan putusan memang memakan waktu cukup lama. ”Bisa sampai enam bulan,” ujarnya. Penyebabnya, kata Djoko, hakim harus mengoreksi lagi isi dan ejaan putusan sebelum dikirim ke pengadilan serta pihak yang beperkara.
PT Indosat menyambut gembira putusan Mahkamah. ”Aspek kompetisi kan harus dijaga,” ujar juru bicara Indosat, Adita Irawati. Yayasan Lembaga Konsumen juga senang terhadap putusan tersebut. ”Dengan pencabutan monopoli berarti konsumen punya pilihan,” kata Ketua YLKI, Indah Sukmaningsih.
Wartel juga memetik untung dari putusan ini. Jika dulu mereka bekerja sama dengan Telkom karena tak punya alternatif lain, kini variasi terbentang di depan mata. ”Yang diuntungkan konsumen, bisa memilih layanan sesuka hati,” ujar Sriyanto. Soal keuntungan, menurut dia, sambungan langsung internasional (SLI) sebenarnya hanya dinikmati wartel besar di daerah yang banyak wisatawan asingnya. Dalam catatan Sriyanto, sampai kini ada sekitar 130 ribu wartel dari total sekitar 190 ribu yang menjalin kerja sama dengan Telkom. Pembagian keuntungannya, 30 persen untuk wartel dan 70 persen untuk Telkom.
Iqbal yakin putusan Mahkamah ini akan menguntungkan konsumen karena bakal memunculkan kompetisi. Dia lantas menunjuk Singapura. Di sana, ujarnya, jasa telekomunikasi murah karena Singapore Telecom Mobile dan Singapore Technologies Telemedia berkompetisi. ”Tanpa kompetisi, harga tidak bisa turun.”
Abdul Manan, Rinny Srihartini (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo