Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bebas Pembakar di Pelalawan

Pengadilan Negeri Pelalawan memvonis bebas terdakwa kasus pembakaran lahan seluas 500 hektare. Satu hakim berbeda pendapat.

20 Juni 2016 | 00.00 WIB

Bebas Pembakar di Pelalawan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Frans Katihokang tak menyembunyikan kegembiraan setelah menjalani sidang sekitar lima jam di Pengadilan Negeri Pelalawan, Riau, Kamis malam dua pekan lalu. Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrindo itu menyalami pengacara dan pengunjung sidang begitu hakim selesai membacakan putusan.

Majelis hakim yang diketuai I Dewa Gede Budhi Dharma Asmara menyatakan Frans, 48 tahun, tak terbukti bersalah dalam kasus kebakaran lahan pada 27-31 Juli 2015. Tapi putusan itu tak bulat. Hakim anggota Ayu Amelia menyatakan pendapat berbeda alias dissenting opinion. "Terdakwa terbukti lalai," kata Ayu ketika mendapat giliran membacakan putusan.

Kasus yang menjerat Frans bermula dari kebakaran lahan seluas 533 hektare di area konsesi PT Langgam Inti Hibrindo. Anak perusahaan PT Provident Agro Tbk ini memiliki hak guna usaha atas lahan seluas 8.716 hektare di Pelalawan. Sebanyak 7.690 hektare berada di lima desa di Kecamatan Langgam dan Pangkalan Kuras, Pelalawan. Sisanya, sekitar 1.026 hektare, berlokasi di Desa Pangkalan Gondai, Pelalawan. Lahan yang terbakar tahun lalu berada di Afdeling Gondai.

Tak lama setelah kebakaran itu, tim dari Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan turun ke lapangan. Mereka menemukan lahan yang terbakar seluruhnya berada di area PT Langgam. Kepolisian Daerah Riau juga menurunkan tim bersama ahli kebakaran hutan dan lahan, Bambang Hero Saharjo, serta ahli kerusakan tanah dan lingkungan, Basuki Wasis, ke lokasi pada 11 Agustus 2015. Kedua ahli ini berasal dari satu almamater: Institut Pertanian Bogor.

Polisi menetapkan Frans sebagai tersangka pada Juli 2015 dan menahannya sejak 17 September 2015. Frans menjalani sidang perdana pada 2 Februari lalu. Jaksa mendakwa Frans secara berlapis. Pada dakwaan primer, misalnya, jaksa menjerat Frans dengan Pasal 98 ayat 1 dan Pasal 116 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menurut jaksa, Frans sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Ancaman pidananya maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.

Dakwaan jaksa menyebut sejumlah indikasi bahwa kebakaran di lahan PT Langgam disengaja. Antara lain seluruh area terbakar dengan sempurna. Abu dan arang pun menyebar pada lokasi yang relatif merata. Menurut jaksa, pola seperti itu tak mungkin ditemukan bila kebakaran terjadi secara kebetulan. Pergerakan titik api juga menunjukkan bahwa upaya pengendalian kebakaran boleh dibilang tak dilakukan. Upaya pengendalian, menurut jaksa, baru terjadi ketika api hampir "menuntaskan tugasnya".

Dakwaan jaksa juga menyebut ada tanaman sawit yang ikut terbakar. Namun sawit muda berumur 1-2 tahun itu dipenuhi tumbuhan bawah yang tak dikehendaki, bukan sawit yang sehat. Ada juga badan jalan yang tak terbakar, meski blok di kiri-kanannya menjadi arang. Sekali lagi, menurut jaksa, itu menunjukkan kebakaran memiliki pola, tidak seperti kebakaran biasa yang menjalar liar. Dengan menghitung kerugian akibat polusi, kerusakan ekologis, ekonomis, serta biaya pemulihan lingkungan, jaksa menghitung kerugian sekitar Rp 192 miliar.

Ketika menjadi saksi ahli di persidangan, Bambang Hero menegaskan dugaan pembakaran yang disengaja. Indikasinya, menurut dia, peralatan pemantau dan pengendali kebakaran tak memadai meski lahan itu-yang sebagian berupa gambut-diketahui rawan terbakar. Sewaktu Bambang meninjau lokasi kebakaran pada 14 Agustus 2015, di sana hanya terdapat satu menara pengawas api. "Untuk lahan seluas itu, seharusnya ada 5-10 menara," kata Bambang, Kamis pekan lalu.

Karena minimnya sarana pengawasan dan pengendalian kebakaran, menurut Bambang, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pernah membekukan izin PT Langgam pada 21 September 2015. Direktur Pengaduan, Pengawasan, dan Pengenaan Sanksi Administrasi Kementerian Lingkungan Rosa Vivien Ratnawati membenarkan izin perusahaan ini pernah dibekukan. "Setelah mereka memenuhi permintaan kami, pembekuan itu dicabut pada 25 Januari 2016," kata Vivien, Kamis pekan lalu.

Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Muhammad Yunus, menambahkan bahwa pencabutan pembekuan izin PT Langgam tak langsung memulihkan lingkungan yang telanjur rusak. Karena itu, "Sanksi administrasi tak melepas tanggung jawab pidana," ujarnya.

Pengacara Frans, Hendry M. Hendrawan, membantah tuduhan jaksa dan saksi ahlinya. Menurut dia, sumber api berasal dari luar area lahan PT Langgam. Perusahaan juga sudah punya sarana-prasarana penanggulangan kebakaran yang mencukupi. Ada menara pemantau, tim pemadam kebakaran, dan pompa yang tersedia sebelum kebakaran. "Untuk membeli pompa dan segala macam itu, klien kami mengeluarkan uang sekitar Rp 2 miliar," kata Hendry, Rabu pekan lalu. "Bagaimana bisa kami dituduh membakar lahan?"

Hendry membenarkan izin PT Langgam pernah dibekukan. Namun, menurut dia, perusahaan tak pernah diberi kepastian mengenai sarana apa saja yang harus mereka sediakan. Dalam persidangan, jaksa pun tak menguraikan sarana apa saja yang kurang.

Ihwal kerusakan tanah yang terbakar, Hendry malah mempertanyakan kompetensi laboratorium Fakultas Kehutanan IPB yang, menurut dia, belum mendapatkan sertifikasi dari Kementerian Lingkungan. Soal sertifikasi ini, menurut Bambang Hero, laboratorium memang tak perlu sertifikasi terpisah karena secara kelembagaan Fakultas Kehutanan IPB telah mendapat akreditasi dari pemerintah.

Untuk memperkuat pembelaannya, kuasa hukum terdakwa menghadirkan saksi ahli lain, Basuki Sumawinata. Meski sama-sama dari IPB, saksi ahli terakhir menyebutkan tak adanya kerusakan tanah akibat kebakaran. Basuki Sumawinata punya kesimpulan begitu setelah menguji sampel tanah yang dia ambil pada 11 April 2016.

Menjelang akhir persidangan, jaksa pun melunak. Dalam sidang tuntutan pada 19 Mei lalu, jaksa tak lagi menjerat Frans dengan Pasal 98 Undang-Undang Lingkungan. Jaksa hanya menjerat Frans dengan Pasal 99 ayat 1 undang-undang yang sama. "Karena unsur kesengajaan tak terbukti, kami hanya menggunakan dakwaan subsider tentang kelalaian," kata jaksa Syafril, Rabu pekan lalu. Dengan pasal kelalaian ini, ancaman hukuman untuk terdakwa pun melorot jadi tiga tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Dalam surat tuntutan, jaksa hanya meminta hakim menghukum Frans dua tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Dalam sidang putusan, hakim membenarkan sebagian besar argumen kuasa hukum terdakwa. Hakim juga mempertimbangkan hasil pemeriksaan lapangan pada 26 April lalu. Lahan perusahaan dibatasi tanggul setinggi empat meter dan dikelilingi kanal dengan lebar empat-enam meter. Hakim juga menemukan fasilitas pengendali kebakaran, seperti menara pengawas api, radio komunikasi, kendaraan patroli, dan kantor yang selalu ditunggu karyawan. "Terdakwa telah memerintahkan pemadaman, mengerahkan peralatan, dan memiliki prosedur baku penanggulangan kebakaran," kata ketua majelis hakim I Dewa Gede Budhi Dharma.

Hakim anggota Ayu Amelia tak sependapat dengan dua anggota majelis hakim lain. Ia merujuk pada analisis mengenai dampak lingkungan yang menyebutkan Afdeling Gondai merupakan kawasan rawan kebakaran. Karena itu, perusahaan seharusnya menempatkan lebih banyak peralatan pencegah kebakaran di kawasan tersebut. Faktanya, menurut Ayu, peralatan itu justru berada di kantor PT Langgam di kawasan Kemang. Jaraknya 30-40 kilometer atau sekitar satu setengah jam perjalanan bermobil dari lokasi kebakaran Afdeling Gondai.

Ihwal perbedaan kesimpulan ahli tentang kerusakan lahan, menurut Ayu, itu bisa terjadi karena rentang waktu pengambilan sampel yang terlalu lama, antara 14 Agustus 2015 dan 11 April 2016. Dalam penelitian terakhir, ada kemungkinan tanah di lahan PT Langgam telah mengalami restorasi secara alami. Karena semua pertimbangan itu, Ayu berkukuh PT Langgam terbukti melanggar Pasal 99 Undang-Undang Lingkungan Hidup.

Kalangan pegiat kelestarian lingkungan mengapresiasi keberanian hakim Ayu menyampaikan dissenting opinion. Wakil Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) Made Ali, misalnya, mengatakan kewajiban utama perusahaan menurut undang-undang adalah menjaga area yang mereka kuasai. "Tak peduli siapa yang membakar, perusahaan harus bertanggung jawab atas lahan konsesinya," ujar Made.

Bagi Made dan kawan-kawan yang tergabung Riau Corruption Trial, sikap Ayu Amelia tak terlalu mengejutkan. Sebab, Ayu pernah menjadi anggota majelis hakim yang memvonis bersalah PT Adei Plantation pada 2014. Kala itu hakim Ayu dan kawan-kawan menghukum General Manager PT Adei, Danesuvaran, satu tahun penjara dan denda Rp 2 miliar. Sebagai korporasi, PT Adei didenda Rp 1,5 miliar serta harus mengganti biaya pemulihan lingkungan Rp 15,1 miliar. "Tadinya mengira PT Langgam juga akan divonis bersalah," kata Made.

Abdul Manan, Ryan Nofitra (Pekanbaru)


Tak Jera Didera Bencana

Pembakaran hutan dan lahan mendatangkan bencana tahunan di sebagian wilayah Sumatera. Pada 2015, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat 24 orang tewas dan sekitar 600 ribu jiwa menderita infeksi saluran pernapasan karena menghirup asap berdebu. Nilai kerugian ditaksir mencapai Rp 211 triliun, setara dengan dua kali biaya rekonstruksi pasca-bencana tsunami Aceh. Setiap kali kebakaran melanda, puluhan orang dan perusahaan menjadi tersangka pembakar lahan. Tapi, setelah amukan api mereda, turunlah "hujan" penghentian penyidikan dan vonis bebas di pengadilan.

Kebakaran

2014

Riau

  • Lahan terbakar: 6.301 hektare
  • Korban: Infeksi saluran pernapasan 30.249 jiwa, pneumonia 562 jiwa, asma 1.109 jiwa, dan iritasi kulit 1.490 jiwa
  • Kerugian: Rp 50 triliun
  • Tersangka: Perorangan 233

    Sumatera Selatan

  • Lahan terbakar: 8.504 hektare
  • Kerugian: Rp 12 triliun
  • Tersangka: Perorangan 14

    Jambi

  • Lahan terbakar: 3.470,61 hektare
  • Kerugian: Rp 50 triliun
  • Tersangka: Perorangan 3

    2015

    Riau

  • Lahan terbakar: 2.643 hektare
  • Korban: Infeksi saluran pernapasan 52.142 jiwa, meninggal 7 orang
  • Kerugian: Rp 19 triliun
  • Tersangka: Perorangan 63, korporasi 4

    Sumatera Selatan

  • Luas lahan terbakar: 30.984 hektare
  • Korban: Infeksi saluran pernapasan 101.333 orang, meninggal 12 orang
  • Kerugian: Rp 54 triliun
  • Tersangka: Perorangan 10, korporasi 12

    Jambi

  • Luas lahan terbakar: 19.528 hektare
  • Korban: Infeksi saluran pernapasan 129.229 orang
  • Kerugian: Rp 12 triliun
  • Tersangka: Perorangan 27, korporasi 6

    Putusan Pengadilan

    22 Januari 2015

  • Pengadilan Negeri Bengkalis
  • Terdakwa: Dowa Dwi Priyono (manajer) dan Erwin, General Manager PT National Sago Prima.
  • Hakim membebaskan keduanya karena dinilai tak terbukti bersalah dalam pembakaran hutan dan lahan seluas 3.000 hektare di Kabupaten Kepulauan Meranti pada 2014.

    12 Maret 2015

  • Pengadilan Negeri Rengat, Indragiri Hulu, Riau
  • Terdakwa: Mastur alias Asun
  • Dalam sidang praperadilan, hakim membebaskan Mastur karena sudah mendapat SP3 oleh Polresta Indragiri Hulu pada April 2013. Kasus ini bermula dari pembakaran lahan di Desa Pulau Jumat, Kecamatan Kuala Cenaku, Indragiri Hulu, pada 2011.

    30 Desember 2015

  • Pengadilan Negeri Palembang
  • Terdakwa: PT Bumi Mekar Hijau
  • Hakim menolak gugatan perdata senilai Rp 7,9 triliun yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Alasan hakim, kebakaran tak merusak lahan karena masih bisa ditumbuhi tanaman akasia.

    Linda Trianita, Evan, PDAT

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x600
    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    close

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    slot-iklan-300x100
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus