Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Belanda menolak detektif swasta

Pengadilan dordrecht akan menyidangkan kembali kasus perebutan wali samantha deborah. kesaksian yan apul didapat secara tak etis. belanda tak bisa menerima cara-cara detektif.

5 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musim panas di Belanda cerah tahun ini. Saat-saat seperti ini banyak warga Belanda bercengkerama dengan keluarga. Mereka memanfaatkan keindahan musim panas dengan mengajak anak-anak berlibur. Bagi Nyonya H.L. Othman, nenek berusia 60 tahun yang tinggal di apartemen kecil di Dordrecht, musim panas kali ini tidak indah. Ia sering me~ngurung diri. Ia gelisah, karena memikirkan nasib cucu satu-satunya, Samantha Deborah, yang kini di Bandung. "Kami akan berjuang terus agar Samantha kembali berada di Belanda, di bawah perwalian ayahnya," ujarnya ketika ditemui TEMPO. Pengadilan Dordrecht, pada Maret 1992, menetapkan Samantha berada di bawah perwalian ibunya, Erna Wouthuijzen. Bocah berumur lima tahun ini diperebutkan orang tuanya yang bercerai -- Arnold Johan Ochtman, 38 tahun (warga Belanda), dan Erna Wouthuijzen, 26 tahun (WNI). Namun, Pengadilan Dordrecht pekan ini dijadwalkan akan membuka kembali persidangan rebutan hak perwalian itu. Pangkalnya, pengacara Arnold di Indonesia, Yan Apul, memajukan affidavit (surat keterangan yang bernilai kesaksian) ke penga~dilan itu, Kamis pekan lalu. Pengajuan affidavit itu diharapkan bisa menggugurkan putusan hakim. Perjuangan mengembalikan Sa~mantha menggebu. Soalnya, Ny. Ochtman, yang awal tahun ini berhasil "menculik" Samantha dan membawanya ke Belanda, merasa terpukul. Ia harus berpisah dengan Sa~mantha, yang langsung dibawa ibunya ke Indonesia segera setelah keputusan hakim turun. Ia sangat mencintai cucunya. Karena itu, ketika mendengar putusan hakim, si nenek menangis histeris. "Hakim tidak fair dan memihak Erna," teriaknya. Ia menganggap hakim hanya mempertimbangkan ke~pentingan Erna, sedangkan kepen~tingan sang ayah diabaikan. Perjuangan untuk mengubah status perwalian (custody) dari Erna ke Arnold langsung ditempuh begitu keputusan hakim ditetapkan Maret lalu. Pengacara keluarga Arnold, Mr. J.P. van Maurik, saat itu men~gaku menyimpan kartu unggul yang bisa menggugurkan putusan hakim Pengadilan Dordrecht itu. Caranya, dengan membuktikan bahwa kehidupan dan cara hidup Samantha di Indonesia tidak sebaik ukuran Belanda. Kalau ini terbukti, van Maurik optimistis bisa mengubah perwalian tersebut. Untuk keperluan itulah, pihak Arnold menyewa jasa Pengacara Yan Apul di Jakarta. Yan Apul, lewat dua anak buahnya, melakukan tugas itu dengan penyamaran. Dua anak buahnya, yang mengaku mahasiswa yang hendak menulis skripsi, berhasil mengorek informasi. Hingga akhir penyelidikan, mereka tidak mengaku siapa mereka sebenarnya. Cara penyelidikan Yan Apul, yang hasilnya dijadikan bahan affidavit itu, meng~undang reaksi di Indonesia. Yan dinilai tidak etis dan tidak fair. Tapi, Yan sendiri merasa caranya lazim. Dan ia tidak merasa melanggar kode etik. Apakah cara yang dilakukan Yan Apul bisa diterima hakim di Belanda? Khususnya karena kesaksian itu didapatkan dengan cara yang tidak jujur -- membohongi sumber informasi. Hakim Mr. Nyonya Maria Moolenburg, yang menangani kasus Samantha, mene~gaskan kepada TEMPO, bila cara mendapatkan affidavit itu ilegal atau tidak fair, ia tidak akan menggubrisnya. "Di Belanda, kami tak biasa menggunakan affidavit yang begitu," ujar hakim. Berdasarkan hukum Belanda, demikian Moolenburg, hakim tidak diperbolehkan menggunakan semata-mata affidavit, yang dibuat badan swasta yang tidak diakui secara sah oleh negara. "Kami akan menggunakan cara Belanda. Bukan cara Amerika, yang biasanya menggunakan detektif swasta." Menurut Moolenburg, untuk meluluskan permohonan pengalihan hak perwalian itu, pengadilan akan minta badan independen, International Social Service, di Den Haag untuk meneliti keadaan Samantha di Indonesia. "Kami akan meminta kesaksian dari lembaga-lembaga resmi dengan cara-cara resmi," katanya. Ahli Hukum Perdata Internasional Indonesia, Prof. Komar Kantaatmadja, sependapat dengan Moolenburg. "Affidavit atau deposition itu harus dibuat oleh lembaga resmi di Indonesia, dan di bawah sumpah. Misalnya, di hadapan konsulat Belanda di Indonesia," katanya. Tentang affidavit itu, menurut Komar, bukan satu-satunya penentu pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis. Faktor lain yang tak kalah penting adalah keyakinan hakim yang berkaitan dengan rasa keadilan. Kendati bukan satu-satunya pe~nentu vonis, toh, datangnya affidavit Yan Apul sempat mengejutkan pe~ngacara Erna di Belanda, Mr. Paulus van Houten. Ia tak menduga Arnold masih memperjuangkan hak perwalian atas Samantha. Karena, walau tak menjadi wali, sebenarnya Arnold -- sebagai ayah -- memiliki hak te~ngok. Saat ditemui TEMPO pekan lalu, van Houten mengaku belum membaca isi affidavit Yan Apul. Karena itu, ia belum bisa membuat sang~gahan apa pun. Baik Erna maupun Mohamad Assegaff (pengacara Erna di Indonesia) sampai sekarang belum mengirimkan bantahan. Kelambatan ini disesalkan van Houten. Selain affidavit yang kini dipersoalkan itu, masih ada masalah lain. Seandainya Pengadilan Belanda menugaskan tim resmi menyelidiki kehidupan Samantha di Bandung, bisakah mereka memaksa Erna, yang bukan warga Belanda, meluluskan penyelidikan itu? Tak ada perangkat hukum yang mengatur soal ini. Maka, selimut perkara masih akan terus lengket pada si kecil Samantha. Perkaranya masih panjang, sepanjang perselisihan orang tuanya. Aries Margono, Andy Reza Rohadian, dan Asbari N. Krisna (Belanda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus