Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Ngaben

Keluarga ide anak agung gede agung di gianyar menyelenggarakan upacara pitra yadnya atau ngaben untuk istri dan ibundanya. mengundang para pejabat tinggi, dubes dan pengusaha. berlangsung meriah.

5 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI masyarakat pemeluk Hindu, menyelenggarakan upacara Pitra Yadnya, yang di Bali disebut ngaben, merupakan sebuah kewajiban. Jasad seseorang yang sudah meninggal harus segera dikembalikan ke asalnya, agar rohnya segera menuju surga dan berada sesuai dengan amal baktinya di dunia fana. Itulah sebabnya, hampir setiap saat kita menjumpai upacara ngaben di Bali. Tetapi kenapa ngaben yang diselenggarakan keluarga Ide Anak Agung Gde Agung di Gianyar ini, yang puncaknya 23 Agustus lalu, menarik perhatian orang? Keluarga ini sudah terbiasa mengadakan upacara Pitra Yadnya dengan besarbesaran, dan tampaknya tradisi itu dipegang terus. Ini tentu saja erat kaitannya dengan figur Gde Agung yang pernah menjadi tokoh nasional di negara ini. Beliau pernah menjabat perdana menteri negara Indonesia Timur, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, dan pada masa Orde Baru menjadi duta besar. Pada tahun 1961, misalnya, Gde Agung melaksanakan upacara ngaben untuk ayahnya Ide Anak Agung Ngurah Agung. Banyak tokoh yang diundang, antara lain Mohammad Hatta, Soedjatmoko, Mohammad Roem. Tibatiba upacara itu dicurigai "berbau politik", dituduh menyelenggarakan rapat rahasia untuk menggulingkan Bung Karno. Gde Agung kemudian ditangkap dan ditahan. Ia baru dibebaskan setelah Orde Baru. Upacara yang sekarang ini, yang dilangsungkan untuk istri dan ibundanya, juga mengundang banyak tokoh, yakni pejabat tinggi, duta besar, dan pengusaha. Inilah upacara ngaben yang diliput berbagai jaringan televisi dalam dan luar negeri, melibatkan ratusan petugas keamanan, ribuan masyarakat, dan tentunya jutaan rupiah. Bahkan ada public relation khusus yang menangani masalah ini. Luar biasa. Kenapa upacara keagamaan ini dibuat begitu besar? "Setelah upacara serupa pada tahun 1961, wajar jika Bapak ingin mengadakan lagi 31 tahun kemudian. Bapak sendiri tidak yakin, apakah setelah ini ada upacara serupa semeriah ini di Bali di masa mendatang," kata Ida Sudoyo, PR Consultant Puri Gianyar, kepada Taufik T. Alwie dari TEMPO. (Hanya Ida Sudoyo yang berhak menjawab pertanyaan sekitar ngaben ini.) Mungkin alasan itu benar. Banyak umat Hindu belakangan ini yang melaksanakan upacara ngaben secara sederhana, tapi tetap berpijak pada petunjuk kitabkitab suci. Yang lebih diutamakan adalah mengadakan upacara secepat-cepatnya, agar roh yang meninggal lebih cepat "kembali ke asalnya". Upacara besar atau kecil memang sama saja dan semuanya sah. Ajaran Hindu menyebutkan, bukannya bentuk yadnya (persembahan) itu yang dinilai, tetapi amal perbuatan seseorang di alam fana yang menjadi ukuran di mana tempatnya di surga.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus