Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Belit, Misman, Beyek Dan Seterusnya

Beberapa tahanan meninggal di rumah tahanan jln. gandhi, medan diduga karena penyiksaan petugas. tapi melalui siaran pers, humas laksusda menjelaskan kematian tersebut benar-benar karena sakit.

6 September 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI Lebaran di rumah Belit Perangin-angin dirayakan dengan ratap tangis. Sebab sehari sebelum Belit, 45 tahun, diantar pulang tanpa nyawa oleh petugas Laksusda Sumatera Utara. Yaitu setelah disekap di rumah tahanan di Jalan Gandhi, Medan, sejak awal Agustus. Musibah yang menimpa keluarga Perangin-angin dari Desa Namutrasi (Kabupaten Langkat), berawal pada kejadian malam 3 Agustus lalu. Kepala Desa Tungku Surbakti didatangi serombongan petugas Laksusda dari Medan dan diajak menangkap Belit. Kepala Desa tak sempat menanyakan apa dosa salah seorang warganya tersebut. Belit memang sebelumnya dikenal orang rada tak beres suka berkelahi dan pernah berurusan dengan polisi karena mencuri lembu. Sejak malam itulah Belit dijebloskan ke rumah tahanan di Jalan Gandhi. Tak seorang anggota keluarga pun diizinkan menjenguk Belit. Sampai akhirnya mayatnya diantarkan pulang setelah dibungkus kain kafan. Petugas yang mengantarkan hanya mengatakan "Dia mati karena sakit." Itu saja -- tanpa penjelasan apa sakitnya, apalagi surat keterangan kematian sebagaimana mestinya. Sebagai basa-basi petugas menghibur: "Sebenarnya bapak ini tidak bersalah, tapi dalam proses pembebasannya ia sakit lalu mati." Begitu katanya sambil menyerahkan uang sebagai biaya penguburan, Rp 75 ribu, kepada Piah boru Sembiring, istri almarhum, yang kemudian bercerita sambil tak henti-hentinya menangis. Sakit? Keluarga Perangin-angin tak ada yang percaya. "Ketika ditangkap badan bapak gemuk, kok mayatnya kurus?" ratap Juli, anak tertua Belin Piah, yang memeriksa mayat suaminya, katanya ada menemukan bekas biru memar di pangkal paha. Dua hari setelah mengantarkan mayat Belit, petugas Laksusda juga mengantarkan mayat lain ke rumah Ratinah, di Desa Purba Ganda di Simalungun. Ibu tua di rumah tersebut tentu saja kaget setelah menyingkap wajah mayat yang telah dikafani: "Ini Misman, anakku, kok jadi begini kau nak," raungnya sebelum kemudian jatuh pingsan bersama suami dan menantunya. Sambil meninggalkan uang Rp 25 ribu, dikatakan sebagai biaya penguburan, petugas berpesan "Tinggal dikuburkan saja, karena sudah dikafani dan disembahyangkan." Keluarga Misman tak berani memeriksa keadaan mayat Misman. Tapi mereka dapat menceritakan: darah masih mengalir dari bagian bahu dan pinggul. "Darahnya sampai luber ke tilam," kata Rafsiah, istri Misman, yang menerima baju suaminya dari tangan petugas dalam keadaan. berlumur darah. Misman ditangkap seminggu sebelum kematiannya di Sungai Rampah (Deli Serdang) hanya karena dicurigai membawa barang curian. Tapi almarhum di desanya memang berandalan. Sering terlibat perkelahian dan pencurian. Tapi, bagaimanapun, cerita tentang petugas Laksusda yang mengantarkan kedua mayat tahanannya segera menjadi pembicaraan tak sedap di Medan. Banyak yang menyambutnya sebagai bukti cerita seram -- penyiksaan atau perlakuan buruk lainnya yang berlangsung di rumah tahanan militer di Jalan Gandhi (TEMPO, Daerah, 23 Agustus). Ditambah lagi dengan bahan cerita baru: Seminggu setelah kematian Misman, petugas Laksusda: menembak mati Baik Gafur alias Beyek, 34, di Jalan Sutrisno Medan. Repotlah Laksusda harus menjernihkan nama baiknya. Melalui siaran persnya, Humas Laksusda mencoba menjelaskan kematian Belit maupun Misman. Kata siaran itu, benar-benar karena sakit. Belit mati karena penyakit asthma yang gawat sedangkan Misman karena infeksi yang kronis. Itu, menurut Laksusda, dapat dibuktikan dengan keterangan dokter (visum) dari Rumah sakit Kodam II/BB. Jadi, "tak benar kematian tersebut akibat penyiksaan di tempat tahanan ...," bantah Humas Laksusda. Adapun kematian Beyek, menurut Laksusda, adalah karena kesalahannya sendiri. Beyek tertangkap basah ketika menodong seorang wanita. Petugas yang memergokinya katanya, sebenarnya sudah memberi peringatan dengan menembakkan senjata apinya ke atas. Tapi Beyek melawan. Terpaksalah petugas menembak dan kebetulan mengenai dadanya. Namun begitu, masih banyak yang tak puas dengan keterangan Laksusda. Sebab orang masih dapat menunjukkan cerita yang bersumber dari penghuni rumah tahanan di Jalan Gandhi. Yaitu dari para preman yang ditahan di sana dalam rangka "Operasi Manunggal Jaya." Juga dari cerita kematian The A Fui dan Tumin yang tak dijelaskan Humas Laksusda. Begini singkatnya A Fui, 45, diciduk Laksusda dengan tuduhan mengedarkan toto gelap. Tapi sampai tim operasi anti perjudian gelap dibubarkan, A Fui tak keluar-keluar juga dari tempat tahanannya di Jalan Gandhi. 1 Agustus lalu A Fui dibebaskan dari tahanan tanpa melalui proses pengadilan. Tapi begitu keluar dari tahanan A Fui harus langsung masuk rumahsakit. Dan dua hari kemudian ia meninggal. Begitu juga nasib yang menimpa Tumin, 52, kenek truk, yang juga ditangkap Laksusda dengan tuduhan mengedarkan toto gelap. Ia dibebaskan dari Jalan Gandhi setelah mendekam di sana selama 40 hari. Tapi keadaannya sudah tampak runyam: badannya lemah, kurus, sakit-sakitan dan kepalanya gundul. Karena terlalu miskin istrinya, Paini, tak mampu membawa Tumin berobat ke rumahsakit. Tumin hanya diikhtiarkan ke dukun kampung. Tak lama kemudian Tumin, ayah dari 6 orang anak itu, meninggal dunia. Kematian A Fui dan Tumin memang belum tentu akibat perlakuan buruk petugas Laksusda. Namun seorang pejabat di Laksusda Sum-Ut tak membantah kemungkindn ada perlakuan keras di rumah tahanannya. Tapi Adnan Buyung Nasution, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, "hampir-hampir tak percaya" mendengar cerita seram dari Jalan Gandhi. Di Medan ia mengatakan: "Petugas yang melakukan pemeriksaan harus dituntut tanpa pandang bulu."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus