Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berkas perkara kasus korupsi yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto telah diserahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kamis, 6 Maret 2025. Hal ini disampaikan juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi telah melimpahkan tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum karena berkas perkara untuk tersangka HK, untuk dua berkas, telah dinyatakan lengkap,” ujar Tessa, Kamis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikutnya, jaksa akan mempersiapkan pelimpahan berkas ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tessa membantah tuduhan kubu Hasto bahwa penyidikan dilakukan secara tergesa-gesa, karena hal ini telah berjalan sesuai linimasa yang direncanakan penyidik.
Sebelumnya, pengacara Hasto, Maqdir Ismail, menilai penyidikan dan pelimpahan berkas perkara kliennya dilakukan secara terburu-buru. “Yang kami khawatirkan adalah berkas perkara akan segera dilimpahkan oleh penuntut umum untuk mencegah supaya keputusan praperadilan tidak terjadi,” ucap Maqdir kepada awak media.
Adapun Hasto sedang mengajukan dua permohonan praperadilan untuk dua perkara, yaitu dugaan keterlibatan dalam pemberian suap terhadap Wahyu Setiawan dan dugaan perintangan penyidikan terhadap Harun Masiku. Sidang perdana gugatan ini telah digelar pada Senin kemarin, 3 Maret 2025, namun KPK selaku tergugat tidak hadir.
Bagaimana sebenarnya perjalanan kasus Hasto Kristiyanto hingga berkas perkaranya masuk tahap dua atau diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum? Berikut rangkuman informasi selengkapnya.
Perjalanan Kasus Hasto
Kasus Harun Masiku yang menyeret Hasto kembali ditindaklanjuti sejak pertengahan tahun lalu setelah sempat terhenti sejak 2020. Saat perkara ini dibuka kembali, lembaga antirasuah memeriksa tiga saksi yang merupakan kerabat Harun untuk melacak keberadaannya. Ketiga saksi tersebut terdiri atas seorang pengacara dan dua mahasiswa.
“Hari ini, bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi,” kata Juru bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu, 29 Mei 2024.
Setelah ketiga saksi diperiksa, penyidik KPK juga merencanakan pemanggilan Hasto. Pada 5 Juni 2024, Ali menyampaikan bahwa Sekjen PDIP itu akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap yang melibatkan Harun. Hasto kemudian dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Senin, 10 Juni 2024.
Lebih dari sebulan setelahnya, pada Kamis, 18 Juli 2024, penyidik KPK memeriksa seorang saksi lain terkait dugaan perintangan penyidikan dalam kasus Harun, yaitu Dona Berisa, istri dari mantan terpidana dalam perkara tersebut, Saeful Bahri—eks kader PDIP. Saeful telah divonis bersalah karena menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta dan kini telah menyelesaikan hukumannya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Dona, KPK kemudian membuka penyelidikan dugaan obstruction of justice dalam kasus Harun. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Jumat, 19 Juli 2024. Meski demikian, Tessa tidak secara rinci menjelaskan kemungkinan penerapan pasal perintangan penyidikan dalam kasus tersebut.
“Penyidik membuka kemungkinan tersebut diduga dari hasil pemeriksaan saksi terakhir ada upaya-upaya tersebut. Saksi terakhir atas nama dengan inisial DB,” kata Tessa.
Usai Pilkada 2024, KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus suap terhadap Wahyu Setiawan. Saat itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan Hasto memiliki peran penting dalam penyuapan Wahyu Setiawan. Ia juga dikenai pasal perintangan hukum karena diduga membantu pelarian Harun saat hendak ditangkap oleh KPK pada 2020.
“Uang suap sebagian dari HK (Hasto Kristiyanto), itu dari hasil yang sudah kami dapatkan saat ini,” kata Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 24 Desember 2024.
Hasto juga sempat mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan atas penetapannya sebagai tersangka. Namun, hakim tunggal Djuyamto pada Kamis, 13 Februari 2025 menyatakan tidak dapat menerima gugatan tersebut. Status tersangka Hasto dinyatakan sah dan penyidik KPK dapat kembali melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut.
Setelah 59 hari menyandang status tersangka, Hasto ditahan oleh KPK pada Kamis, 20 Februari 2025. Ia ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 20 Februari hingga 11 Maret 2025, di Cabang Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Timur.
Ketua KPK menjelaskan bahwa Hasto ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena diduga secara sengaja menghalangi, merintangi, atau menggagalkan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penetapan anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.
Setelah ditahan, Hasto kembali mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. kali ini, dia mengajukan dua permohonan praperadilan untuk dua perkara, yaitu dugaan pemberian suap terhadap Wahyu Setiawan dan dugaan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Sidang perdana gugatan praperadilan Hasto digelar pada Senin, 3 Maret 2025, namun KPK selaku tergugat tidak hadir. Tiga hari kemudian, pada Kamis, 6 Maret 2025, KPK mengungkapkan bahwa berkas perkara Hasto telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum, meski gugatan praperadilan masih berlangsung.
Anastasya Lavenia Y, Hendrik Khoirul Muhid, Mutia Yuantisya dan Ade Ridwan Yandwiputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.