SULIT membayangkan kegalauan macam apa yang dirasakan Suzyanti sekarang. Ketika ditemui TEMPO tiga pekan silam, wajah perempuan yang sedang hamil tua ini masih ceria. Dia duduk santai di samping suaminya, fotografer Budi Han. Suzyanti yakin sekali sang suami tidak bersalah dalam kasus rekaman "video ganti baju" yang membuat sejumlah artis tenar menjadi korban. Paling-paling, menurut istri muda Budi Han ini, suaminya cuma lalai mengamankan studionya dari tangan-tangan jahil. Soalnya, "Dia orang yang paling cuek," katanya saat itu.
Kini? Belang suami tercintanya sudah terkuak. Pekan lalu, polisi telah berhasil mengumpulkan segepok fakta baru yang memberatkan fotografer sekaligus pemilik studio di Jalan Asem Baris 177, Tebet, Jakarta Selatan itu. Di studio inilah, tepatnya di kamar mandi yang difungsikan sebagai kamar ganti, pada awal Oktober 1997 silam sejumlah artis antara lain Sarah Azhari, Femmy Permatasari, dan Rachel Maryam menjadi korban. Mereka direkam secara diam-diam menggunakan handycam saat berganti baju sebelum melakukan casting untuk proyek kalender sebuah perusahaan minuman.
Rekaman yang kemudian ditransfer ke VCD ini belakangan beredar luas di masyarakat. Karena geram, Sarah Azhari dan kawan-kawannya lalu mengadukan kasus ini ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Ketika diperiksa polisi akhir Maret silam, Budi Han, 40 tahun—seperti juga keyakinan istrinya—hanya mengaku lalai. Dia juga bilang dirinya baru menyadari adanya cermin tembus pandang satu arah yang berada di kamar ganti saat studionya direnovasi tahun lalu. Cermin unik yang biasa dipasang di ruang interogasi polisi ini memungkinkan si artis yang berada di kamar ganti diintip, bahkan diambil gambarnya, tanpa menyadarinya.
Pengakuan Budi memang janggal. "Masa sih dia sebagai pemilik tidak tahu," kata Komisaris Besar Polisi Prasetyo, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya. Upaya Budi berkelit bisa dipatahkan setelah polisi menemukan Suparno, bekas asisten dan penata cahaya di studionya, pekan lalu. Lelaki yang tinggal di Bekasi ini melontarkan kesaksian yang mematikan. Dia mengaku pernah mendapat perintah Budi untuk menata lampu di kamar mandi agar pencahayaan ruangan pas untuk shooting film. Budi Han pun tak berkutik.
Dari pengusutan polisi, akhirnya terbongkar pula: Budi Han telah merancang aksi jahil itu bersama Benny Gunardi Ginting, rekan kerjanya dari sebuah agensi iklan. "Sebelum casting, mereka sudah berunding," ungkap Prasetyo. Mula-mula Budi yang memasang cermin transparan itu, tapi belakangan diketahui oleh Benny. Akhirnya mereka sepakat melakukan aksi mensyut artis yang sedang ganti baju.
Pada awal Oktober 1997, tepatnya pada tanggal 6 dan 7, tujuh artis dapat dicuri gambarnya. Mereka di antaranya Sarah, Femmy, dan Rachel yang saat itu masih imut-imut. Para artis "diintip" dengan menggunakan handycam merek Sony tipe HI8 milik Budi Han. Bukan Budi langsung yang mengambil gambarnya, tapi ia memerintahkan dua karyawannya, Beung dan Kodim, untuk merekam Sarah dkk. saat berada di kamar ganti. Hasil rekamannya, dalam bentuk tiga buah kaset, lantas disetor ke Budi.
Karena telah mendapat cukup bukti, akhirnya polisi menetapkan empat tersangka, yaitu Budi Han, Benny Gunardi Ginting, Beung alias Benhur Bangun Karjaya, dan Kodim bin Wahid. Mereka dijerat dengan pasal pengedaran gambar yang melanggar kesusilaan. Ancaman hukuman maksimalnya 16 bulan. Mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Perfilman No. 7 Tahun 1994, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Budi Han langsung ditahan setelah diperiksa untuk kedua kalinya, Kamis dua pekan lalu. Beung dan Kodim, yang merupakan karyawan di bagian umum, ditangkap di studio Budi Han pada hari yang sama. Sementara itu, Benny dicokok di kantornya, sebuah perusahaan iklan di Jakarta Selatan, keesokan harinya.
Sang pemilik studio menolak disebut sebagai dalang pengambilan gambar itu. "Bukan saya. Teman-teman semua (yang merencanakan)," ujar Budi Han kepada pers. Dia juga mengelak dituduh sebagai orang yang menggandakan hasil rekaman itu. Hanya, Budi mengakui dialah yang menyuruh Kodim dan Beung merekam gambar para artis.
Lalu, siapa yang menggandakannya? Versi Budi, hasil rekaman itu kemudian diserahkan ke Benny. Dan menurut Budi Widarto, pengacara Budi Han, ketika mengembalikannya, Benny tidak menyertakan tiga kaset induk atau master itu. Dia hanya memberikannya dalam bentuk satu kaset video biasa (VHS). Karena itu, kata sang pengacara, Budi Han tidak mungkin bisa menggandakannya. Namun, Benny, seperti yang dituturkan kepada polisi, juga menolak dituduh menggandakan, apalagi terlibat penyebaran. Dua kawan berkarib ini rupanya saling melempar tanggung jawab.
Sejauh ini, menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Polisi Andi Chaerudin, pihaknya masih berusaha keras menemukan master rekaman. "Master ini penting untuk menelusuri praktek penggandaan dan penyebarannya," ia menjelaskan. Ketika ditangkap polisi, bukti VCD ataupun tiga kaset hasil rekaman tak dapat ditemukan pada Budi ataupun Benny.
Beberapa artis yang menjadi korban menuturkan kepada TEMPO, ada kabar penyebaran video itu dilakukan oleh Benny ataupun Budi. Keduanya kerap memutar rekaman itu bersama kawan-kawannya. Kemungkinan pula sebagian dari mereka mengkopi untuk kepentingan pribadi. Seorang saksi juga mengaku pernah menonton hasil rekaman itu di tempat kerja Benny. Tapi, "Benny mengaku kaset itu sudah hilang," tutur Andi Chaerudin.
Polisi bukan tanpa usaha. Gagal mengorek tersangka, mereka mencoba menyisir penyebaran rekaman VCD artis ganti baju itu langsung di lapangan. Sebuah operasi dadakan digelar di Glodok, sentra video bajakan di Jakarta, belum lama ini. Tiga orang pengecer—Antonius Situmorang, Nuso Susanto, dan Rudi Hartono—tertangkap menjual hasil penggandaan dari video itu. Mereka kini turut dijadikan tersangka. Barang buktinya berupa 90 keping VCD dengan sampul bergambar Sarah dkk. dan diberi judul "Artis-Artis Celebriti". Harganya Rp 50 ribu per keping. Polisi juga menemukan 200 keping cakram lain yang belum dikemas.
Sayangnya, mata rantai peredarannya terputus. "Tak ada bukti mereka mengambil dari Budi Han atau Benny," kata Komisaris Besar Polisi Prasetyo. Selain itu, gambar pada sampul VCD menunjukkan penggandaan itu belum lama dilakukan. Gambar itu berupa foto tiga artis yang menjadi korban saat mereka menggelar konferensi pers setelah mengadukan kasusnya ke polisi. "Mungkin mereka menggandakan dari yang sudah beredar," ujar Prasetyo.
Karena cukup sulit pula mengusut dari hilir peredaran, polisi tak berhenti mengubek-ubek empat tersangka utama. Mereka sekarang susah berkelit karena terlilit bukti dan kesaksian yang kuat. Selain ikut merencanakan, Benny, misalnya, diduga juga turut mengambil gambar. Ini berdasarkan pengakuan seorang saksi. Dalam rekaman VCD tersebut juga terdapat bayangan wajah Benny yang terekam secara tak sengaja. Saat itu seorang artis yang sedang dicuri gambarnya tiba-tiba mendekati cermin. Karena kaget, mengira si artis sadar sedang dikerjai, sang pengambil gambar sempat membelokkan fokusnya.
Bukan tidak mungkin pula jumlah saksi dan tersangkanya akan bertambah. Soalnya, dalam rekaman itu tampak juga seorang asisten yang membantu artis berganti baju. Tingkahnya, menurut polisi, tampak kurang wajar karena dia sengaja menarik-narik baju yang dipakai artis sehingga lebih terbuka. Seolah si asisten ini juga terlibat dalam upaya menjebak para artis itu.
Pun jumlah artis yang menjadi korban. Menurut Prasetyo, diduga lebih dari tujuh orang seperti yang terpampang dalam VCD itu. Soalnya, cermin itu sudah dipasang sejak 1997 dan baru pada 2002 dibongkar. "Bayangkan, dalam waktu selama itu, apa mungkin hanya tujuh orang saja yang direkam?" katanya.
Bayangkan pula kegundahan Suzyanti setelah mengetahui seabrek kejahilan yang diperbuat suaminya.
Arif A. Kuswardono, TNR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini