Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bertukar Tangkap dengan Lepas

Polisi menangkap tiga pegawai KPK yang sedang mengintip rencana transaksi suap. Berawal dari tatap muka dua bekas kolega.

29 Februari 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJADIAN tak biasa itu segera membetot perhatian Fatimah, yang sebelumnya sibuk melayani pembeli di gerai Indomaret kawasan Harco, Mangga Dua, Jakarta Utara. Sekelompok polisi tiba-tiba mengepung mobil Kijang Innova yang terparkir di depan gerai waralaba itu, sekitar pukul 14.00, Senin pekan lalu.

Sebagian polisi memakai kaus polo biru bertulisan "Turn Back Crime". Ada pula yang berseragam cokelat biasa. Di antara mereka, ada yang menenteng senjata berlaras panjang. Tanpa perlawanan, semua penumpang keluar dari minibus abu-abu itu. "Tak ada teriakan, tak gaduh," kata Fatimah ketika menceritakan lagi kejadian itu, Rabu pekan lalu.

Lestari, pemilik warung makan di seberang jalan, juga menyaksikan penyergapan itu. Dari arah penglihatan yang berbeda, perempuan 63 tahun ini melihat kerumunan polisi dalam jumlah lebih banyak. "Tak tahu persis jumlahnya. Pokoknya banyak," ujar Lestari. Ia juga memastikan aparat yang membawa senjata berlaras panjang lebih dari satu orang.

Polisi lalu menggiring ketiga orang itu ke kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara. Tak lama setelah rombongan polisi meninggalkan lokasi penyergapan, Fatimah dan Lestari mendengar bisik-bisik bahwa orang di dalam mobil ditangkap karena kasus narkotik.

Menjelang sore hari, di kalangan wartawan yang biasa meliput kepolisian beredar pesan dalam format laporan singkat polisi kepada atasannya. Pesan itu menyebutkan lima personel Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah Metro Jaya telah menangkap tiga anggota Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka yang ditangkap adalah Darman, bekas polisi berpangkat ajun inspektur satu; Bagoes Purnomo; dan Waldy Gigantika.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief mengatakan pimpinan KPK mendengar kabar penangkapan itu di tengah rapat, sekitar pukul 16.00. Deputi Penindakan KPK Inspektur Jenderal Heru Winarko menyampaikan kabar itu setelah menerima panggilan telepon dari Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian. Tito meminta konfirmasi apakah ketiga orang yang dicokok polisi pegawai KPK atau bukan.

Mendengar kabar tersebut, menurut Syarief, Ketua KPK Agus Rahardjo langsung mengontak balik Tito. "Pak Agus berpesan mereka jangan diapa-apain," ucap bekas pengajar Universitas Hasanuddin, Makassar, itu. Dua jam kemudian, sekitar pukul 18.00, tiga pegawai KPK itu dibebaskan.

* * * *

PERTEMUAN dua bekas kolega itu terjadi tanpa rencana, Jumat siang dua pekan lalu. Darman, bekas polisi yang kini bekerja di Deputi Informasi dan Data KPK, berpapasan dengan bekas teman kerjanya, seorang polisi yang bertugas di Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Jakarta Utara.

Tatap muka tak sengaja itu berlangsung di bawah jembatan penyeberangan yang menghubungkan pusat belanja ITC Mangga Dua dengan kantor Samsat. Si polisi rupanya masih mengenali Darman yang tengah mengawasi orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar jembatan penyeberangan.

Darman dan beberapa temannya sedang bersiaga karena sebelumnya radar KPK menangkap "sinyal" bahwa di sekitar jembatan penyeberangan akan terjadi transaksi suap. "Ada info konsolidasi rencana penyerahan uang," kata seorang penegak hukum yang mengetahui pengintaian siang itu.

Kehadiran tim KPK di sekitar Samsat rupanya membuat resah sebagian polisi. Setelah si polisi Samsat "memergoki" Darman, malam harinya dibentuk tim gabungan untuk mengintai balik pergerakan tim KPK. Tim gabungan itu terdiri atas bekas personel Detasemen Khusus 88 Antiteror, Brigade Mobil, reserse, dan Propam. Sejak malam itu, rencana mencokok tim KPK pun merembes ke sebagian wartawan yang meliput di wilayah Jakarta Utara.

Tim dadakan polisi itu dikomandoi Direktur Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Antam Novambar. Ketika hubungan Polri dan KPK sedang panas-dingin, Antam termasuk perwira polisi yang terlibat dalam pusaran konflik. Pada pertengahan Februari tahun lalu, misalnya, Antam—yang menjabat Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme—"mengerjai" Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa.

Kala itu beberapa orang yang tak dikenal mendatangi rumah Endang di kawasan Ciledug, Banten. Kemudian dalam pertemuan di restoran cepat saji McDonald's di Larangan, Ciledug, Antam mendesak Endang agar bersaksi mendukung Komisaris Jenderal Budi Gunawan di sidang praperadilan melawan KPK. Peristiwa itu terjadi tak lama setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka perkara suap dan gratifikasi. Budi Gunawan kini menjabat Wakil Kepala Polri.

Februari tahun lalu, Antam menyangkal cerita intimidasi di restoran cepat saji itu. Menurut dia, saat itu anggota Brigade Mobil yang ia bawa justru disiapkan untuk mengawal Endang. "Saya katakan kepada mereka, 'Kamu kawal ya, jangan sampai lepas, jangan sampai diambil orang, karena dia mau bersaksi untuk polisi'," ujarnya.

Sebelum tim Antam menyergap Darman dan kawan-kawan, seorang perwira tinggi dari Markas Besar Polri menghubungi salah seorang pemimpin KPK. Si perwira menanyakan apakah KPK sedang menugasi tim untuk melakukan operasi penangkapan di Jakarta Utara. Tanpa mengecek ke pimpinan yang lain, si pemimpin KPK menjawab, "Tidak ada."

Mendapat jawaban seperti itu, Senin siang pekan lalu, tim yang dipimpin Antam langsung bergerak. Polisi membuntuti salah seorang pegawai KPK setelah salat zuhur dari masjid Samsat menuju mobil di depan Indomaret. Di tempat parkir toko serba ada itu, Darman dan dua kawannya ditangkap.

Antam Novambar belum bisa dimintai tanggapan. Ketika Tempo menghubungi teleponnya, seseorang yang mengaku ajudan Antam mengatakan atasannya sedang sibuk mempersiapkan pernikahan putranya. "Tiga hari lagi coba hubungi," ucap perempuan yang tak mau disebutkan namanya itu, Kamis pekan lalu.

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Anang Iskandar membantah jika Antam disebut memimpin penangkapan pegawai KPK. "Tidak ada itu," ujarnya. Ihwal penyergapan pegawai KPK yang menurunkan tim Densus 88, reserse, dan Propam, Anang menilai wajar-wajar saja. "Ya, kami mana tahu," katanya.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang membenarkan bahwa tim yang menangkap Darman dan kawan-kawan dipimpin Antam Novambar. "Kami sudah berkomunikasi dengan baik, sehingga urusan cepat selesai," ucap Saut.

Tak lama setelah penyergapan, beredar rumor bahwa salah seorang pegawai KPK positif menggunakan narkotik. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan sempat mengkonfirmasi desas-desus tersebut. "Satu orang terindikasi narkotik, dua lainnya belum diketahui. Sudah tes urine," kata Anton pada Senin malam pekan lalu.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Muhammad Iqbal membenarkan adanya pengecekan urine Darman, Bagoes, dan Waldy. Menurut Iqbal, tes urine dilakukan untuk mengantisipasi bila yang ditangkap itu teroris. Soalnya, ketika diperiksa di Polres Jakarta Utara, ketiga orang itu tak menunjukkan surat perintah tugas. Mereka hanya menyerahkan kartu tanda penduduk dan kartu identitas pegawai KPK. Polisi, menurut Iqbal, tak begitu saja mempercayai pengakuan mereka. "Misalnya mereka itu benar teroris dan meledakkan markas komando, siapa yang bertanggung jawab?" ujar Iqbal.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief menganggap janggal pemeriksaan urine ketiga pegawai KPK itu. Untuk memastikan Darman dkk bersih narkotik, pimpinan KPK meminta mereka menjalani tes urine ulang di Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre, Jakarta. Hasilnya negatif. Hal tersebut, menurut Syarief, didukung hasil tes dari Badan Narkotika Nasional.

Syarief menegaskan, ketika disergap, ketiga pegawai KPK sedang bertugas mengintai target operasi tangkap tangan. Mereka dibekali surat tugas pengumpulan bahan dan keterangan. Karena operasi itu bersifat tertutup, menurut Syarief, surat tugas tak bisa diperlihatkan kepada sembarang orang.

Syarief juga memastikan yang menjadi sasaran operasi bukanlah polisi di kantor Samsat. Setelah ribut-ribut penangkapan tiga pegawai KPK, menurut Syarief, target operasi sepertinya menyadari bahwa mereka sedang diincar. "Jadi percuma. Orang yang dikejar sudah kabur," tuturnya.

Meski target operasi meleset, pimpinan KPK tak akan memperpanjang kasus "tangkap-lepas" penyidik ini. "Kasus sudah ditutup," ujar Syarief. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan hal senada. "Jangan sampai hubungan KPK-Polri kembali terpuruk," kata Agus.

Linda Trianita, Setri Yasa, Ahmad Faiz

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus