TAK ada yang istimewa bila kepala desa diberhentikan bupati. Namun, kali ini menjadi tak biasa karena si Kepala Desa Nyonya Titin Sumarni menyeret Bupati Cirebon, Kolonel Suwendho ke Pengadilan Tata Usaha Negara gara-gara pemecatan itu. Kepala Desa Bobos, Kecamatan Sumber itu menuntut nama baiknya sebagai kepala desa direhabilitasi, selain ganti rugi sebesar Rp 5 juta. Menurut Titin, alasan ia diperhentikan karena berbuat mesum tak berdasar sama sekali. Pada akhir Agustus tahun silam, matahari persis di ubun-ubun, ketika terdengar suara riuh di depan kantor Kepala Desa Bobos. Kades Titin, 37 tahun, terkesiap. Puluhan pemuda, dengan berbagai poster berteriak-teriak meminta ia turun dari jabatannya. "Demonstrasi itu direkayasa," kata Titin geram kepada TEMPO. Beberapa hari sebelum kejadian itu, cerita Titin, ia sudah berkali-kali dipanggil ke kantor bupati. Ia diminta membuat surat pengunduran diri karena dianggap tidak punya massa lagi. Titin menolak. Toh, ia bolak-balik dipanggil. Pada 26 Agustus ia disodori konsep surat pengunduran diri. Pada 16 September, Bupati Cirebon Suwendho mengeluarkan Surat Keputusan pemberhentian Titin sebagai Kepala Desa Bobos. Pertimbangannya, tindak-tanduk kades telah melanggar UU No. 5/1979 dan norma masyarakat sehingga tak mampu memimpin desa. Norma? Menurut wanita tamatan SMA Negeri Cirebon itu, sejak dilantik sebagai kepala desa pada 1988, ia memang selalu dirongrong. Ada pihak yang tak setuju dirinya ditunjuk. Baru tiga bulan menjabat, katanya, ia dijebak seorang anak buahnya sehingga hampir digagahi pemuda desa yang sedang mabuk berat. Beruntung ia diselamatkan aparat keamanan. Puncaknya pada Juli lalu, ketika istri Mantri Kesehatan Toto Sudarto itu mendatangi rumah seorang warga bernama Suta di Desa Cempaka bersama anggota Polsek Sumber, Sertu Pol. Ade Warsin. Tanpa sebab, massa menggerebek. Ia dituduh berbuat mesum dengan Suta. "Bagaimana mungkin. Seragam hansip saya masih lengkap ketika itu," ujar ibu empat anak itu dengan nada tinggi. Namun, sejak itu, isu bahwa ia berbuat mesum menyeruak ke mana-mana. Karena diangap mencemarkan nama baiknya, Titin melaporkan beberapa warganya ke polisi. Namun, perkara itu menguap di kejaksaan. Sebaliknya, ia malah diberhentikan bupati. Titin tak terima, lalu, melapor ke kantor Gubernur Jawa Barat dan DPRD Tingkat I Jawa Barat. Tapi, tak ditanggapi. "Padahal saya sudah habis harta dan tenaga untuk mengurus ini. Saya jadi stres," katanya sedih. Belakangan, muncul dukungan dari LSM yang menyebut dirinya Kelompok Solidaritas Wanita (KSW). Melalui surat, yang ditandatangani lebih dari sepuluh wanita, hampir semuanya sarjana hukum, ke berbagai media massa dengan tembusan kepada Gubernur Yogie S. Memet, KSW memprotes terhadap tindakan Bupati Cirebon. Mereka menganggap pemberhentian itu sebagai tindakan buru-buru dan emosional, tanpa pengecekan. "Bupati bukannya melindungi bawahannya, tetapi malah main hakim sendiri," kata Ketua KSW, Henny Leonida, yang mengaku belum pernah bertemu Titin. Dukungan itu membangkitkan semangat Titin. Lewat pengacara Agus Prayoga, Wawan Hermawan, dan D. Hutagalung, ia menggugat Bupati Cirebon ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ia menuntut ganti rugi moril dan materiil Rp 5 juta serta direhabilitasi nama baiknya sebagai Kepala Desa Bobos. "Alasan pemberhentian itu tak jelas," kata Agus. Jika pelanggaran norma yang dimaksud adalah zinah, maka zinah itu klacht delict absolut. Artinya, harus ada aduan dari suami atau istri yang berbuat zinah itu. Dan itu harus dikukuhkan oleh pengadilan. "Kalau tidak, namanya main hakim sendiri," ujar Agus. Namun, Bupati Suwendho membantah bahwa dirinya tergesa-gesa memecat Titin. "Tak ada pihak yang mempengaruhi kami. Keputusan itu adalah hasil penyidikan tim yang kami bentuk," kata bekas Danrem Cirebon itu, tenang. Kesimpulannya jelas. Titin tak punya dukungan massa lagi. "Lalu, bagaimana ia bisa melaksanakan tugas-tugas pembangunan jika rakyat sudah tak percaya lagi," kata Suwendho yang mengaku siap menghadapi gugatan. Sri Pudyastuti R. (Jakarta), Ahmad Taufik (Bandung), dan Kastoyo Ramelan (Solo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini