Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Recall sebelum rahmat

Ibrahim Puteh Kumba, dosen FKIP Syiah Kuala direcall sebagai anggota DPRD Banda Aceh. Ia divonis 6 tahun penjara, karena terbukti membantu aborsi anak didiknya, Khalidawati, 24.

18 Januari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANDAS sudah karier politik Ibrahim Puteh Kumba. Ketua AMPI yang juga anggota DPRD Tingkat II Banda Aceh periode 1988-1993 itu, awal bulan ini, direcall Ketua DPD Golkar Banda Aceh Yusuf Ali. "Sebagai anggota dewan, Ibrahim sudah tercemar moralnya," kata Yusuf. Keputusan itu berpangkal dari vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh, 30 Desember tahun silam. Ibrahim, dosen filsafat FKIP Syiah Kuala, dihukum 6 tahun penjara karena terbukti membantu aborsi anak didiknya, Khalidawati, 24 tahun. Akibatnya, gadis manis bersuara merdu yang sering menjadi pembawa acara itu meninggal Juni lampau. Ibrahim, sampai pekan lalu, mengatakan belum mendengar perihal recall itu karena belum mendapat pemberitahuan resmi. Namun, ia mengaku khilaf telah membantu aborsi. "Saya ini serba salah," katanya ketika ditemui TEMPO di LP Banda Aceh. Sebab, Eti, begitu mendiang dipanggil, katanya, memaksa minta diantar kepada orang yang bisa menggugurkan kandungannya. Kalau tidak, ia bunuh diri. "Saya tidak bisa membiarkan dia bunuh diri. Cukuplah anaknya saja yang meninggal," kata Ibrahim. Kala itu, ini menurut Ibrahim di pengadilan, ia kebingungan mencari orang yang dimaksud, sampai kemudian Abidin Husen, teman Eti, memperkenalkan bidan Ria Ukur Sembiring, 52 tahun. Ria sanggup menggugurkan kandungan Eti yang sudah dua bulan itu, jika dibayar Rp 400.000. Ganti Eti yang bingung karena di kantungnya cuma ada uang Rp 250.000, hasil penjualan perhiasannya. Namun, Ibrahim bersedia melunasi sisanya, setelah aborsi itu. Nah, pada 7 Juni Eti disuntik 2 cc Silamidon dan B-12 di punggungnya, untuk merontokkan janin. Ia diminta datang lagi esok hari. "Jika perut sudah sakit betul," kata Ria. Sambil menunggu reaksi obat, gadis itu dibawa Ibrahim menginap di Hotel Medan kamar 38. Sekitar pukul 2.30 dini hari, Eti mengerang, perutnya sakit sekali. Ia segera diboyong ke rumah Ria. Di situ Eti disuntik Sintosinon. Tapi, tak beberapa lama setelah kembali ke hotel, sekitar pukul 5.00 Eti mengerang lagi. Mereka pun kembali lagi ke rumah Ria. Eti disuntik lagi dengan Pitocin. Kali ini Eti ditinggal sendiri, sementara Ibrahim, bapak satu anak itu, pulang ke rumahnya. Sepeninggal Ibrahim itulah, janin yang dikandung Eti itu melorot. Kira-kira pukul 8.00 Eti dijemput lagi. Eti dan Ibrahim kemudian kembali ke hotel. Namun, di hotel, Eti mengalami pendarahan. Keadaan Eti semakin parah. Darah terus-menerus merembes. Puncaknya pada dini hari, 9 Juni, Eti mengerang sambil memegangi perut dan dadanya. Panik, Ibrahim menjemput Ria. Ternyata, Ria pun tak berhasil menghentikan pendarahan. Eti kemudian dilarikan ke rumah sakit. Tetapi, begitu tiba, jiwanya melayang. Esoknya, Eti dimakamkan di kampungnya, Rantaupanjang, Peureulak, sekitar 400 kilometer dari Banda Aceh. Penyebab kematian disebutkan karena muntaber dan sakit jantung. Toh dosa itu tak tertutupi. Seorang saksi rupanya melihat Eti bersama Ibrahim di hotel tersebut. Polisi pun memerintahkan, mayat Eti harus diotopsi. Di bawah pohon mangga dekat makam Eti, otopsi dilakukan tim forensik RS Pirngadi, Medan. Hasilnya, disebutkan bahwa kematian Eti disebabkan robeknya puncak rahim. Di persidangan, Ibrahim dituntut jaksa dengan tuduhan melakukan perbuatan cabul dan membantu menggugurkan kandungan. Majelis hakim memvonisnya 6 taun penjara. Majelis yang dipimpin Baginda Hasibuan menyebut perbuatan Ibrahim, sebagai seorang intelektual dan pemuka masyarakat, telah menggoyahkan sendisendi adat dan agama yang sangat dijunjung masyarakat. Ibrahim sendiri menyatakan banding atas putusan itu. "Saya minta dihukum sesuai dengan KUHP. Tidak dengan KUHP plus," ujarnya. Maksudnya, selain berdasar undang-undang, hakim memvonisnya berdasar opini masyarakat. Ketua MU Aceh, Ali Hasjmy, memang pernah menyebut Ibrahim sebagai pelaku kasus sosial terbesar tahun 1991. Padahal, Ibrahim tegas-tegas menyangkal telah menghamili Eti. Keterangan di BAP yang menyebut ia bersebadan di sebuah hotel di Medan dan di dalam mobil, katanya, cuma karangannya saja, karena tak tahan dengan tekanan pada waktu diinterogasi polisi. "Ini musibah. Saya yakin, Tuhan akan memberi rahmat pada saya," katanya. Sri Pudyastuti R. (Jakarta) dan Mukhlizardy Mukhtar (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus