USAHA memonopoli merek air mineral, untuk kedua kalinya, tak bisa dilakukan Aqua. Kali ini, yang "mengkanvaskan" ambisi itu adalah Pengadilan Negeri Semarang. Majelis hakim yang diketuai S.M. Binti, pada sidang Selasa pekan lalu, menolak gugatan PT Golden Mississippi (produsen Aqua), atas PT Indotirta Jaya Abadi Semarang (produsen air mineral merek Qua-Qua). Pemilik Aqua menyeret Qua-Qua ke pengadilan karena menilai perusahaan saingannya itu melakukan persaingan dagang tidak sehat, memirip-miripkan merek dagangnya, dengan mereknya yang sudah dikenal luas: Aqua. Itu bisa dilihat dari cara pemilihan logo, huruf, dan kemasan yang dilakukan Qua-Qua. "Secara yuridis, bisa memberi kesan membingungkan bagi konsumen. Karena itu, pemakaian merek Qua-Qua tidak dapat dikualifikasikan sebagai pemakai merek beritikad jujur," begitu gugatan kuasa hukum PT Golden Mississippi, Rizawanto Winata. Putra pengacara terkenal Prof. Sudargo Gautama itu menganggap kliennya pemilik merek sah untuk jenis minuman mineral tersebut. "Kami mendaftarkannya November 1982 ke Direktorat Merek, dan diterima," ujar Rizawanto. Di pengadilan, kuasa hukum PT Indotirta Jaya Abadi (dulu Indoneer Jaya Abadi), Hari Adiwijaya, menolak keras dalil penggugat. Hari justru menilai bahwa Aqua tak memenuhi syarat sebagai merek dagang. Sebab, Aqua berasal dari bahasa Latin, berarti "air, cairan, dan warna hijau muda kebiru-biruan." Jadi, menurut Hari, Aqua itu merupakan macam barang. Padahal, menurut Undang-Undang Merek, kata-kata yang menunjukkan macam barang tidak dapat didaftarkan sebagai merek. "Seperti kecap, itu tidak boleh digunakan untuk nama merek kecap," katanya. Selain itu, Hari menilai, gugatan Aqua hanya mengada-ada. Sebab, kedua merek itu, jika dilihat baik dari bentuk logo maupun ejaan hurufnya, sangat berbeda. Majelis hakim S.M. Binti sependapat dengan Hari. "Setelah diteliti cermat, Aqua dan Qua-Qua tidak ada kesamaannya." Dengan demikian, menurut majelis, kemungkinan untuk menimbulkan salah pandang dari khalayak ramai kurang beralasan. Hakim juga berpendapat, tuduhan Qua-Qua menumpang beken dan memanfaatkan ketenaran Aqua tidak terbukti. "Karena pemakaian kata Aqua atau Qua telah menjadi hal yang umum untuk merek dagang minuman jenis air mineral seperti Aquaria, Aquades, atau Aquanas." Kesimpulannya, penggugat dinilai hakim tidak mampu membuktikan kebenaran dalil-dalilnya. Dengan alasan yang sama, pada 1988, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga pernah menolak gugatan Aqua. Waktu itu, perusahaan milik Tirto Utomo ini memperkarakan produk minuman mineral merek Club Aqua dan Asian Aqua. Malah, oleh hakim, nama Aqua dikembalikan lagi menjadi nama barang, bukan merek, sehingga tak seorang pun boleh memonopoli (TEMPO, 14 September 1991). PT Golden Mississippi tak puas dan kasasi -- acara perkara merek memang langsung kasasi, tak melalui banding. "Kami menghormati putusan hakim. Tapi tunggulah, kami masih punya kesempatan kasasi untuk membuktikan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Qua-Qua," kata Rizawanto. Rizawanto merujuk putusan PN Jakarta Pusat, Januari 1971, dalam sengketa antara pemilik Supermie dan Supermie Ayam. Pada perkara ini, hakim memenangkan pemegang merek Supermie. Alasannya, kendati Supermie itu nama barang dan sudah dikenal masyarakat, nama itu telah menjelma menjadi merek dagang. Biarpun sudah dua kali Aqua gagal memperkarakan merek yang mirip dengannya, Rizawanto tetap optimistis akan berhasil memperjuangkan Aqua menjadi satu-satunya merek untuk barang jenis minuman mineral di Indonesia. Atau, janganjangan, usaha itu merupakan bagian dari promosi Aqua saja? Aries Margono, Andy Reza R. (Jakarta), Heddy Lugito (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini