MASA jabatan Kolonel Soeparno sebagai Walikota Surabaya genap 5.
tahun 23 Januari ini. Tidak ada masa jabatan ke-2 baginya.
Gubernur Jawa Timur Soenandar Priyosudarmo, memang berkali-kali
mengemukakan bahwa hanya kepala daerah tingkat II yang
benar-benar berprestasi yang bisa menduduki masa jabatan dua
kali.
Soeparno dianggap tidak berhasil? Sunandar tidak terang-terangan
menyebut begitu. Tapi ia hanya memberikan nilai 6 bagi Soeparno.
Padahal gubernur menghendaki nilai 7 sebagai standarnya.
Berhasil atau tidak, banyak kalangan menilai Soeparno sebagai
"orang kuat". "Kalau bukan orang kuat mana dia bisa menduduki
jabatannya genap 5 tahun," ujar seorang pimpinan Parpol di DPRD
Surabaya. Memang banyak orang mengira Soeparno tidak bakal lama
jadi walikota. Terutama sejak Soenandar melontarkan kritik pedas
dan terbuka mengenai keadaan kota yang semrawut tahun 1976 lalu.
Karena kritik itu Soeparno dikabarkan memang sempat kalang
kabut. Penertiban kaki lima, kebersihan kota digalakkan di
mana-mana. Setahun kemudian, ketika ditemui TEMPO di
kediamannya, Soenandar menilai sebagian kritiknya sudah
dilaksanakan. "Dan kalau sebagian sudah dilaksanakan berarti
sebagiannya lagi masih dalam proses," ujar Soenandar.
Soeparno sendiri sering mengakui bahwa Surabaya kurang tertib
dan bersih. Menurutnya soal itu tidak sulit jika
persoalan-persoalan yang penting diselesaikan. Misalnya
perbaikan jalan dalam kota. Untuk memperbaiki jalan ini saja
tahun lalu menghabiskan dana Rp 2 milyar dari APBD Surabaya yang
waktu itu hanya Rp 10 milyar.
Proyek W. R. Supratman
Soal kesemrawutan lalu lintas, menurut Soeparno akan bisa
diatasi bila di Surabaya dibangun ring-road. "Saya sudah
mengusulkan supaya ring-road ini bisa dibangun dengan sistem
tol. Baru belakangan ini gubernur kelihatannya menyetujui usul
itu. "Kalau disetujui tahun lalu, tahun 1980 soal ring-road
sudah beres," ujar Soeparno.
Yang juga dipandang mendasar adalah soal penataan kampung.
"Mumpung belum terlanjur parah," ujar Soeparno. Untuk itu
digariskan proyek WR Supratman -- yang kalau di DKI disebut
proyek Husni Thamrin. Hasilnya selama 5 tahun ini sudah
diselesaikan 18 kampung yang dihuni sekitar 200.000 jiwa. Maih
36 kampung lagi yang harus digarap ddlam Pelita III. "Yang
menjadikansaya bangga, bukan saja keadaan kampung yang dulu
berlumpur dan pengap sekarang bersih dan tertib, tapi juga
besarnya partisipasi masyarakat. Hampir 50 persen biaya
perbaikan kampung yang sudah berjalan ini datang dari masyarakat
sendiri. Inilah sebabnya mengapa kota-kota lain akan belajar
dari Surabaya," katanya bangga.
"Kalau di proyek Husni Thamrin, seluruh biaya ditanggung
proyek," ujar Soeparno. Bukan hanya itu saja yang membanggakan
walikota yang pernah jadi atlit panahan di PON ke VIII. Tapi
juga tidak adanya gejala tersingkirnya penduduk asli dari
kawasan itu sebagaimana terjadi di Jakarta.
Hasil perbaikan kampung itu sendiri belum sempurna lantaran
belum bisa mengenyahkcm banjir setiap tahun. Bahkan boleh dikata
kian tahun kian luas saja daerah yang tergenan.
Soeparno mengakui belum banyak berbuat untuk merehabilitir
saluran yang panjangnya 1350 km bikinan Belanda. Demikian juga
dari 9 stasiun pompa yang ada tidak ada lagi yang berfungsi
penuh. Rupanya Soeparno beranggapan bahwa perbaikan saluran saja
belum cukup sebelum proyek Brantas Hilir yang bertugas
menormalisir Kali Mas selesai. Proyek terakhir ini paling cepat
baru rampung tahun 1981. Ke sungai inilah diharapkan semua
saluran air bermuara.
Pemenuhan sarana pokok warga kota, seperti air minum, boleh
dikata ada kemajuan. "Tahun depan dengan ditambahnya kapasitas
PAM menjadi 5.500 liter/detik, berarti sudah 80% kebutuhan air
minum tercukupi. Padahal waktu saya datang kapasitasnya baru
1350 liter/detik. Hanya soal listrik, walikota menemui
kesulitan, terutama yang diperuntukkan penerangan umum.
"Sudah lama saya mengusulkan supaya biaya listrik yang dipakai
penerangan umum ini dibebankan pada para langganan listrik. Tapi
bapak gubernur belum setuju," ujar Soeparno. Karena itu tidak
heran bila baru jalanjalan tengah kota yang kelihatan terang.
"Kalau kotamadya yang memikul semua ya tidak kuat. Sekarang saja
hutang kotamadya kepada PLN sudah 300 juta rupiah," ujar
Soeparno.
Usul walikota yang juga belum ada jawaban adalah perlunya
dibentuk kotamadya administratif dalam kotamadya Surabaya.
Kotamadya administratif itu, menurut walikota sudah mendesak
diadakan mengingat Surabaya sebagai kota besar nomor 2 setelah
Jakarta. "Ini bukan berarti tuntutan untuk menjadikan Surabaya
sebagai daerah tingkat I," ujarnya suatu ketika.
Selembar Surat
Selama ini yang membantu tugasnya di lapangan adalah pembantu
walikota yang kalau dulu disebut wedana. Melihat usulnya lama
tidak mendapat tanggapan itulah, ketika ditemui TEMPO 9 Januari
lalu, Soeparno merencanakan untuk memperlengkapi pembantu
walikota dengan aparat penertiban. "Daripada membentuk lembaga
wakil walikota, saya menilai lebih tepat memperkuat staf
pembantu walikota dan memberikan sekwilda tiga orang asisten,"
katanya.
Bangunan-bangunan baru tumbuh dengan pesat, sehingga banyak di
antaranya yang membangun dulu, baru minta izin. "Soal izin
bangunan ini memang sering menyulitkan saya. Apalagi ternyata
ada yang membangun hanya berdasarkan selembar surat dari bawahan
saya," kata Soeparno. "Sewaktu saya datang ke sini, ada 5000
izin bangunan yang tertunda. Tiap tahun saya harus mencicil, di
samping menggarap permohonan baru. Alhamdulillah sekarang ini
tinggal 1.500 izin bangunan yang tertunda," katanya.
Selama ini, pabrik-pabrik masih bertebaran dalam kota yang
menurut walikota sudah saatnya dipindahkan ke suatu tempat
khusus yakni kawasan industri Rungkut. Namun, seperti dikatakan
walikota, sekarang ini sudah hampir penuh. Sedang industri yang
masih dalam kota jumlahnya lebih banyak dari yang sudah berada
di Rungkut.
Penertiban lalu lintas, juga tidak bisa dibiarkan untuk menunggu
jalan lingkar. Jembatan-jembatan yang memotong Kali Mas sudah
waktunya minta diperlebar. Misalnya Jembatan Merah yang antik
itu, sekarang ini menjadi sumber kemacetan di daerah utara.
Demikian juga jembatan di dekat Perhutani Genteng Kali dan
Genteng Besar.
Kepada siapa tugas-tugas berat itu akan dipikulkan? Fraksi ABRI
sudah resmi mengusulkan drs Muhadji Widjaja sebagai calon
walikota. Muhadji kini Ketua DPRD Kodya Malang. Berpangkat
Letkol CPM, Muhadji dianggap calon terkuat. Fraksi PPP
mencalonkan H Koen Salahuddin. Fraksi Karya menjagoi Soetrisno,
sedangkan PDI tak mengajukan calon. Pemilihan berlangsung 20
Januari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini