Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Nilai 6 Bagi Walikota Soeparno

Masa jabatan Kol. Soeparno selama 5 thn dinilai kurang berhasil. Banjir setiap tahun makin meluas. Penertiban lalu lintas & daerah industri belum tuntas. (kt)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Nilai 6 Bagi Walikota Soeparno
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
MASA jabatan Kolonel Soeparno sebagai Walikota Surabaya genap 5. tahun 23 Januari ini. Tidak ada masa jabatan ke-2 baginya. Gubernur Jawa Timur Soenandar Priyosudarmo, memang berkali-kali mengemukakan bahwa hanya kepala daerah tingkat II yang benar-benar berprestasi yang bisa menduduki masa jabatan dua kali. Soeparno dianggap tidak berhasil? Sunandar tidak terang-terangan menyebut begitu. Tapi ia hanya memberikan nilai 6 bagi Soeparno. Padahal gubernur menghendaki nilai 7 sebagai standarnya. Berhasil atau tidak, banyak kalangan menilai Soeparno sebagai "orang kuat". "Kalau bukan orang kuat mana dia bisa menduduki jabatannya genap 5 tahun," ujar seorang pimpinan Parpol di DPRD Surabaya. Memang banyak orang mengira Soeparno tidak bakal lama jadi walikota. Terutama sejak Soenandar melontarkan kritik pedas dan terbuka mengenai keadaan kota yang semrawut tahun 1976 lalu. Karena kritik itu Soeparno dikabarkan memang sempat kalang kabut. Penertiban kaki lima, kebersihan kota digalakkan di mana-mana. Setahun kemudian, ketika ditemui TEMPO di kediamannya, Soenandar menilai sebagian kritiknya sudah dilaksanakan. "Dan kalau sebagian sudah dilaksanakan berarti sebagiannya lagi masih dalam proses," ujar Soenandar. Soeparno sendiri sering mengakui bahwa Surabaya kurang tertib dan bersih. Menurutnya soal itu tidak sulit jika persoalan-persoalan yang penting diselesaikan. Misalnya perbaikan jalan dalam kota. Untuk memperbaiki jalan ini saja tahun lalu menghabiskan dana Rp 2 milyar dari APBD Surabaya yang waktu itu hanya Rp 10 milyar. Proyek W. R. Supratman Soal kesemrawutan lalu lintas, menurut Soeparno akan bisa diatasi bila di Surabaya dibangun ring-road. "Saya sudah mengusulkan supaya ring-road ini bisa dibangun dengan sistem tol. Baru belakangan ini gubernur kelihatannya menyetujui usul itu. "Kalau disetujui tahun lalu, tahun 1980 soal ring-road sudah beres," ujar Soeparno. Yang juga dipandang mendasar adalah soal penataan kampung. "Mumpung belum terlanjur parah," ujar Soeparno. Untuk itu digariskan proyek WR Supratman -- yang kalau di DKI disebut proyek Husni Thamrin. Hasilnya selama 5 tahun ini sudah diselesaikan 18 kampung yang dihuni sekitar 200.000 jiwa. Maih 36 kampung lagi yang harus digarap ddlam Pelita III. "Yang menjadikansaya bangga, bukan saja keadaan kampung yang dulu berlumpur dan pengap sekarang bersih dan tertib, tapi juga besarnya partisipasi masyarakat. Hampir 50 persen biaya perbaikan kampung yang sudah berjalan ini datang dari masyarakat sendiri. Inilah sebabnya mengapa kota-kota lain akan belajar dari Surabaya," katanya bangga. "Kalau di proyek Husni Thamrin, seluruh biaya ditanggung proyek," ujar Soeparno. Bukan hanya itu saja yang membanggakan walikota yang pernah jadi atlit panahan di PON ke VIII. Tapi juga tidak adanya gejala tersingkirnya penduduk asli dari kawasan itu sebagaimana terjadi di Jakarta. Hasil perbaikan kampung itu sendiri belum sempurna lantaran belum bisa mengenyahkcm banjir setiap tahun. Bahkan boleh dikata kian tahun kian luas saja daerah yang tergenan. Soeparno mengakui belum banyak berbuat untuk merehabilitir saluran yang panjangnya 1350 km bikinan Belanda. Demikian juga dari 9 stasiun pompa yang ada tidak ada lagi yang berfungsi penuh. Rupanya Soeparno beranggapan bahwa perbaikan saluran saja belum cukup sebelum proyek Brantas Hilir yang bertugas menormalisir Kali Mas selesai. Proyek terakhir ini paling cepat baru rampung tahun 1981. Ke sungai inilah diharapkan semua saluran air bermuara. Pemenuhan sarana pokok warga kota, seperti air minum, boleh dikata ada kemajuan. "Tahun depan dengan ditambahnya kapasitas PAM menjadi 5.500 liter/detik, berarti sudah 80% kebutuhan air minum tercukupi. Padahal waktu saya datang kapasitasnya baru 1350 liter/detik. Hanya soal listrik, walikota menemui kesulitan, terutama yang diperuntukkan penerangan umum. "Sudah lama saya mengusulkan supaya biaya listrik yang dipakai penerangan umum ini dibebankan pada para langganan listrik. Tapi bapak gubernur belum setuju," ujar Soeparno. Karena itu tidak heran bila baru jalanjalan tengah kota yang kelihatan terang. "Kalau kotamadya yang memikul semua ya tidak kuat. Sekarang saja hutang kotamadya kepada PLN sudah 300 juta rupiah," ujar Soeparno. Usul walikota yang juga belum ada jawaban adalah perlunya dibentuk kotamadya administratif dalam kotamadya Surabaya. Kotamadya administratif itu, menurut walikota sudah mendesak diadakan mengingat Surabaya sebagai kota besar nomor 2 setelah Jakarta. "Ini bukan berarti tuntutan untuk menjadikan Surabaya sebagai daerah tingkat I," ujarnya suatu ketika. Selembar Surat Selama ini yang membantu tugasnya di lapangan adalah pembantu walikota yang kalau dulu disebut wedana. Melihat usulnya lama tidak mendapat tanggapan itulah, ketika ditemui TEMPO 9 Januari lalu, Soeparno merencanakan untuk memperlengkapi pembantu walikota dengan aparat penertiban. "Daripada membentuk lembaga wakil walikota, saya menilai lebih tepat memperkuat staf pembantu walikota dan memberikan sekwilda tiga orang asisten," katanya. Bangunan-bangunan baru tumbuh dengan pesat, sehingga banyak di antaranya yang membangun dulu, baru minta izin. "Soal izin bangunan ini memang sering menyulitkan saya. Apalagi ternyata ada yang membangun hanya berdasarkan selembar surat dari bawahan saya," kata Soeparno. "Sewaktu saya datang ke sini, ada 5000 izin bangunan yang tertunda. Tiap tahun saya harus mencicil, di samping menggarap permohonan baru. Alhamdulillah sekarang ini tinggal 1.500 izin bangunan yang tertunda," katanya. Selama ini, pabrik-pabrik masih bertebaran dalam kota yang menurut walikota sudah saatnya dipindahkan ke suatu tempat khusus yakni kawasan industri Rungkut. Namun, seperti dikatakan walikota, sekarang ini sudah hampir penuh. Sedang industri yang masih dalam kota jumlahnya lebih banyak dari yang sudah berada di Rungkut. Penertiban lalu lintas, juga tidak bisa dibiarkan untuk menunggu jalan lingkar. Jembatan-jembatan yang memotong Kali Mas sudah waktunya minta diperlebar. Misalnya Jembatan Merah yang antik itu, sekarang ini menjadi sumber kemacetan di daerah utara. Demikian juga jembatan di dekat Perhutani Genteng Kali dan Genteng Besar. Kepada siapa tugas-tugas berat itu akan dipikulkan? Fraksi ABRI sudah resmi mengusulkan drs Muhadji Widjaja sebagai calon walikota. Muhadji kini Ketua DPRD Kodya Malang. Berpangkat Letkol CPM, Muhadji dianggap calon terkuat. Fraksi PPP mencalonkan H Koen Salahuddin. Fraksi Karya menjagoi Soetrisno, sedangkan PDI tak mengajukan calon. Pemilihan berlangsung 20 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus