Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Buku Harian San San

Hasanudin, tertuduh dalam peristiwa pembunuhan Wibowo & istrinya, yang kini melarikan diri, melalui buku hariannya tetap membantah sebagai pembunuh suami istri tersebut.

29 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM khusus telah dikerahkan selama sebulan ini untuk menangkap kembali Hasanudin. Penggerebekan juga telah dilakukan para petugas kejaksaan di Cianjur Sukabumi dan kota lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dugaan memang macam-macam. Seorang "saksi mata" mengaku melihatnya masih di sekitar daerah perumahan Pluit di Jakarta. Tapi ada lagi yang menduga-duga ia berada di sebuah areal pengusahaan hutan di Kalimantan. Tapi sejauh itu, Asisten 11 Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, R. Mardjuki Machdi, hanya berkesimpulan Hasanudin, tertuduh tunggal perkara pembunuhan suami-istri Wibowo yang lolos dari pengawalan 22 Oktober lalu, belum "kabur ke luar negeri atau mati dibunuh orang. " Tapi jelas, pemeriksaan terpaksa ditunda. Padahal, pengadilan sedang berlangsung cukup menarik, ketika Hasanudin tiba-tiba minggat. Hari itu terdakwa membantah melakukan sesuatu yang mencelakakan Wibowo dan istrinya. Bahkan, pengadilan yang dipimpin Hakim Ketua Pitojo dimintanya agar memperhatikan salah seorang saksi, Liem. Saksi ini dianggapnya lebih bertanggungjawab dalam perkara tersebut. Yang Tersisa Sedianya, Liem hendak dihadirkan jaksa sebagai saksi pada sidang berikutnya. Tapi selesai sidang hari itu, Hasanudin dapat membujuk pengawalnya agar mampir ke rumah orang tuanya di Jalan Bekasi Barat, sebelum kembali ke tempat tahanan di LPK Cipinang. Kemudian ia dapat pula mengecoh pengawalnya Tak begitu sukar baginya. Sesampai di rumah orang tuanya, ia mengatakan hendak membayar taksi yang disewanya. Sejak itu Hasanudin dapat lolos dari pengawalan, dan terus melarikan diri. Menghilang. Yang tersisa adalah sesuatu yang sangat menarik: sebuah buku-hariannya yang kumal, berjudul "Diary San-San Untuk Dikenang". San-San adalah nama panggilan Hasanudin, yang baru 24 tahun dan masih jadi mahasiswa sebuah universitas swasta di Jakarta itu. Isinya, seperti dikemukakannya di pengadilan, merupakan "penjelasannya" sekitar peranan seorang bernama Liem, Direktur Salawati Hayu dalam peristiwa Wibowo (TEMPO, 18 Oktober) . Halaman pertama buku-harian Hasanudin, tanpa tanggal, mencatat nama polisi yang memeriksanya dan cara pemeriksaan yang dialaminya. "Saya disiksa," tulis San-San, "tengah malam dibawa ke kubur dan dipaksa untuk mengaku. " Di halaman berikutnya Hasanudin menyatakan ketidak-puasannya terhadap pemeriksa yang selalu mendesaknya. Ia berharap polisi memeriksa Liem seteliti-telitinya. Seperti yang ditulisnya 7 Mei, ia heran "Saya tidak habis pikir . . . Liem dan kawannya yang membawa Bowo dan Yanthi. Tapi kenapa dia bebas? Tidak diperiksa?"Liem, katanya, pernah mendatanginya di tempat tahanan. Menyuruhnya mengakui semua tuduhan. Untuk itu ada dijanjikan imbalan Rp 20 juta. "Saya pikir dia bekas boss saya, dan pernah membantu saya, . . . dia janji akan memberi uang dan mengurus, asal saya mau mengakuinya," tulisnya dalam buku harian itu. Hasanudin juga menuduh Liem melakukan kegiatan gelap seperti menyelundupkan bahan peledak, senjata dan "pengembalian orangorang Cina di Kalimantan", seperti ditulisnya 1 Mei. Wibowo dan orang lain bernama Priambodo, katanya, dibunuh karena tahu kegiatan tersebut. "Tapi, Liem, . . . saya juga tahu dan bisa buka suara dalam sidang nanti. " Selama dalam tahanan ternyata, katanya, ia tidak melihat ada usaha Liem mengurusnya seperti yang dijanjikan. Sekitar akhir Mei, tulisan Hasanudin menunjukkan kemarahannya, dan meng ancam: "Liem, kalau sampai saya yang menjalani hukuman, jangan harap kamu lepas dari saya." Ia berjanji akan membalas dendam sampai kepada seluruh keluarga Liem. Tak jelas adakah buku harian Hasanudin tersebut bermanfaat bagi yang berwajib atau tidak. Tapi Liem, sampai minggu lalu, hanya akan ditampilkan jaksa sebagai saksi. Direktur Salawati Hayu tersebut mengelak ketika dimintai keterangan oleh TEMPO sekitar "tuduhan" Hasanudin. "Tak ada waktu . . ," kata sekretarisnya yang bernama Yuni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus