SETAPAK demi setapak penerbitS an asing menyedot potensi
periklanan di Indonesia. Iklan minuman keras seperti bir San
Miguel, yang antara lain ditolak harian Kompas, kini muncul
dalam Time. Demikian pula iklan traktor Komatsu dan Caterpillar
serta mesin fotokopi Xerox tampil dalam edisi majalah itu yang
khusus beredar untuk Indonesia.
Namun kalangan biro iklan di Jakarta berpendapat bahwa pers
Indonesia masih tetap sebagai pilihan terbaik untuk melancarkan
promosi di negeri ini. Dengan peredaran lebih luas, media
Indonesia dianggapnya tetap memiliki daya tarik.
Persoalan bagi kalangan biro iklan ialah media Indonesia
pilihannya agak terbatas. Biro iklan Indo Ad, misalnya,
merencanakan memasang iklan suatu merk whisky dalam majalah
Time. Sebab, kata Emir H. Moechtar dari Indo Ad, "pers Indonesia
jarang mau memuat iklan jenis ini."
Walaupun kalangan pembacanya terbatas di Indonesia, media
asing rupanya terpilih untuk menyampaikan pesan komersial
tertentu saja. Dengan pertimbangan itu pula, biro iklan Inter
Admark konon memasang iklan traktor Komatsu dalam Time. Majalah
ini memang menyediakan kesempatan, dengan tarif terpisah, untuk
pemuatan iklan yang beredar di Indonesia saja.
Media asing makin cenderung dijadikan pilihan kuat bagi
kaum pemasang iklan, terutama bila media Indopesia yang jadi
favoritnya terpaksa menolak. Kebetulan koran lndonesia hanya
boleh terbit paling banyak dengan 12 halaman, sedang Dewan Pers
membatasi (sejak 1 Maret) ruang iklan dengan maksimum 30% saja.
Dari omset periklanan Indonesia yang ditaksir US$ 150 juta
(Rp 94,5 milyar) setahun, baru sekitar 1% yang diperkirakan
lolos ke pers asing. Ada kemungkinan persentase itu meningkat.
Harmoko, Ketua PWI dan Bendahara Dewan Pers, mengemukakan
"Bila ada iklan lari ke pers asing, kesalahan jangan ditimpakan
pada kebijaksanaan Dewan Pers." Dewan Pers membikin pembatasan
tadi supaya ada pemerataan penghasilan iklan.
Soekarno SH, Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, menilai
kebijaksanaan Dewan Pers itu telah membawa pengaruh baik bagi
perkembangan pers daerah yang tadinya miskin iklan. "Kalau pun
kemudian ada iklan lari ke pers asing, itu akibat sampingan
saja," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini