POLISI tentunya bukan momok, tapi pengayom masyarakat. Sebagai akibatnya, kasus tiga oknum polisi di Lampung Tengah layak mendapat perhatian serius. Kejadiannya sebagai berikut. Adalah A. Sikin, 36 tahun. Warga Desa Putra Aji Dua, Sukadana, Lampung Tengah, ini raib sejak 1 April silam. Istrinya, Suhaimah, 30 tahun, empat hari kemudian mengadu kepada kepala desanya dan ke Polsek Sukadana. Tapi, menurut Suhaimah, pengaduannya ke Polsek itu tidak ditanggapi. Menurut catatan di Polres Lampung Tengah, A. Sikin pernah terlibat perampokan dua kali, yaitu di tahun 1992 dan 1993. Ini berdasar pengakuan Rusli, yang katanya sebagai rekan Sikin dalam kasus perampokan. Rusli bakal diadili. Atas pengakuan Rusli itu, polisi menyatakan Sikin sebagai buron. Tapi warga desanya dan keluarganya meragukan versi polisi itu. Selama ini A. Sikin yang bertubuh tinggi besar itu dikenal baik. ''Karena itu, ia dipilih menjadi Ketua RT 07, Dusun III, Putra Aji Dua,'' kata Soekarno, Kepala Desa Putra Aji Dua. ''Seingat kami, ia tak punya musuh, dan tidak pernah tersangkut urusan dengan pihak berwajib,'' kata Wirjon, adik A. Sikin. Menurut pegawai Dinas Perkebunan Lampung Utara ini, satu-satunya yang dianggap sebagai musuh abangnya itu adalah H. Hasan, warga Metro, Lampung Tengah. Dua pekan sebelum Sikin lenyap, mereka pernah ribut walau tidak adu fisik. Menurut cerita Wirjon, H. Hasan menanam 56 pohon jati di kebun yang berbatasan dengan tanah milik ayah Sikin, Muslim. Ayahnya waktu itu sudah mengingatkan, pohon itu bisa menjadi sengketa. Lalu dicari kata sepakat: jika kelak pohon ditebang akan dibagi tiga. Dua bagian milik H. Hasan, dan satu bagian untuk Muslim. Sebelum pohon itu ditebang, Maret 1993, Muslim meninggal. Kesepakatan tadi buyar. Bahkan anak Hasan, Herni masih berfamili dengan Sikin, sebagai pamannya menghendaki semua pohon itu. Sikin menemui Hasan untuk memperjelas lagi pembagian seperti disebut ayahnya dulu. Jawaban Hasan, seperti dikutip Wirjon, ''Sudahlah, Kin, kalau kamu tidak mau, temuilah pamanmu.'' Buyarnya soal pembagian pohon jati itu justru menjadi bumbu dalam kisah raibnya Sikin, yang mayat dan kuburannya hingga kini tidak diketahui. Ceritanya malah berkembang lagi: ia dibunuh polisi atas suruhan H. Hasan dan anaknya. Hasan yang tergolong kaya di desanya itu, katanya, memberi upah Rp 30 juta kepada oknum polisi. Raibnya Sikin membuat Wirjon penasaran. Lalu ia menemui Mulyadi, warga Desa Rantau Jaya, orang terakhir yang mengajak Sikin. ''Betul, saya yang menjemput Sikin atas perintah Kapolsek Sukadana Lettu Abdul Rozak,'' kata Mulyadi pada Wirjon. Waktu itu Sikin diajak ke rumah Mulyadi. Jaraknya sekitar 15 km dari rumah Sikin. Di sanalah Sikin digerebek polisi lalu dibawa pergi. Berdasarkan keterangan Mulyadi itu, Wirjon menanyakan nasib abangnya kepada Kapolsek Abdul Rozak. ''Kami tidak tahu,'' jawab Rozak. Jawaban tersebut dinilai Wirjon janggal. Apalagi jika dikaitkannya dengan keterangan Firdaus, pemilik Toyota Kijang BE 2904 K. Sebelum menemui Rozak, Wirjon telah menanyai Firdaus. Mobil itu dipinjam Rozak untuk membawa A. Sikin. Kemudian Wirjon bersama dua rekannya mengadu ke Polres Lampung Tengah. Dari sini diperoleh info bahwa pada malam itu tidak ada operasi. Juga selama bulan April tak ada operasi dari polisi. Jadi, siapa yang menangguk A. Sikin? Pada 12 April Wirjon menulis surat pengaduan tentang hilangnya A. Sikin ke Kapolsek Sukadana dengan tembusan ke Polres Lampung Tengah, dan Kepala Desa Putra Aji Dua. Toh ke mana A. Sikin dibawa, tetap jadi teka-teki. Maka, 29 April Wirjon menulis surat pengaduan ke Den Pom ABRI di Bandarlampung. ''Kami juga menyertakan pengakuan Mulyadi,'' kata Wirjon kepada Kolam Pandia dari TEMPO. Pada 2 Juni lalu Mulyadi ditangkap dan diperiksa di Pom ABRI. Sebagai informan, ia mengaku disuruh menjemput A. Sikin dari rumahnya oleh Kapolsek Rozak. Setelah itu, Rozak, ditemani Serda Aguscik dan Mulyadi, datang dengan mobil yang dipinjamnya dari Firdaus. Sekitar pukul 01.00, Sikin ditangkap di rumah Mulyadi. Menurut Mulyadi, ada enam kali tembakan dilepaskan, kabarnya ada yang mengenai korban. Sikin dibawa naik mobil. Ke mana? Mulyadi tak bisa menjelaskan, karena tidak diikutkan. Ia juga tidak tahu jumlah polisi yang menangkap A. Sikin di rumahnya. Berpegang pada pengakuan Mulyadi ini, Aguscik dan Serda Wiluyo (keduanya anggota Polsek Sukadana) dan Kapolsek Rozak ditahan di Pom ABRI di Bandarlampung sejak pertengahan Agustus lalu. Selain mereka, ada enam anggota reserse Polres Lampung Tengah yang diperiksa. Belakangan mereka yang ikut membantu operasi pihak Polsek Sukadana pada malam itu dilepaskan lagi. ''Mereka tidak terbukti terlibat,'' kata sumber di Pom ABRI. Kapolda Sumatera Bagian Selatan Mayor Jenderal Yusnan H. Usman mengatakan, yang terlibat akan diproses secara hukum. ''Saya tidak akan membiarkan hal-hal yang mencemarkan citra polisi,'' katanya. Kini pihak Pom ABRI sedang memeriksa mereka secara intensif. ''Mereka itu bersalah atau tidak, nanti di mahkamah militer,'' ujar Kolonel Infanteri Haryono Danu, Komandan Korem 043-Garuda Hitam, Lampung. Menurut sumber di Den Pom Lampung, pemeriksaan sementara terhadap mereka baru sampai taraf dituduh membunuh. ''Belum mengarah sebagai pembunuh bayaran,'' katanya. Makanya, H. Hasan dan anaknya hingga kini juga dibiarkan bebas. Sementara itu, Suhaimah sedikit lega karena tersangka pembunuh suaminya sudah ditangkap. ''Saya mengharapkan keadilan. Supaya saya tahu penyebab hilang dan kesalahannya serta bagaimana lenyapnya suami saya,'' kata ibu empat anak itu. Widi Yarmanto dan Hasan Syukur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini