Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Calon Perwira, Calon Pengantin

Seorang calon perwira abri, 34, membunuh tony dan keluarganya, menyangkut pinjaman uang rp 200.000. spekulasi lain menyatakan peristiwa ini bersumber pada soal warisan. tersangka dalam pemeriksaan. (hk)

30 Oktober 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERNIKAHAN bagi siapa saja adalah soal penting. Begitu pula bagi calon perwira (capa) PCS, 34 tahun. Ia meminta kembali uangnya Rp 200 ribu yang dipinjam Tony Souw. Maksudnya untuk biaya pernikahannya dengan calon isterinya, seorang perawat diCimahi. Tapi dari Tony tidak didapatkan satu senpun. Sejak saat itulah PCS sangat kesal dan tidak mau menagih lagi. Meskipun pinjaman Tony belum dilunasinya, PCS masih ada cara lain. "Heh, terpaksa pakai uang calon isteri", katanya sambil tertawa. Walhasil ia bisa juga jadi pengantin, 3 Desember 1972. Tapi impiannya untuk menjadi perwira tertunda. Sebab tepat hanya 5 minggu setelah jadi seorang suami, ia cekcok dengan Tony dan menyebabkan kematian orang terakhir dan seluruh anggota keluarganya di Jalan Perniagaan 50 Jakarta Kota (TEM PO, 27 Januari 1973). Sejak keributan berdarah itu ia diskors sehingga kini masih jadi capa sedangkan kawan-kawan seangkatannya hampir kapten. Lewat Telepon Pengakuan PCS diungkapkannya minggu lalu dalam sidang Mahkamah Militer Jakarta-Banten yang dipimpin-Kolonel CKH Soewarno SH. Perkenalan PCS dengan Tony terjalin sejak 1963 dan hubungan mereka cukup akrab. PCS merasa berhutang budi ada Tony yang pernah meminjamkan mobil Fiat dan sepeda motor Puch Dengan hubungan seakrab itu maka PCS tidak keberatan meminjamkan uang Rp 200 ribu pada Tony. Tanpa tanda terima karena menurut capa tersebut "rasanya kurang enak uang segitu saja pakai kwitansi". Peminjaman ini dilakukan karena Tony perlu uang. Bila PCS punya simpanan diharap sudi menolongnya. alau PCS perlu uangnya kembali diminta memberitahu seminggu sebelumnya supaya Tony siap-siap. Pesan Tony juga dipenuhi PCS. Namun ketika PCS benar-benar perlu uangnya kembali, Tony ingkar janji. Memang Tony, menurut pengakuan PCS, menelepon capa tersebut Sabtu sore, 6 Januari 1973. PCS supaya datang ke Jalan Perniagaan untuk mengambil uang. Tapi PCS waktu itu sedang bertugas piket, maka esok harinya baru bisa memenuhi panggilan lewat telepon itu. Minggu pagi sebelum serah terima dengan perwira piket berikutnya. PCS meninggalkan kantornya di Bengkel Angkutan Air, Tanjung Priok. Pistol inventaris beserta magasen lengkap dengan 6 peluru dibawanya. Ia juga meminjam sepeda motor atasannya kapten Teguh Wiyono, untuk jangka waktu setengah jam. Tapi ternyata motor ini digunakan sebagai jaminan untuk meminjam uang Rp 30 ribu kepada Suprapto, tetangga PCS di Warakas, Tanjung Priok. Siang hari, kata PCS, ia tertidur pulas. Baru sore harinya datang ke rumah Tony. Isteri Tony, Magdalena yang membukakan pintu, setelah PCS menghubungi lewat telepon. Bercucuran Darah Sang tamu dijamu makan kecil dan juga makan malam. Sambil nonton televisi, Tony dan PCS, bicara soal uang Rp 200 ribu. Menurut PCS, jawaban Tony seperti anak-anak. "Uang segitu saja . . . kalau ada, tak saya tahan-tahan lagi", begitu antara lain Jawab Tony menurut PCS. Karena Tony belum juga mengembalikan pinjamannya maka sikap Tony seperti itu, kata PCS, "saya anggap ngenyek (mengejek) saya". PCS mencabut pistol untuk menakut-nakuti agar Tony tidak main-main. Tapi pistol itu sudah dikokang. Tidak lama kemudian peluru FN 45 mengenai mata kanan Tony dan tembus sampai ke dinding rumah. Langsung Tony menggeletak. Magdalena, kedua anaknya Katharina dan Ivan, serta pembantu rumah tangga, Siti, hampir serentak berteriak. Anjing Herder menyalak-nyalak bagai akan menggigit PCS. Keadaan ini menyebabkan PCS panik. Ia memerintahkan Magdalena mengurung anjing itu. Keempat orang yang masih hidup itu segera masuk kamar tidur. Peluru selanjutnya diarahkan pada Magdalena yang duduk di pinggir ranjang sambil menggendong Ivan, 2 tahun. Tepat kena kepala Magdalena. Menggeletak dengan tangan masih merangkul Ivan. Laras pistol kemudian ditujukan pada Siti. Perempuan muda ini tersungkur di lantai dekat majikannya. Ivan yang menggeletak di tempat tidur dapat giliran nomor 4. Giliran terakhir ke arah kepala Katharina, 4 tanun. Anak ini tidak langsung tewas dengan satu peluru. Dalam pemeriksaan pendahuluan PCS mengakui bahwa Katharina dibenamkan ke bak kamar mandi. Sebab waktu iu gadis cilik tadi walaupun bercucuran darah masih bisa lari. Di persidangan keterangan itu dicabut PCS. Menurut ingatannya semua korban tergeletak dan ia tidak tahu siapa yang membawa Katharina ke kmar mandi. Tapi PCS juga mengakui tidak ada orang lain yang datang kecuali dia sendiri. Bagian lain dari pemeriksaan pendahuluan ada juga yang dicabutnya. Yaitu jawaban yang menyebut bahwa dari rumah. PCS juga membawa pakaian untuk ganti bila pakaian yang dikenakannya terkena percikan darah ketika membunuh Tony dan keluarganya. Kata PCS, ia hanya membawa pistol, tanpa pakaian. Ia mencabut pengakuan karena ketika diperiksa di Skogar merasa ditekan. Sedangkan pemeriksaan oleh majelis hakim, katanya, "lebih fair". Lalu terjadi tanya jawab agak sengit antara tertuduh dengan Oditur Ahmad Nasution, sang Letkol yang juga bertitel SH itu. Oditur ini pernah diperingatkan hakim dan diprotes pembela karena menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan keterangan saksi sedangkan para saksi belum diajukan. Menarik pula tanya jawab antara hakim dengan tertuduh mengenai ihwal tembak-menembak. Hakim anggota bertanya apakah orang akan mati bila ditembak kepalanya dengan pistol FN dengan jarak 2 meter. Begini jawaban PCS. "Kalau dalam film . . . mati. Sebab saya belum pernah menembak orang". Barulah kemudian ia mengakui bahwa menurut akal sehat orang akan mati ditembak seperti itu. Tony ditembak dalaun jarak 1 12/ meter. Tertuduh juga mengakui bahwa penembakan dilakukan dengan tujuan untuk "mematikan musuh". Tony yang telah ingkar janji dianggapnya sebagai musuh. Ia terpaksa menembak karena panik. Namun ia agak repot menjelaskan arti kata "panik". "Susah juga untuk menguraikannya", katanya. Kurang lebih berarti "tenang, tidak memperhitungkan risikonya". Memang tertuduh mengakui bahwa laras pistol sengaja diarahkan pada sasaran. "Tapi soal kena, bisa saja kebetulan", ujarnya. Seluruh korban 5 orang itu semua terembus peluru di kepalanya. "Saya sendiri heran", ujar tertuduh yang merasa kurang mahir dalam latihan menembak. Banyak tembakannya yang meleset pada waktu latihan tapi ketika menghadapi Tony sekeluarga, dalam keadaan panik. toh bisa mengenai sasaran dengan jitu. Pengakuan tertuduh mengenai pinjaman Rp 200 ribu ini merupakan. hal baru tentang latar belakang dan motif pembunuhan terhadap keluarga Tony. Dulu pernah tersiar spekulasi bahwa peristiwa berdarah itu bersumber pada soal warisan. Maka ibu dan saudara Tony pernah berurusan dengan polisi. Malah ada saudara Tony yang mengaku terlibat dalam pembunuhan ini. Akibatnya seorang wartawan yang ikut dalam pemeriksaan pendahuluan di kepolisian tidak bisa menahan emosinya dan menghadiahkan bogem mentah kepada tersangka. Benar tidaknya keluarga Tony terlibat sampai kini masih jadi tandatanya. Kadapol Metro Jaya (waktu itu) Mayor Jendersl Polisi drs. Widodo BUdidarmo pernah menyatakan, pemeriksaan orang-orang sipil sudah selesai, tinggal menunggu tersangka yang anggota ABRI. Tapi sampai PCS dibawa ke Mahkamah Militer, tersangka dari keluarga Tony belum diketahui kelanjutannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus