Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Korban penyerobotan lahan oleh Kepala Desa Wanakerta Tumpang Sugian, Ending, 68 tahun, menutup pintu damai dengan sahabat karibnya itu. Pria itu tak menyangka Tumpang menyerobot tiga bidang tanahnya di kampung Sarongge, desa Wanakerta, Kecamatan Sindangjaya, Kabupaten Tangerang.
"Tidak ada ceritanya buat berdamai, saya mau polisi lanjutkan terus proses hukumnya, biar ini menjadi pelajaran buat Tumpang," kata Ending kepada Tempo, Rabu 4 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ending mengaku sangat kecewa dengan perbuatan sahabat karibnya itu yang telah mencaplok tanahnya seluas 4.000 meter persegi tersebut dengan cara yang licik. "Dia mengambil tanah saya dengan cara yang tidak terpuji, dengan seketika ia membuat sertifikat tanah itu atas nama dia," kata Ending.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyerobotan lahan Ending bermula saat ada Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2022. Ending tertarik memanfaatkan program pemerintah yang memudahkan masyarakat untuk mendapatkan sertifikat tanah secara gratis itu karena status tanahnya saat itu masih dalam bentuk akte jual beli (AJB).
"Sebagai kepala desa, Tumpang menawari saya ikut program PTSL ini dan dia sebagai koordinator," kata Ending.
Ending akhirnya ikut program PTSL. Ia menunggu sertifikat tanahnya keluar. Namun, hingga 2024 dokumen resmi kepemilikan lahan itu tidak kunjung ia dapatkan.
"Ketahuannya pada Maret 2024, saya cek ke BPN ternyata tanah saya sudah atas nama Tumpang," ujar Ending.
Saat itu Ending kaget dan tidak percaya jika orang yang ia anggap sahabat sejak 1982 itu telah menyerobot tanahnya dengan memalsukan dokumen dan surat tanahnya. Ending bersama anaknya, Nurmalia, melaporkan Tumpang atas dugaan pemalsuan sertifikat dan dokumen ke Polda Banten pada Maret 2024.
Keluarga Tumpang Juga Serobot Tanah Milik Ahli Waris Suinah
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten telah menangkap dan menahan Kepala Desa Wanakerta Tumpang Sugian dalam kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah di kampung Sarongge, desa Wanakerta, Kecamatan Sindangjaya, Kabupaten Tangerang. Selain menangkap Tumpang, Polda Banten juga menetapkan istri Tumpang sebagai tersangka dan dua anaknya buron dalam kasus yang sama.
"Kebetulan mereka satu keluarga, istri dan anaknya juga tersangka dalam kasus yang berbeda dan pelapor yang berbeda," kata Kepala Sub Direktorat Harta Benda dan Bangunan Tanah II Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten Ajun Komisaris Mirodin.
Adapun istri Tumpang, Amsinah, dan dua anaknya, Mohamad Solichin dan Saeful ditetapkan tersangka setelah dilaporkan keluarga ahli waris Suinah yang merasa tanah mereka dikuasai secara sepihak oleh keluarga Tumpang.
Keluarga ahli waris yakin jika tanah tersebut belum pernah diperjualbelikan dan belum berpindah tangan. Tanah itu telah dijual keluarga Tumpang ke pengembang perumahan. Keluarga ahli waris Suinah memutuskan menyegel tanah yang sudah dipadatkan dan diratakan dengan tanah di dalam kawasan pengembangan perumahan Suvarna Sutera.
Mereka juga melaporkan Solichin, Saeful dan Amsinah ke Polda Banten. "Kami melaporkan adanya dugaan tindakan pidana pasal 263 dan 266 KUHPidana, akta palsu dan keterangan palsu yang diduga dilakukan Solichin," ujar kuasa hukum ahli waris, Imam Fachrudin kepada Tempo.
Imam mengungkapkan, peristiwa dugaan pidana perbuatan melanggar hukum mulai tercium, ketika muncul surat dan dokumen tanah milik Arpiah berganti nama menjadi Sarpiah. " Surat dan dokumen itu menyebutkan seolah-olah orang yang sama dan objek tanah yang sama," kata Imam.
Menurut Imam, dugaan pemalsuan surat dan dokumen tanah ini dilakukan Solichin saat menjabat kepala desa Sindang Asih. Dia membuat surat dan dokumen palsu atas nama Sarpiah. " Data Sarpiah dibuat seolah olah sama dengan nama Arpiah yang telah meninggal," kata Imam.
Selanjutnya, Sarpiah menjual tanah seluas 2.000 meter itu ke Amsinah, istri Kades Wanakerta Tumpang Sugian, yang tak lain ibu Solichin. Amsinah kemudian menjual tanah itu ke PT DMP.
Saat ini, kata Imam, tanah kliennya itu telah dikuasai pengembang dan akan dibangun perumahan dan kawasan bisnis yang mewah. "Objek tanah kami telah dikuasai pengembang," ucapnya.
Padahal, kata Imam, tanah tersebut milik Suinah yang membeli tanah dari Arpiah. Sebelumnya, Arpiah membeli tanah itu dari Nursin.
Imam mengatakan, hasil penelusuran dan investigasi mereka, Sarpiah tidak memiliki tanah tersebut. "Kami telah menemui Sarpiah seperti disebutkan dalam dokumen palsu itu, ternyata ibu Sarpiah mengaku tidak punya tanah itu dan tidak pernah terlibat transaksi jual beli tanah. Boro-boro punya tanah dan rumah, kenal juga tidak," kata Imam menirukan ucapan Sarpiah, yang namanya dicatut Solichin.
Berdasarkan bukti dan sejumlah kejanggalan itu, keluarga ahli waris dari Suinah akhirnya melaporkan Solichin ke Polda Banten pada 2019.
Polda Banten hingga kini masih memburu Solichin dan Saeful, yang telah masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron setelah kakak beradik itu mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka pemalsuan dokumen dan surat tanah.
Motif dan Modus Kades Wanakerta Serobot Tanah Warga
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Banten Ajun Komisaris Besar Dian mengatakan, motif Kepala Desa Wanakerta Tumpang Sugian dalam kasus pemalsuan surat tanah di Kampung Saronge, Desa Wanakerta, Kabupaten Tangerang adalah untuk menguntungkan diri sendiri.
“Motif tersangka adalah menguntungkan diri sendiri dengan modus membuat atau menggunakan surat yang isinya tidak benar atau palsu untuk proses penerbitan Sertifikat Hak Milik,” ujar Dian dalam keterangan tertulis, Rabu 4 September 2024.
Akibat tindakan tersangka itu, kata Dian, korban mengalami kerugian hingga Rp 2,1 miliar. "Pelapor sekaligus korban Nurmalia mengalami kerugian sebesar Rp2,1 M,” kata Dian.
Dian menjelaskan penangkapan tersangka ini berawal dari laporan korban, Nurmalia pemilik 3 bidang tanah di Kampung Sarongge, Desa Wanakerta yang diduga diserobot kepala desanya sendiri.
Anak Ending itu mengetahui surat kepemilikan tanah seluas 4.000 meter itu berganti nama Tumpang ketika mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat tanah melalui program ajudikasi PTSL yang dilaksanakan di Desa Wanakerta pada tahun 2022. "Akan tetapi permohonan sertifikat tersebut tidak terbit sertifikat,” kata Dian.
Pada Maret 2024, Nurmalia mengajukan permohonan pengukuran ke kantor pertanahan Kabupaten Tangerang terhadap ke 3 bidang tanah miliknya. Kemudian dilakukan pengukuran oleh Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB), dengan hasil ternyata 3 bidang tanah tersebut telah terbit Sertifikat Hak Milik atas nama Tumpang Sugian yang terbit melalui program ajudikasi PTSL 2022.
“Diduga proses penerbitan sertifikat hak milik atas nama tersangka TS yang juga menjabat sebagai kepala Desa Wanakerta, menggunakan surat yang isinya tidak benar atau palsu," kata Dian.
Atas perbuatan tersangka, polisi menjerat tersangka dengan pasal 266 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 7 tahun dan atau Pasal 263 dengan ancaman pidana 6 tahun.
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Bukti Perundungan Mahasiswa PPDS Undip Dokter Aulia Risma, Komentar Hotman Paris di Sidang Korupsi Emas Antam