MENGENAKAN setelan safari cokelat tua, bekas Gubernur DKI Jakarta, Tjokropranolo, 65 tahun akhir datang juga ke pengadilan. Dengan gagah dan penuh keyakinan, sembari mengumbar senyum ramah, Senin pekan ini, ia duduk di kursi saksi Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Kedatangan Tjokropranolo sebaai saksi dalam kasus kejahatan jenis baru: penyadapan telepon di kantor dan di rumah Direktur Bank Tani Nasional Wibowo Ngaserin, itu tentu saja menarik perhatian pengunjung. Sebab, menurut dakwaan jaksa, penyadapan telepon itu terjadi justru karena para terdakwa disuruh oleh Tjokropranolo . Tapi sampai tiga kali panggilan hakim di persidangan dengan terdakwa M. Yasir Rangkuti bersama dua orang oknum Perumtel, Yohanes V. Tri Sutanto dan Munadjat, bekas pejabat itu tak muncul. Bahkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara-salah seorang terdakwa penyadap telepon, Suhartoyo, diadili di situ Tjokropranolo sama sekali tak muncul. Akibatnya, hakim terpaksa mendengarkan kesaksian tertulisnya di berita acara. Padahal, Yasir, 44 tahun, menurut dakwaan Jaksa M. Daud, membujuk Yohanes selaku Kepala Subseksi RCM Dinas Pelayanan Perumtel Jakarta Kota agar tidak takut menyadap telepon Wibowo Ngaserin karena "proyek" itu atas suruhan Tjokropranolo--salah seorang komisaris Bank Tani Nasional. Menurut jaksa, Yasir memberikan "order" penyadapan itu kepada Yohanes sejak Januari 1988 sampai April 1988 dengan imbalan Rp 400 ribu. Yohanes kemudian menugasi dua anak buahnya: Munadjat, untuk merekam pembicaraan telepon di kantor Wibowo, di Jakarta Barat, dan Suhartoyo, untuk menyadap pembicaraan telepon di rumah Wibowo, di Jakarta Utara. Semua hasil rekaman itu, sebanyak 600buah kaset rekaman - dengan sandi "keroncong" - kata jaksa, diserahkan Yasir kepada Tjokropranolo dan Eddy Kusuma di kantor PT Inti Indorayon Utama (IIU) di Jakarta. Tapi belakangan, setelah Wibowo mengadu ke Mabes Polri, komplotan Yasir digulung polisi. Menurut Wibowo, kejahatan itu berlatar belakang perselisihan bisnis antara dia dan Sukanto Tanoto - Komisaris Utama Bank Tani Nasional, yang juga komisaris PT IIU dan komisaris United City Bank--bersama Tjokropranolo. Antara Wibowo dan Sukanto, sejak September 1987, memang terjadi pertikaian sekitar pemilikan saham di Bank Tani Nasional. Tapi di persidangan, Yasir mencabut keterangannya bahwa penyadapan itu atas pesanan Tjokropranolo. Karyawan swasta - konon "rekan" bisnis Sukanto - itu mengaku melakukan penyadapan atas inisiatifnya sendiri untuk menyingkap kasus perjudian di Bank Tani. Ia hanya mengaku pernah sekali memberikan kaset rekaman itu kepada Tjokropranolo. Sebab itu, majelis hakim, yang diketuai Wahyudi, menganggap penting kesaksian Tjokropranolo. Tapi sampai dua kali panggilan- Tjokropranolo tak muncul, tanpa alasan yang jelas. Pada panggilan ketiga, Senin pekan lalu, hanya Pengacara R.O. Tambunan yang muncul di sidang. Menurut Tambunan, kliennya itu sebenarnya sudah hadir di pengadilan sejak pukul 9.00 pagi. Tapi, kata Tambunan, karena Jaksa Daud tak kunjung datang, akhirnya bekas gubernur itu meninggalkan pengadilan, sebelum sidang dimulai pada pukul 11.30 siang. Kendati tak melihat sendiri saksi itu toh hakim percaya. Sebab itu, hakim Wahyudi hanya memerintahkan jaksa agar memanggil saksi pada sidang pekan ini. Di persidangan terdakwa Suhartoyo, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu pekan lalu, Tjokropranolo malah tidak datang sama sekali, kendati sudah tiga kali dipanggil hakim. Karena saksi penting itu tak datang, hakim terpaksa memerintahkan jaksa membacakan kesaksiannya di berita acara pemeriksaan (BAP) polisi. Tentu saja, kesaksian itu tidak di bawah sumpah. Memang, "Kesaksian itu hanya merupakan petunjuk saja, untuk digabungkan dengan kesaksian lainnya," kata ketua majelis Maruarar Siahaan. Di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Tjokropranolo membantah tuduhan keerlibatannya dalam kasus itu. Bahkan ia mengaku tak mengenal terdakwa Yasir. Ia hanya mengaku menerima kaset hasil penyadapan telepon dari seseorang tak dikenal, yang mengaku mempunyai bukti bahwa di Bank Tani Nasional ada perjudian lewat telepon. "Jadi, saya ingin membuktikannya," kata Tjokropranolo, yang sebagai saksi - tak lazimnya - didampingi pengacara, R.O. Tambunan. Bekas pengawal pribadi almarhum Panglima Besar Jenderal Sudirman itu mengaku di kaset itu juga ada pernyataan yang berkenaan dengan kenegaraan dan pejabat negara. "Menurut saya, hal itu membahayakan," kata Tjokropranolo. Menurut Tambunan, istilah membahayakan itu di antaranya membicarakan soal bisa dibelinya hukum di Indonesia dan pernyataan yang meremehkan pemerintah. Majelis hakim mempertanyakan, kenapa Tjokropranolo tak menyerahkan kaset-kaset itu kepada yang berwajib. "Karena kaset itu bukan barang bukti, tetapi informasi,?' jawab Tjokropranolo kalem. Sebagai informasi, "Saya sudah menyerahkan kopinya kepada Menteri Kehakiman sebelum kasus ini disidik polisi," tambahnya. Seusai sidang. TJokropranolo mengatakan, selama ini ia tak mengomentari kasus itu bukan karena ingin menutup-nutupi. Ia juga mengelak ketidakhadirannya di Pengadilan Jakarta Utara meremehkan panggilan pengadilan "Yang utama itu kan persidangan di Jakarta Barat. Makanya, saya konsentrasi di sini," ujar Tjokropranolo.Happy S., Agus Basri, dan Priyono S. Sumbogo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini