Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Einstein dan dua tangan kiri

Simposium tentang pengenalan kesulitan belajar & disfungsi minimal otak (dmo) di gedung depsos, jakarta. penderita dmo biasanya hiperaktif dan punya intelegensi sedikit diatas rata-rata.

29 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARI, 10 tahun, adalah seorang siswa kelas IV SD. Inteligensinya tergolong cukup. Nilai rapornya rata-rata saja. cuma enam. Tapi ia termasuk jago main catur dan videogame. Sehari-hari Ari dikenal bandel, gampang marah, dan suka mengganggu sesama teman. Kalau mencatat pelajaran, lamanya bukan main tulisannya nyaris tak bisa dibaca . Begitu pula Ruli dan Rudi - juga bukan nama sebenarnya. Anak kembar berusia delapan tahun itu susah belajar. Daya konsentrasinya kacau Mereka susah melakukan pekerjaan yang biasa bagi anak-anak seusianya. Misalnya, mereka belum bisa mengancingkan baju dan memasang tali sepatu. Perilaku aneh ini tentu saja menjengkelkan para guru. Kebetulan, kasus itu menjadi bahan perbincangan pada simposium "Pengenalan Kesulitan Belajar dan Disfungsi Minimal Otak' dalam rangka menyambut lari Anak Nasional di gedung Aneka Bhakti, Departemen Sosial, Sabtu lalu. "Penderita DMO biasanya memang susah memusatkan perhatian impulsif, dan hiperaktif," kata psikiater anak Dwidjosaputro. Ini biasanya dialami anak-anak yang memiliki inteligensi rata-rata atau sedikit di atasnya. Dan, percaya atau tidak, jumlah penderita DMO pada pria - 10 kali lebih besar dibandingkan wanita. Mereka juga susah belajar. "Kalau membaca sering ragu, tersendat, dan tidak berirama," kata Conny Semiawan. Kata "lupa" acap diucapkannya "pula" dan kata "pos" kadang dibaca "sop". Susah membedakan kanan dan kiri atau depan dan belakang. Makanya penderita DMO sering disebut "memiliki dua tangan kiri''. Dan anehnya. penderita ini biasanya datang dari golongan menengah ke atas. Untuk menyembuhkannya, ya, perlu latihan. Di sini, faktor guru dan orangtua sangat penting untuk membantu memulihkan kelainan mereka. Mereka harus diajari urutan langkah suatu kegiatan. Misalnya, soal mencuci tangan: buka kran, basuh tangan, sabun, basuh lagi, tutup kran dan keringkan dengan lap. "Ini bisa jadi jembatan buat anak untuk mengatur dirinya, ' kata Conny Semiawan. Sebenarnya, penderita DMO tidak termasuk anak bodoh. Hanya saja, mereka tak mampu mengerjakan sesuatu yang biasa dilakukan anak-anak normal. Ini bisa terjadi. tak lain, karena mereka terbiasa dibantu. Memasang sepatu diladeni makan disuap, mandi dimandikan dan lain-lain. Tapi, boleh jadi mereka bisa menjadi orang yang sangat berhasil. Soalnya, orang jenius seperti Thomas A. Edison dan Albert Einstein, konon, pernah bertingkah semacam penderita DMO itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus