Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa dua Sersan Satu Akbar Adli akui menyuruh terdakwa satu Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo untuk melepaskan tembakan pistol Arex Zero 2 dan menewaskan bos rental mobil Ilyas Abdurrahman. Peristiwa itu terjadi di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak di depan Indomaret pada 2 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setelah terdakwa (Akbar) dipegangi, benar terdakwa memerintahkan terdakwa satu untuk menembak?” cecar Orditur Militer. “Itu pokoknya kami teriak meminta bantuan,” jawab terdakwa Akbar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemudian dijawab oleh Orditur “Pertanyaan saya, benar terdakwa memerintahkah terdakwa satu menembak?” lalu dijawab terdakwa Akbar “Siap, kami teriak tembak tut, kalau tidak salah.” Jawab Akbar.
Kemudian ditegaskan dengan pertanyaan dari Orditur, “Di tentara itu apa namanya?” Kemudian dijawab oleh Akbar “Siap itu perintah.” Posisi Bambang secara pangkat lebih rendah dari Akbar. Bambang masih berpangkat Matra Tamtama sementara Akbar berpangkat Bintara.
Senjata tersebut adalah senjata organik Angkatan Laut milik Akbar sesuai dengan surat izin inventaris senjata. Senjata itu dipegangnya dalam kapasitasnya sebagai ajudan dari salah satu pimpinan Komanda Pasukan Katak (Kopaska), namun saat peristiwa penembakan bos rental mobil ia sedang cuti. Senjata itu melekat pada dirinya, meski tidak sedang bertugas.
Dalam pengakuan Akbar, ia mengakui memberikan senjatanya kepada Bambang saat ia dan terdakwa tiga Sersan Satu Rafsin Hermawan hendak ke toilet yang tidak jauh dari Indomaret dan Bambang seorang diri. Padahal meski sama-sama prajurit TNI, Bambang tidak memegang izin inventaris senjata. “Kalau ada apa apa tembak saja,” pesan Akbar kepada Bambang
Akbar mengatakan diserahkannya senjata itu, karena sebelumnya di perjalanan, mereka dicegat oleh sekelompok orang, kurang lebih tujuh orang, di daerah Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Banten. Pencegatan terjadi setelah ketiganya melakukan transaksi mobil Honda Brio yang hanya memiliki STNK tanpa surat-surat resmi.
Pencegat itu adalah Ilyas dan sejumlah kawan serta anaknya. Mereka hendak mengambil Honda Brio milik Ilyas yang sebelumnya disewa seseorang, namun tidak kunjung kembali. Dan kemudian berpindah tangan kepada tiga anggota TNI tersebut.
Saat pencegatan, Bambang juga sudah sempat menodongkan pistol kepada kelompok yang mencegatnya. Hal itu juga atas instruksi dari Akbar yang mengkode “Si si, di situ si. Saya mengkode ada di tas (pistol milik Akbar yang ada di mobil yang dikendarai Bambang)”, ujar Akbar.
Sementara Akbar dan rekannya Rafsin mengendarai mobil Brio milik Ilyas. Intruksi itu diberikan karena berdasarkan pengakuan Akbar, pencegat berusaha merebut kunci mobil Honda Brio dan mencekeknya.
Namun ketiganya kemudian berhasil lolos. Sayangnya mereka kembali ditemukan Ilyas dan teman-teman di Rest Area KM 45 Tol Tangerang-Merak di depan Indomaret pada 2 Januari 2025. Terjadilah peristiwa penembakan yang menewaskan Ilyas. Kemudian ketiganya kabur dengan mobil Sigra dan Honda Brio.
Atas perbuatan mereka, Bambang dan Akbar di dakwa dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terkait Pasal pembunuhan berencana. Sementara Rafsin didakwa atas Pasal Pasal 480 KUHP tentang penadahan.
Dalam persidangan, Akbar mengaku tidak mengetahui bahwa mobil yang mereka beli adalah hasil tindak kejahatan. Namun Orditur menyangsikan keterangan Akbar. Sebab harga mobil di bawah harga pasar dan tidak disertai dokumen resmi.
Sebelumnya mobil Honda Brio itu disewa seseorang dari Ilyas dan berakhir di mereka. Akbar mengklaim tindakan yang dilakukannya karena mengira kelompok yang mencegatnya adalah penjahat.