MEMANG ada serigala berkulit kambing. Tapi Imam Tohari? Empat petugas dari Polwiltabes Surabaya, suatu malam, tiba-tiba datang untuk menangkap Imam. Dan ujar Serma Soedjono malam itu, saat menemui Ketua RT Jetis Kulon di Wonokromo, Jawa Timur, "Dia terlibat pembunuhan." Imam, mahasiswa IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Ampel Surabaya, yang sangat alim, tinggi, ganteng, dan agak pendiam, itu membunuh? Di kampungnya ia menjabat ketua pengajian remaja. Jangankan membunuh, berkata kasar saja dia hampir tak pernah. Waktu itu, melihat penampilan Imam, 27, yang begitu kalem, para petugas pun sempat ragu-ragu. Maka, ia dibiarkan sendiri saat meminta izin berganti pakaian. Tapi, begitu masuk kamar, ia lenyap. Rupanya, tersangka ini meloncat dari jendela di lantai dua rumah orangtuanya, yang cukup berada, dan menghilang. Tiga hari kemudian baru dia ditemukan keluarganya di rumah seorang famili. Ia sedang menangis tak henti-hentinya, seraya mendekap Quran. Imam, didampingi dua pengacara, akhirnya diserahkan ke Polwiltabes Surabaya, dan selanjutnya dibawa ke Polres Badung, Bali. Sebab, di pulau inilah memang peristiwanya berlangsung. Sampai pekan lalu ia masih terus diperiksa. Kuat dugaan, tersangka terlibat pembunuhan Abdurrahman, karyawan money changer CV Dirgahayu, Kuta, 16 Juli lalu. Dan jangan kaget. Abdurrahman, yang tinggi berewokan itu, tak lain sahabat Imam sendiri. Sejak SD mereka berteman, dan baru berpisah dua tahun lalu. Setamat SMA Abdurrahman tak meneruskan belajar, tapi bekerja di Bali. Sementara itu, Imam, yang sudah kawin dan punya satu anak, meneruskan kuliah di IAIN Surabaya, dan kini ia mahasiswa semester ketujuh. Menurut Kapolres Badung, Letkol Drs. Wismaya, pembunuhan ini bermotif perampokan. Dan Imam tak sendiri. Ada tersangka lain, Suwarno, teman sekampung yang memang dikenal agak bergajulan. Sayangnya, lelaki berusia 25 tahun itu keburu kabur. Dugaan perampokan disusur polisi karena ditemukan sejumlah cek, penjualan uang US$ 100 dan Rp 120 ribu, pada diri tersangka. Lembaran berharga itu, tampaknya, bagian dari travel check senilai A$ 1.120 dan US$ 780 serta uang tunai Rp 2,4 juta, yang hendak disetorkan oleh korban kepada bosnya. Imam sendiri membantah. Ia mengaku, bukan dia pelakunya. Korban, katanya dihabisi oleh Suwarno karena mereka berselisih paham. Malam itu, 16 Juli lalu, korban dijemput saat baru keluar dari tempat kerjanya di Hotel Kuta Suci, dan hendak menyetorkan cek kepada bosnya, yang berkantor tak jauh dari situ. Ia diajak naik mobil jip Jimny carteran warna kuning. Imam memegang setir. Korban duduk di sampingnya, sedang Suwarno duduk di belakang. Dalam perjalanan menuju Denpasar, menurut Imam, Suwarno bertengkar dengan kedua teman yang menjemputnya. Kira-kira pukul 19.30, saat jip meluncur di Jalan Tuban, Suwarno menghantamkan dongkrak ke kepala Abdurrahman, hingga tubuhnya terkulai menyandar ke tubuh Imam. "Mobil sampai nyeleot dan berhenti mendadak," begitu tutur Imam kepada keluarganya, sebelum ia diserahkan ke polisi. Hantaman diulang beberapa kali sampai korban tewas, dan Imam mengaku tak berdaya. "Dia mengancam, kalau saya lari, akan turut dihabisi," kata Imam lagi. Mayat sempat dibawa ke sana kemari untuk dibuang, dan mereka sempat membeli tali rafia. Urung membuang di Tabanan dan di Tanah Lot, mereka lalu berhenti dekat kuburan, di lereng jurang, di kawasan yang disebut Abianluang. Korban diberi pemberat batu, dilemparkan ke jurang. Esoknya mayat ditemukan. Kebetulan, polisi tak perlu lama mengusut, karena ada saksi yang melihat saat korban dijemput jip kuning sewaan -- yang tak begitu banyak jumlahnya di Bali. Dari perusahaan yang menyewakan mobil, tak sulit diketahui penyewa mobil dimaksud malam itu. Sebuah sumber menyatakan, tersangka mengajak Suwarno pergi ke Bali memang untuk melampiaskan sakit hati. Lebaran yang lalu, Abdurrahman pulang ke Surabaya. Kebetulan Soleh, saudara sepupu Imam, mau menjual mobil VW kodok tua. Abdurrahman menyarankan dijual di Bali saja, sebab bisa laku lebih mahal, setidaknya Rp 1,7 juta. Pasaran di Surabaya cuma sekitar Rp 1 juta. Singkat cerita, Soleh dan Imam menuju Bali. Ternyata, bak kata pepatah, mengharap burung terbang, punai di tangan dilepaskan. Mobil itu di Bali cuma laku Rp 500 ribu. Itu pun, yang Rp 200 diutang dulu, menanti surat-surat kendaraan dibereskan. Dan pembeli itu adalah kenalan Abdurrahman. Karena itu, konon, Soleh dan Imam bertengkar dan tak bertegur sapa. Pada 15 Juli, Imam balik lagi ke Bali, mengajak Suwarno. Kurang jelas apa maksud mereka, untuk menagih sisa penjualan atau untuk apa. Dan Suwarno, yang tak punya kerja tetap dan sering nongkrong di terminal bis, tertarik, ikut karena oleh Imam korban digambarkan seorang yang selalu memegang banyak uang. Hingga di sini perkara memang belum jelas benar. Konon, Imam di Bali sempat ragu, tapi lalu disemprot oleh Suwarno. "Kamu jangan macam-macam. Saya sudah telanjur berkorban banyak," konon, kata Suwarno. Yang tahu persis makna kata-kata itu mungkin hanya mereka berdua. "Saya tak menduga, hati tersangka kok kotor begitu," ujar Nyonya Asia, 55, yang tak lain ibu kandung korban. Tapi benarkah Imam serigala berkulit kambing, baru benar-benar bisa diketahui bila Suwarno nanti tertangkap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini