SIANG itu, Nyonya Sutrato sekelebatan melihat seorang pemuda di halaman rumahnya. Waktu didekatinya, pemuda itu lari. Tiba-tiba, nyonya yang berumah di bilangan Tebet, Jakarta Selatan, itu melihat seorang pemuda lagi, yang tak dikenal, berada di ruang tamu. "Mau minta sumbangan, Bu," ujar pemuda itu, yang belakangan diketahui bernama Yanto, berusia 23. Nyonya Sutrato tak begitu percaya. Masa mau minta sumbangan dengan cara nyelonong begitu saja ke ruang tamu, dan sudah membuka-buka lemari video? Nyonya rumah lalu berteriak. Tetangga pun berdatangan, dua pemuda segera diinterograsi, sambil dipukuli. Tak lama kemudian polisi yang dilapori datang. Yanto pun, bersama Calib, 22, temannya, ditangkap. Mereka ditahan di Polsek Tebet. Mereka mengaku, sebelum ini pernah mencuri barang elektronik dan dijual di Jatinegara Rp 75 ribu. "Waktu itu saya khilaf. Tak punya uang untuk keluarga," ujar Yanto, ayah dua anak bertubuh jangkung itu kepada TEMPO. Dari pengakuan Yanto itulah, pekan lalu polisi bisa menangkap sejumlah tersangka lain, yang melakukan pencurian dengan modus sama: berlagak mencari sumbangan. Akhir-akhir ini memang lagi ramai dibicarakan oleh, terutama, ibu-ibu rumah tangga ihwal pencuri yang berkedok pencari derma. Mereka itu, selain Yanto dan Calib, yang juga tertangkap polisi adalah Nuryana dan Wawan yang mengambil tape deck serta sepatu dari sebuah rumah di Jalan Tambak. Lalu Muhidin dan Wasdi, yang menyikat pesawat teve dan sepatu di bilangan Pulogadung. Memang, menurut para ibu, para pencari derma belakangan ini makin menjengkelkan. "Mereka terkadang tanpa sopan santun. Membuka pintu pagar dan menggedor pintu keras-keras, di jam-jam saat orang tidur siang," kata seorang nyonya di Jakarta Pusat. Sementara itu, banyak les yang mereka edarkan -- yang mengatasnamakan pembangunan masjid, madrasah, atau panti asuhan -- diragukan kebenarannya. Sebuah sumber menyebutkan, kawasan Pintu Besi, Jakarta Barat, adalah "pusat" pengedaran derma macam itu. Di situ, beberapa rumah sengaja dikontrak dan setiap hari puluhan orang, pria atau wanita, menyebar ke segala penjuru Ibu Kota. Mereka semata mengumpulkan derma untuk diri sendiri, sebab masjid, madrasah, atau yayasan yang namanya tertera dalam daftar les hanyalah fiktif. Luasnya wilayah Jakarta, yang menyebabkan seorang warga tak tahu-menahu ihwal Jakarta sudut yang lain, memang sangat memungkinkan buat penipuan seperti ini. Ini mengingatkan modus operandi sekeluarga pencuri, dari kota ke kota, yang juga berdalih mengumpulkan derma, bila kepergok (TEMPO, 8 Maret). Akan halnya Yanto dan Calib, yang dibawa adalah les sumbangan untuk pembangunan madrasah anak yatim piatu Nurul Iman. Koordinatornya adalah Eddy Muchtar, yang tinggal di Klender dan membawahkan sekitar 70 anak buah. Berbeda dengan yang berpusat di Pintu Besi, Nurul Iman benar-benar ada. Letaknya di Desa Gandoang, Cileungsi, Bogor. Eddy, yang memang asal Desa Gandoang, menyangkal tuduhan bahwa ia memerintahkan anak buahnya untuk nyambi melakukan kejahatan. "Mendingan mati daripada dituduh mengkoordinasi pencurian," ujar pria bertubuh gemuk ini, dengan nada tinggi. Eddy memang sempat didatangi polisi dan diperiksa, tapi karena tak ada bukti ia terlibat kejahatan, lalu dilepas kembali. Dari itulah diperoleh penjelasan sistem pengumpulan derma. Per minggu seorang koordinator mendapat setoran Rp 1.500 dari tiap petugas lapangan. Kalau jumlah sumbangan yang diperoleh si petugas lebih dari itu, ia yang sudah capek kian kemari itu boleh mengambilnya. Eddy sendiri kemudian menyetor kepada Jumad Tempang, ketua pembangunan madrasah Nurul Iman, kirakira Rp 60 ribu sepekan. "Tuh, madrasah itu nanti akan dibangun di situ," ujar Jumad, seraya menunjuk areal tanah wakaf seluas hampir 400 m2, untuk membuktikan bahwa derma yang dikumpulkannya memang untuk membangun. Sejauh ini, katanya, ia sudah menerima Rp 290 ribu dan sudah dibelikan material berupa pasir, batu, dan kayu. Keterangannya ini dibenarkan Sunardi Widjaja, Lurah Desa Gandoang. Tampaknya, pencurian yang dilakukan para petugas di lapangan memang inisiatif yang bersangkutan -- paling tidak untuk kasus madrasah Nurul Iman, untuk sementara. "Saya memang salah," kata Yanto. Dan karena sulit diketahui mana pencari derma yang salah, mana yang tidak, Kapolsek Tebet, Mayor Harbangan Siagian, meminta pemilik rumah berhati-hati. Maksudnya, untuk'tak menerima pencari derma di sembarang tempat, yang menyebabkan mereka tahu seluk beluk di dalam rumah. Harga barang yang dicuri mungkin tidak seberapa. Tapi, seperti kata orang Jakarta, sakitnya itu .... Surasono Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini