DENGAN cambuk Dadung Awuk-nya, dukun bersama tiga pembantunya itu mulai beraksi. Marsiah, 20, yang dikira kesurupan roh halus itu, hanya bisa menjerit histeris, "Biyung . . . biyung." Itu bisa berarti ia memanggil-manggil ibunya (biyung, bahasa Jawa, artinya ibu), bisa juga mengaduh kesakitan (kata itu bisa pula menjadi kata seru). Ia dicemeti bertubi-tubi, bergantian. Anak bungsu dari 5 bersaudara itu lalu lemas tanpa daya. Dua jam kemudian ia meninggal. Dukun itu, Hasim Suryanto namanya, sudah ditangkap polisi, setelah Kepala Desa Simpar di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, melaporkan cara pengobatan yang aneh itu. Kuburan Marsiah pun terpaksa dibongkar, awal bulan lalu -- 26 hari setelah pemakamannya. Menurut visum dokter puskesmas setempat, ternyata mayat korban menunjukkan adanya luka memar akibat pukulan benda tumpul. Sedangkan bagian kepala dan lehernya sulit diperiksa, karena sudah rusak. Namun, hasil pemeriksaan ini belum cukup menjelaskan penyebab kematian Marsiah. Akibatnya, Hasim bersama ketiga anak buahnya kini diadili di Pengadilan Negeri Temanggung. Mereka dituduh melakukan penganiayaan sampai korban tewas. Kartodikromo, 65, orangtua korban, selain menyesal juga masih heran. "Bocah diobati, kok jadinya tewas," ujar petani di perbukitan itu. Sudah 5 tahun Marsiah sakit, gara-gara jatuh dari pohon nangka setinggi sekitar 3,5 meter. Marsiah lalu berubah, sejak itu. Ia jadi lamban, tak lagi segesit anak-anak seusianya. Hampir tiap hari ia cuma duduk di serambi, memandang hampa ke depan. Bicara pun jarang, paling-paling memanggil ibunya dan minta makan. Makannya cuma bubur, tetapi minumnya banyak. Remaja pada usia mekar itu lalu jadi kurus dan tampak pucat. Ketika bapaknya membelikan obat di Pasar Ngadirejo, sekitar 20 km dari desanya, Karto mendapat petunjuk dari seorang kenalannya bahwa di Candiroto ada dukun ampuh. Prestasinya tak diragukan lagi. Dukun itu sudah menyembuhkan 9 orang penderita gila, dan berbagai penyakit lainnya. Kontan Karto minta tolong dukun Hasim agar datang ke rumahnya. Pengobatan ronde pertama dipilih Hasim pada hari Sabtu Kliwon, awal bulan Mei lalu. Malam itu ia membawa dua pembantu. Mula-mula Marsiah disuruh berbaring. Dengan air yang sudah diberi asap kemenyan dan mantra Hasim lalu mengusap ubun-ubun, ulu hati, dan kaki Marsiah. Sebagian air itu diminumkan. Kemudian Hasim mengurai jimat yang melilit di pinggangnya, yang digunakan sebagai sabuk. Itulah Dadung Awuk, cambuk dari tali sutera yang dibungkus kain putih, dibalut lagi dengan kain hitam, dan kedua ujungnya diberi tali merah, putih, dan hitam. Hasim lantas melecutkan cemeti itu ke kepala, dada, dan kaki Marsiah, masing-masing tiga kali. Ini belum selesai. Cambukan kemudian dilanjutkan oleh dua pembantunya, bergantian. Tentu saja Marsiah menjerit kesakitan. Tapi ia tak bisa lari, karena dipegangi. Tengah malam, Marsiah dibiarkan tidur sendirian di kamar yang berdinding anyaman bambu itu. Keesokan harinya, Pak Karto tampak gembira. "Dia sudah mau main-main dan menimba air," tuturnya kepada Syahril Chili dari TEMPO. Namun, belum sembuh benar. Dan sepekan kemudian Hasim datang lagi. Kali ini dia membawa tiga pembantu karena, konon, pengobatan ronde kedua memerlukan kerja Dadung Awuk sekitar 2 jam. Sungguh malang, Marsiah bukannya sembuh, melainkan melayang jiwanya. Hasim, karyawan di rumah sakit tentara di Magelang, mengaku mempunyai ilmu dan bisa menyembuhkan penyakit apa saja, terutama gila, atau kemasukan roh halus. Yakni, setelah ia menyepi di makam keramat beberapa lama lalu. Antara lain di Banyubiru, dan sebuah makam lain di Jepara, Jawa Tengah. Marsiah, menurut diagnosanya, jelas kemasukan roh halus. Itu diketahui, ketika tubuh kurus dan lemah itu, saat hendak diobati -- dicemeti maksudnya -- mendadak tenaganya jadi luar biasa. Menurut Hasim lagi, pasien-pasiennya biasa sembuh berkat jimat si Dadung Awuk. Seperti beberapa orang yang kesurupan karena latihan kuda kepang di dekat rumahnya, misalnya. Pasiennya dari Jepara pun sembuh. Tapi saat mengobati Marsiah, rupanya, Dadung Awuk sedang mogok. Padahal, si empunya, ya, Hasim itu, sudah mengantungi Rp 10.000 dari ayah korban. Memang, di rumah sakit jiwa pengobatan terhadap pasien pun sering tampak seperti menyiksa orang. Disetrum, kepala dibenam-benamkan ke dalam air, umpamanya. Tapi itu semua dengan pengawasan seorang dokter ahli. Adapun Hasim, menurut polisi, kini telah sadar. Yakni bahwa ilmunya sesat. Apa boleh buat sudah terlambat, pengadilan kini yang berbicara -- dan Dadung Awuk, sebenarnya nama tokoh raksasa penggembala sapi dalam pewayangan, pun tak berdaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini